Ini cerita lengkap dari saksi dan korban yang ditembak aparat di Dogiyai

Nabire, (WAGADEI.id) – Warga Mapia, kabupaten Dogiyai, yang menjadi saksi menyaksikan dan ikut ditembak dan yang menjadi korban luka tembak dalam insiden “Tragedi Mapia” yang menewaskan Yulianus Tebai, anggota Satpol PP Dogiyai, pada Sabtu, 21 Januari 2023, menceritakan secara lengkap kronologi kejadian.

Mereka bercerita secara lengkap kejadian yang dialami dari awal kejadian hingga akhir peluru panas milik aparat keamanan membunuh dan melukai bagian tubuh para korban dan mereka sendiri. Mereka adalah saksi Yance Dogomo, saksi Marsela Tebai, korban Amandus Dogomo, dan korban Thomas Dogomo.

Bacaan Lainnya

Saksi Yance Dogomo menceritakan tentang awal peristiwa terjadi hingga korban Vincen Dogomo ditembak di paha kanan. Saksi Marsela Tebai menceritakan tentang saudara kandungnya Yulianus Tebai yang ditembak mati. Sementara, korban Amandus dan korban Thomas Dogomo menceritakan tentang apa yang dialami oleh mereka berdua sendiri.

Berikut cerita lengkap mereka:

1. Oleh Saksi Yance Dogomo

Yance menjelaskan, penembakan bermula dari dia bersama empat rekan pemuda sedang melakukan perjalanan dari kampung Gopouya, Distrik Mapia ke arah kali Degeuwo. Sebelum tiba di kali Degeuwo ada satu kios, mereka berhenti dan memarkirkan motor yang dikendarai di pinggir jalan untuk membeli kuku bima susu.

Sesaat itu dari arah Mapia datanglah tiga mobil truk. Saat tiba, sopir truk pertama membuang uang Rp.10.000 tanpa diminta oleh mereka dan uang itu diambil oleh salah satu pemuda yang berdiri di pinggir jalan.

‘’Kami dari Gopouya mau ke arah kali Degeuwo. Sampai dekat kali, kami berhenti mau beli kuku bima susu. Setelah kami parkir motor, kami lihat ada tiga truk dari arah Mapia. Sampai di depan kami, sopir  di truk pertama buang uang sepuluh ribu rupaih (Rp.10.000) ke arah kami padahal kami berdiri di pinggir jalan, kami tidak palang dan tidak mabuk juga,” kata Yance Dogomo, Rabu, (25/1/2023).

Setelah uang itu dibuang oleh sopir melalui pintu mobil truk, ia bergegas mengumpulkan namun saat ambil uang selembar itu langsung dikagetkan dengan satu tembakan senjata ke arah langit.

“Dan peluru lewat di atas kepala saya. Lalu saya ditodong dengan senjata,” ucapnya.

Setelah ada penembakan peringatan peluru yang lewat di kepalanya dan ditodong senjata, karena tidak terima ia bersama empat pemuda yang berhenti beli kuku bima susu mengejar tiga truck untuk menanyakan penjelasan dan memberikan peringatan supaya anggota militer tidak boleh lagi menakut-nakuti masyarakat dan mengeluarkan tembakan tanpa alasan yang jelas.

“Kami tidak terima ada penembakan peringatan yang pelurunya lewat di atas kepala saya, dan tidak terima juga saya ditodong senjata, maka saya bersama empat teman yang sama-sama kami kejar 3 truck itu dengan menggunakan motor (dua motor), katanya.

Ia mengaku, mengejar tiga truck itu sampai di kampung Ugida namun karena truck lari dengan kecepatan tinggi sehingga tak mampu menahan, maka ia bersama teman-temannya memutuskan untuk kembali.

Lebih lanjut ia menceritakan, saat mereka kembali, tepat di kampung Tugomani didapati beberapa anggota satuan Brimob.  Ada juga truck yang menyerempet ke pinggir jalan sehingga penumpang dan sopir truck sedang pindah ke mobil Hilux, lalu mereka arahkan senjatanya keempat pemuda.

