Nabire, WAGADEI – Gubernur Papua Tengah Meki Fritz Nawipa menginginkan agar semua warga di provinsi yang dipimpinnya mempunyai akses kesehatan yang sama.
Salah satu hal yang paling prioritas dalam perkembangan pembangunan suatu daerah adalah memastikan rakyat tetap sehat. Untuk itulah Pemerintah Provinsi Papua Tengah di bawah kepemimpinan Gubernur Meki Nawipa dan Wakil Gubernur Deinas Geley menyelenggarakan Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda).
Rakerkesda pertama digelar Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Provinsi Papua Tengah di aula kantor Gubernur Papua Tengah, Selasa (22/4/2025).
Hal itu dilakukan pasangan MeGe (Meki Nawipa dan Deinas Geley), seusai dialog terbuka tentang program pendidikan di Papua Tengah, Kamis, 17 April 2025.
“Karena tanpa kesehatan, semua potensi, baik pendidikan, ekonomi bahkan pelayanan publik tidak menghargai Raker Kesda pertama ini. Kesempatan ini justru menyatukan langkah, menguatkan komitmen, dan menyusun arah kebijakan kesehatan di Papua Tengah ke depan,” kata Nawipa.
Rakerkesda yang dihadiri Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Papua Tengah dr. Silwanus Soemoele, Sp.OG(K), para kepala dan sekretaris Dinas Kesehatan, serta Direktur RSUD dari delapan kabupaten di Papua Tengah ini, melibatkan sejumlah peserta dari LSM yang bergerak di bidang kesehatan, seperti KPA, WHO, UNICEF, instansi vertikal terkait, perguruan tinggi, hingga YPMAK dan PT Freeport Indonesia.
Nawipa berpesan agar pada momen Rakerkesda ini, Dinas Kesehatan sebagai leading sektor, baik di Papua Tengah, maupun yang ada di delapan kabupaten, untuk menyatukan langkah, menguatkan komitmen, dan menyusun arah kebijakan pembangunan kesehatan yang tepat, sesuai kondisi geografis dan budaya masyarakat.
“Tema yang diangkat dalam Rakerkesda yakni Sinergitas Asta Cita dan Papua Tengah Emas untuk Kesehatan yang Adil, Bermartabat dan Berkelanjutan ini, sangat relevan dengan arah pembangunan di Provinsi Papua Tengah,” kata Nawipa.
“Sebab tema ini mencerminkan semangat kolaborasi dan integrasi antara visi pembangunan nasional melalui Asta Cita dengan visi daerah Papua Tengah Emas, yang kita canangkan bersama untuk menciptakan masyarakat yang adil, berdaya saing, bermartabat, harmonis, maju dan berkelanjutan,” lanjutnya.
Narasumber yang dihadirkan, diantaranya Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Biro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, YPMAK, Klinik Wamena, BP3OKP Papua Tengah, KPA Provinsi Papua Tengah, WHO, PERDHAKI, Tim Ahli SDM Kesehatan di Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes RI, Dirjen Tata Kelola Pelayanan Primer Kemenkes RI, Universitas Indonesia Jakarta, Pusat Kajian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan LPPKM FKM Universitas Indonesia, PT Freeport Indonesia, BPJS Cabang Biak, Unicef dan Tim Perumus diantaranya Prof Anton Rahardjo, M.K.M, Ph.D, Prof. dr. Purnawan Junadi, MPH, Ph. D, Prof. Dr. Dumilah Ayuningtyas, Apt dan Agnes Suyatno, S.Kep, M.PH, Ph.D.
Menurut Meki Nawipa, Rakerkesda ini bukan sekadar forum evaluasi dan perencanaan saja, melainkan juga dapat menjadi momen penting bagi tiga hal berikut.
Pertama, menyusun strategi pembangunan kesehatan yang menyeluruh, terukur, dan berbasis data;
Kedua, meningkatkan kolaborasi lintas sektor, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, dan;
Ketiga, menyelaraskan program kesehatan nasional dan daerah agar berdampak nyata di lapangan.
“Saya minta Dinas Kesehatan memastikan bahwa setiap warga Papua Tengah, dari wilayah pesisir hingga pegunungan, dari kota hingga kampung-kampung terpencil, memiliki akses yang setara terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu,” kata mantan Bupati Paniai ini.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Papua Tengah (Kadinkes P2KB), dr. Agus, M.Kes,CH,Med.CHt mengatakan, Provinsi Papua Tengah dengan 8 kabupaten yang tersebar dari pesisir hingga pegunungan, memiliki tantangan geografis, keragaman suku, bahasa, dan adat istiadat.
Namun, di balik tantangan ini sebenarnya tersimpan sejumlah kekuatan lokal yang bisa menjadi fondasi solusi bagi pembangunan, demi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
“Pertama, pendekatan berbasis kearifan lokal dengan melibatkan tokoh adat, agama, perempuan, pemuda, dan komunitas dalam edukasi kesehatan Kedua, pemanfaatan potensi lokal, misalnya, kader kesehatan dari masyarakat setempat atau penggunaan sumber daya alam untuk mendukung layanan kesehatan. Lalu ketiga, keluarga sebagai ujung tombak. Program kesehatan harus masuk ke rumah-rumah, dengan dukungan tokoh adat masyarakat sebagai agen perubahan,” kata dokter Agus. (*)