Oleh: Pdt Sipe Kelnea*
Pada tanggal 7 Februari 2018, terjadi sebuah peristiwa yang menggambarkan keberanian seorang anak kecil, Kalpinus Kelnea, di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.
Kisah Kalpinus Kelne ini menjadi simbol keberanian, di tengah pergolakan yang melanda masyarakat Kabupaten Nduga.
Semuanya bermula pada tanggal 2 Februari 2018. Ketika itu terjadi insiden penyerangan terhadap pekerja pada PT Swakarya di Jalan Trans Wamena-Momugu-Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga.
Peristiwa penyerangan ini kemudian memicu ketegangan. Hingga mengakibatkan masyarakat dari 13 distrik di Kabupaten Nduga, terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Masyarakat itu terpaksa mengungsi selama satu bulan tiga minggu. Masyarakat harus berlindung di dalam hutan, demi menyelamatkan diri dan keluarganya.
Di tengah krisis keamanan tersebut, tim anggota DPRD Kabupaten Nduga berhasil masuk ke Distrik Yigi, untuk memberikan bantuan.
Pada saat itu, saya sendiri turut menjadi bagian dari pengungsi, yang bergerak bersama masyarakat ke Yigi, Kabupaten Nduga.
Kehadiran tim DPRD Kabupaten Nduga, memberikan harapan kepada masyarakat, untuk sementara kembali ke Yigi.
Saat masyarakat sibuk menggali ubi untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan, Kalpinus Kelnea tampil dengan tindakan yang mengejutkan.
Kalpinus Kelnea, anak kecil ini mengumpulkan 12 buah ubi mentah. Dia kemudian membungkus ubi tersebut dengan baju seadanya, dan membawanya kepada anggota Brimob, yang berada di pos penjagaan.
Meskipun usianya masih sangat muda, Kalpinus menunjukkan keberanian luar biasa.
Kalpinus Kelnea menempuh jarak yang cukup jauh, untuk menyerahkan ubi tersebut kepada anggot Brimob.
Tindakan Kalpinus ini bukan hanya sekadar pemberian makanan. Namun, lebih dari itu, dia memiliki maksud yang lebih dalam.
Keberanian dan keikhlasannya menjadi cerminan harapan dan kemanusiaan, di tengah situasi yang penuh tekanan.
Bahkan dalam dokumentasi video, jumlah ubi yang ia bawa sebanyak 12 buah, mungkin memiliki makna tersendiri yang hanya diketahui oleh dirinya.
Semoga tindakan Kalpinus menjadi inspirasi bagi anak-anak lainnya, sebagai saksi hidup dari perjuangan masyarakat Nduga, yang berupaya bertahan di tengah krisis keamanan.
Hingga saat ini, banyak pengungsi dari Kabupaten Nduga yang tersebar di berbagai daerah di Tanah Papua. Anak-anak yang menjadi korban konflik kehilangan hak pendidikan mereka.
Sekolah-sekolah di Kabupaten Nduga tidak lagi dapat beroperasi. Gedung sekolah dibakar dan sebagian dijadikan markas oleh TNI/Polri.
Akibat dari situasi ini, ribuan pengungsi meninggal dunia, karena hak hidup mereka tidak terjamin. Kehidupan masyarakat Nduga hancur total.
Sebagian besar pengungsi itu berada di ibu kota Nduga, yaitu Kenyam.
Anak-anak yang tersisa menghadapi tantangan besar, untuk mendapatkan pendidikan yang layak, sementara fasilitas pendidikan di daerah mereka telah hancur.
Melalui kisah Kalpinus Kelnea, ada pelajaran penting yang dapat diambil. Keberanian anak kecil ini menunjukkan, bahwa di tengah krisis, selalu ada harapan dan tindakan kemanusiaan.
Namun, situasi masyarakat Nduga membutuhkan perhatian dan tindakan nyata dari semua pihak.
Akses pendidikan yang rusak perlu segera diperbaiki. Anak-anak harus kembali ke sekolah, untuk menata dan membangun masa depan mereka dan daerahnya.
Pemerintah dan pihak-pihak terkait harus bersatu, untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan bagi pengungsi. Terutama anak-anak yang kehilangan hak dasarnya.
Semoga kisah Kalpinus Kelnea menginspirasi kita, untuk terus berjuang demi kemajuan masyarakat Nduga, khususnya distrik Yigi, dan untuk memastikan bahwa anak-anak seperti Kalpinus dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh peluang. (*)
*Penulis adalah pendeta di salah satu Klasis di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan, dan korban pengungsi