Ikan segar, sayuran, buah-buahan, bumbu dapur dan sagu tertata apik di lantai satu pasar mama-mama Papua. Mama-mama Papua duduk leseh beralaskan karung. Harap-harap cemas menunggu pembeli datang. Seorang perempuan paruh baya, Yohana Magai, adalah satu dari antara puluhan mama Papua yang mengais rezeki di pasar itu.
Mama Magai tak mengetahui pendapatan per hari dari jualannya. Namun ia menaksir antara Rp 60 ribu sampai Rp 100 ribu.
Hasil jualan itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Sebagiannya untuk membayar ojek pulang-pergi pasar.
“Bayar ojek pulang-pergi Rp 50 ribu. Jadi keuntungannya belum tentu. Selain itu kami juga ingat dengan kebutuhan keluarga,” kata Magai.
Mama Magai mulai jualan di pasar pada pukul 3 sore hingga pukul 4 sore, waktu Papua. Perjuangannya mengais rezeki hamper sehari hingga malam. Dia baru pulang pada pukul 10 malam bila jualannya laku. Atau setidaknya bila jualan itu sudah memenuhi kebutuhan harian dan sewa ojek.
Kadang-kadang Maga dijemput anaknya, yang menempuh pendidikan di salah satu universitas di Kota Jayapura.
“Kalau anak sibuk, saya ikut ojek dengan membayar ke mas-mas ojek,” kata Magai sambil merapikan sayur, ubi, dan pinang jualannya.
Di jantung Kota Jatapura, tak jauh dari Jalan Percetakan, tempat mama-mama berjualan itu, Bank Papua berdiri megah. Pada 4 Januari 2023, Wagadei menemui Pimpinan Divisi Bisnis Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Konsumen, Abraham Krey.
Abraham Krey berkata, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua menyiapkan program percepatan akses keuangan daerah (Papeda), untuk membantu para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah di Kota Jayapura.
“Sejak tahun 2021, BPD bekerja sama dengan Pemprov dan OJK Papua meluncurkan program tersebut khusus untuk membantu pengusaha kecil,” kata Abraham.
Bank Papua membangun hubungan mitra kerja komunikasi dengan koperasi pasar mama-mama Papua, dan mengedukasi para pedagang di pasar mama-mama Papua, untuk membuka rekening di Bank Papua. Itu dilakukan untuk meningkatkan usaha berupa tambahan modal usaha melalui pembiayaan kredit Papeda Bank Papua.
Bank Papua juga bekerja sama dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Jayapura melaksanakan sosialisasi tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pembukuan sederhana, yang diikuti oleh pedagang di Pasar Youtefa. Beberapa dari pelaku usaha tersebut telah menjadi nasabah kredit di Bank Papua.
Krey berkata, salah satu keberpihakan Bank Papua dalam mendukung peningkatan perekonomian terhadap orang asli Papua adalah dengan kredit program Papeda. Program ini merupakan hasil kerja sama dengan OJK Provinsi Papua dan Papua Barat dengan Pemerintah Provinsi Papua dalam bentuk peraturan gubernur (pergub). Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi, UKM dan Tenaga Kerja Provinsi Papua sebagai mitra kerja. Juga perusahaan Jaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Papua.
Kredit Papeda memiliki tiga keunggulan, yaitu, platform maksimal yang diperoleh Rp 10 juta, tingkat suku bunga kredit 0% dan jangka waktu kredit satu sampai dua tahun.
Bank Papua juga melakukan pembinaan dan sosialisasi keuangan kepada setiap pelaku UMK, agar mereka dapat mengenal produk perbankan, dan bagaimana mengakses produk bank untuk keberlanjutan usaha yang dijalankan. Hal lain yang telah dilakukan yaitu dengan kegiatan pameran UMK yang diselenggarakan oleh Bank Papua dalam bentuk pasar murah.
Kegiatan pasar murah melibatkan mama-mama Papua untuk berjualan di tenda yang telah disediakan.
Penerima bantuan program Papeda adalah masyarakat yang baru memulai usahanya, karena bantuan yang disediakan berkisar Rp 5 sampai Rp 10 juta. Dana sebesar itu diberikan tanpa bunga dengan angsuran selama dua tahun. Untuk tahun 2021 dialokasikan dana sebesar Rp5 miliar untuk program tersebut.
Namun, banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi menyebabkan penerima masih terbatas. Akibatnya persyaratan bagi penerima direvisi. Penerima harus tidak memiliki piutang di bank lain dan membuat rincian terkait rencana penggunaan kredit tersebut.
“Mudah-mudahan dengan direvisinya persyaratan bagi penerima bantuan kredit dapat menjaring lebih banyak pengusaha kecil agar bisa berkembang. Saat ini pengusaha kecil penerima program Papeda sebanyak 117 pengusaha yang lebih banyak bergerak di bidang usaha perdagangan untuk tahun 2022,” katanya.
BPD Papua mengalokasikan dana sebesar Rp10 miliar. Pengusaha kecil yang dapat menikmati program Papeda yang disalurkan BPD Papua tersebar di Kota dan Kabupaten Jayapura, Keerom, Biak, Merauke, Mimika, Nabire, Jayawijaya, Lanny Jaya dan Kabupaten Paniai.
Sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP), Natan Naftali Tebai menyebutkan SOLPAP pernah ke bank dan menanyakan direktur Bank Papua. Mereka bahkan terus mengkawal mama-mama Papua dalam memasarkan hasil kebunnya, dan mengelola bantuan yang diberikan oleh pihak manapu.
Mama-mama Papua di pasar mama-mama berjualan dengan membentuk kelompok, sesuai dengan jenis jualannya. Ada kelompok buah-buahan, sayuran, ikan asar, kios dan lain-lain.
“Jadi, masing-masing dalam kelompok. Kelompok ini punya ketua masing-masing. Jika ada sesuatu yang berurusan dengan jenis jualan atau bantuan yang datnag dari pihak manapun ketuanya yang berurusan,” kata Natan Tebai.
.
Pasar mama-mama Papua berlantai 4 dan berkapasitas 298 pedagang. Pedagang Mama-mama Papua yang terdaftar dan terverifikasi sebanyak 212 orang. Mama-mama Papua hanya mengunakan lantai 1. Ketiga laintai lainya masih kosong.
Sebelum pasar mama-mama Papua dibangun, mama-mama Papua berjualan di Pasar Youtefa dan Pasar Hamadi. Namun kedua pasar ini semakin ramai. Mama-mama Papua pun tergeser karena pendatang mendominasi pasar.
“Karena adanya ketidakadilan tempat jualan di beberapa pasar, maka pasar itu dinamakan pasar mama-mama Papua. Pasar ini khusus untuk mama-mama Papua. Jadi, pasar ini bukan karena adanya otonomi khusus, tidak tetapi ini memang mama-mama sudah berjuang sejak tahun 1962,” ujarnya.
Tebai mengatakan, SOLPAP menemani mama-mama Papua dalam pengembangan ekonomi. Mama-mama Papua bahkan kerap dipersulit saat kredit di bank.
“Mama-mama untuk kredit saja sangat susah sekali. Dipersulit dengan meminta berbagai persyaratan. Saat tertentu, seperti kedatangan presiden, mentri atau petinggi negara itu baru mereka pihak bank berpura-pura peduli, tempel spanduk di depan pasar, datang sok peduli agar dilihat pimpinan,” kata Natan. []
Tulisan ini didukung oleh Aliansi Jurnalis Indenpenden (AJI) Indonesia