‘’Saat kami tiba di lokasi truk dan hilux, anggota Brimob yang ada di situ membuang tembakan ke arah kami. Kami tidak tahu entah apa masalahnya, kami langsung ditembaki oleh para anggota Brimob. Banyak sekali peluru yang ditembakkan. Kami berlima lari ke kiri dan kanan jalan, bersama masuk ke hutan. Ada satu orang teman kami yang kena tembakan namanya Vinsen Dogomo, dia kena luka tembak dengan peluru tajam di tulang paha dekat lutut. Tulangnya hancur,” katanya menjelaskan.

Setelah Brimob, sopir dan penumpang pindah ke Hilux dan pergi, lanjut dia, empat pemuda yang tidak kena luka membawa temannya menuju Puskesmas Bomomani untuk mendapatkan perawatan medis.

“Dalam perjalanan ke Puskesmas Bomomani, kami mendapati banyak orang dari rumah-rumah keluar ke jalan karena dengar rentetan bunyi tembakan hingga tiba di Totoko Taiga, Kampung Tugomani, Distrik Siriwo, Kabupaten Nabire kami mendapati korban meninggal dunia atas nama Yulianus Tebai sudah tergeletak ke tanah. Jadi kami lihat korbannya sudah terbaring ke tanah di samping motornya, tapi kami tidak tahu ia sudah meninggal karena kami langsung menuju Puskesmas antar teman yang tertembak,” ungkapnya.

Setelah tiba di Puskesmas Bomomani, ia bersama temannya melaporkan penembakan yang dialaminya ke Polsek Mapia di Bomomani. Saat ditanya, apakah korban meninggal dunia termasuk dalam kelompok lima pemuda? Dogomo mengaku, korban meninggal dunia tidak masuk dalam kelompoknya.

“Dia tidak sama-sama dengan kami. Kami juga tahu dari Puskesmas kalau ada korban penembakan di tempat lain yang meninggal dunia,” ceritanya.

2. Oleh saksi Marsela Tebai

Marsela Tebai, saudara kandung korban meninggal dunia Yulianus Tebai(28) yang jadi saksi mata menjelaskan, ia bersama saudaranya Yulianus Tebai sedang bersiap ke kebun sekitar pukul 11:00 dari rumah di Ekago, distrik Mapia, kabupaten Dogiyai. Saat masih dirumah, Yulianus dan Marsela mendengar tembakan dari arah Ekago dan Gopouya.

‘’Saat masih di rumah, kami dengar sekitar 4 kali bunyi tembakan dari arah ekago dan Gopouya. Tidak hanya kami dua, semua yang berada disekitar kami Kaget dengar bunyi tembakan,’’ jelasnya.

Menurut Tebai, bunyi tembakan itu disusul dengan bunyi tiang listrik yang dipukul tanda telah terjadi suatu masalah. Karena itu, ia bersama almarhum Yulianus Tebai pakai motor bergerak ke arah kampung Ekago dan Gopouya.

‘’Setelah dengar bunyi tembakan dan bunyi tiang listrik yang bertanda telah terjadi sesuatu, kami dua jalan keluar pakai motor dari rumah tiba di depan Gereja Ekago. Ada beberapa orang berkerumun. Kami lalu berhenti dan tanya ke mereka, ada masalah apa? Lalu kerumunan orang itu bilang tadi ada aparat dalam 1 truk telah buang tembakan ke arah para pemuda dan sekarang truk itu lagi dikejar,’’ jelasnya.

Lanjut Tebai, “Dari tempat kami berhenti, kami lihat ada beberapa pemuda yang sedang jalan ke arah datangnya suara tembakan guna memastikan. Terus ada beberapa pemuda lagi yang sibuk kejar truk yang menurut cerita sudah membuang tembakan dan lalu lagi dikejar itu.”

Melihat itu, ia bersama almarhum kakaknya menyusul kelompok yang sedang mengejar truck hendak mediasi proses penyelesaian dan hanya sekedar ingin meredam situasi.

‘’Dari situ kami juga mengikuti orang-orang yang kejar truk. Kakak saya sebagai anggota Sat Pol PP. Memang tugasnya mengamankan keributan yang timbul di tengah masyarakat. Jadi kami ke sumber konflik dengan tujuan kakak kandung saya sebagai anggota Sat Pol PP mau mengamankan situasi,’’ jelasnya.

Tebai Bersama kakaknya tiba di Tugomani, sebelum masuk ke perkampungan Kampung Ugida, disitu ada jalan yang tidak baik. Begitu tiba di tempat itu, ada satu truk yang berhenti di tempat yang tidak baik tersebut. Dari arah yang lain juga ada sebuah Mobil Hilux sedang mendekati truk tersebut.

Menurutnya, para pemuda yang mengejar juga sudah mendekati truk tersebut. Melihat para pemuda sudah sangat dekat, ada beberapa tentara dari dalam mobil Hilux dan truk tersebut keluar dan membuang tembakan.

‘’Kami lansung ditembak kiri kanan tanpa tanya kenapa kami datang. Saya langsung lompat dari motor dan menyelamatkan diri di sebelah jalan masuk ke hutan. Kakak kandung saya langsung stop, putar balik motor dan langsung kabur pakai motor juga. Saya lihat jelas dari dalam hutan di pinggir jalan bahwa almarhum kakak saya sudah pake motor berhasil menyelamatkan diri,’’ tuturnya.

Setelah tembakan berhenti, kata dia, ia lari kearah rumah karena menduga kakaknya sudah menunggu disana.

‘’Saya lari kembali ke arah rumah karena pikir kakak saya pasti lagi tunggu saya. Rumah kami tidak jauh dari lokasi kami dapat tembak. Saya tidak tahu dengan para pemuda pengejar yang lain. Saat itu saya fokus saja ke kakak saya,’’ jelasnya.

Menurut cerita Tebai, ia jalan kaki, lari-lari kecil, tiba sampai di perbatasan antara kabupaten Dogiyai dan kabupaten Nabire. Karena disitu tanah datar dan jalan lurus, dari jauh ia melihat motor kakaknya dan kakaknya sudah tergeletak di tanah.

‘’Saya lihat motor kakak saya almarhum sudah terbaring di tanah di pinggir jalan, dan saya juga lihat kakak saya sudah terbaring di sampingnya. Setelah saya lihat baik-baik, kakak saya sudah ditembak mati,’’ ceritanya.

3. Oleh korban Amandus Dogomo (ditembak di tangan kanan dan bahu kiri)

Amandus mengaku mendengar kabar jam 12:00 bahwa saudaranya Vinsen Dogomo ditembak aparat ketika berada di rumah salah satu warga di Mapia. Mendengar itu ia merasa marah dan tidak terima.

‘’Saya dengar Vinsen dapat tembak sekitar jam 12:00. Saya sangat marah dan tidak terima,’’tuturnya.

Ia juga mendengar, ada kiriman aparat dari Moanemani, ibu kota kabupaten Dogiyai ke Bomomani (distrik Mapia) untuk meninjau masalah. Mendengar itu, ia mengaku menuju ke Degeidimi dengan maksud melaporkan kejadian ini kepada militer yang akan datang.

‘’Mereka (masyarakat) bilang ada aparat yang dikirim dari Moanemani ke Bomomani, jadi saya dengan teman kami ke Degeidimi untuk laporkan kejadian kepada aparat yang sedang ke Mapia,’’ tuturnya.

Lanjutnya, sesaat setelah sampai di Degeidimi, ia melihat beberapa truk dan mobil yang isinya aparat keamanan datang dari arah Moanemani. Begitu melihat Amandus dan rekannya, tanpa tanya aparat membuang tembakan kiri kanan.

‘’Saya ditemani oleh satu orang keluarga saya, kami pakai motor dan tiba di Degeidimi. Sesaat setelah tiba di Degeidimi, betul, ada beberapa truk dan mobil yang isinya anggota militer Indonesia datang dari arah Moanemani. Begitu mereka melihat kami, mereka langsung menembaki kami,’’ katanya.

Lanjutnya, ‘’Kami berdua kaget dan langsung melarikan diri ke arah hutan di kiri dan kanan jalan. Kami ditembaki banyak kali, oleh banyak orang juga. Untungnya keluarga saya itu tidak kena. Saat saya lari, saya kena tembakan di tangan kanan dan bahu kiri,’’ ceritanya sambil menunjuk luka.

4. Oleh korban Thomas Dogomo (ditembak di kaki kiri)

Sekitar jam 12-an siang, di pasar dan kompleks kios di Bomomani terjadi kehebohan karena mendengar ada korban tembak mati atas nama Yulianus Tebai dan korban luka-luka atas nama Vinsen Dogomo dan Amandus Dogomo. Spontan masyarakat melampiaskan kemarahan dengan berteriak. Dalam situasi yang tidak terkendali seperti itu, ia kaget karena kios-kios sudah terbakar.

“Sekitar jam empat (4) sore, saya dari arah selatan kompleks pasar Bomomani hendak kembali ke rumah di Ekago (di utara, melewati kompleks pasar dan Koramil Bomomani). Saya telah melewati kompleks pasar yang baru terbakar dengan was-was dan takut. Tapi saya tidak sendirian. Ada banyak orang yang berlalu lalang di jalan besar tersebut, ada yang dari arah utara ke selatan dan ada yang dari arah selatan ke utara. Saya juga berjalan untuk pulang,” jelasnya

Ia telah berhasil melewati kompleks pasar yang baru terbakar. Tiba di depan Koramil, tepatnya di depan kios milik salah satu anggota militer di Bomomani, namanya Sadimin, ia lalu diteriaki oleh anggota militer yang ada di Koramil dengan kata-kata seperti ini:

“Dia juga anggota, dia juga anggota.”

Mendengar mereka berkata seperti begitu sambil menunju dan berlari ke arahnya, ia berhasil ditangkap oleh sekitar 5 orang anggota militer. “Tapi saya berhasil melepaskan diri dengan berontak, lalu saya berusaha lari. Saya tidak tahu saya salah apa, dan saya anggota apa,” tuturnya.

Setelah berhasil lolos dari kelompok pertama sekitar 5 orang anggota di jalan masuk Koramil, dari sisi pagar utara Koramil muncul sekelompok lagi yang berusaha menangkapnya tapi, kata dia, ia berhasil lolos. Dari depan SMPN 1 Mapia ada sekelompok lagi yang mau menangkapnya
tapi ia berusaha menghindarkan diri lagi.

“Tiba-tiba ada bunyi tembakan dan saya langsung terjatuh. Kaki saya yang kiri kena diantara betis dan tumit kaki. Kena langsung di tulangnya. Ada tembakan lagi dan peluru kikis di kepala saya, saat itu posisi saya sudah terjatuh di tanah. Setelah itu dua orang anggota militer menarik dua kaki saya sepanjang jalan.”

“Setelah beberapa meter saya diseret ada empat orang tentara pegang dua tangan dan dua kaki saya, lalu saya dilempar ke atas terpal hitam yang sudah dialas di halaman depan Koramil. Setelah saya di atas terpal hitam tersebut, saya dibungkus pakai terpal itu, digulung sangat rapat,” jelasnya.

Dia mengaku tidak merontak karena sudah dibungkus. Kaki yang ditembak terasa sangat nyeri dan sempat beberapa waktu tidak sadar diri. Saat sadar dia mendengar suara kakak Iyai anggota DPRD Kabupaten Dogiyai.

“Kaka DPR saya sedang meninggal disini, saya teriak-teriak begitu dari dalam bungkusan terpal. Karena dengar suara saya disekitar dia berdiri, kaka DPR Iyai datang ke dekat saya dan tanya saya siapa. Saya beritahu bahwa saya Thomas Dogomo, dan DPR melakukan negosiasi dengan anggota pasukan di Koramil Bomomani, lalu saya dibawa ke rumah saya,” jelasnya lagi.

Dia sampai sekarang masih menjalani perawatan dan pengobatan dari rumahnya di Ugida.

Penembakan terhadap sopir warga sipil

Dihari yang sama, penembakan juga terjadi terhadap sopir warga asli, Alfons Kegiye (29) di Degeidimi. Alfons Kegiye merupakan sopir mobil angkutan penumpang Bomomani-Moanemani dan Dogiyai-Nabire.

Alfons menjelaskan penembakan terjadi sekitar jam 11 lewat beberapa menit. Alfons bersama seorang penumpang lainnya sedang dalam perjalanan dari Moanemani ke Bomomani. Begitu tiba di Degeidimi, ada truk dari arah Moanemani ke arah Nabire melaju melewatinya lalu tanpa alasan yang jelas menembaki mobilnya.

Satu peluru dari depan, satu peluru dari samping kanan. Dua peluru lagi mengenai pintu kedua di deretan tengah dibelakang kursi sopir dimana satu peluru mengenai kaca dan satu pintu yang lain menembusi dinding kanan mobil.

“Beruntung tidak ada penumpang di deretan tengah. Terus peluru yang terakhir tembus ban mobil depan bagian kanan,” jelasya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan