Oleh: Lamadi de Lamato
SAYA sengaja memilih judul tulisan di atas yang terlihat keras. Itu karena saya merasa muak, benci dan jengkel dengan perlakuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sangat semena-mena dan tidak berperikemanusiaan dalam memperlalukan seorang tokoh Papua, dalam kasus gratifikasi uang Rp. 1 milyar padanya.
Sudah seminggu lebih sang tokoh itu dikriminalisasi dengan sangat buruk tanpa mempertimbangkan sakit yang ia derita. Bermula ditangkap di sebuah rumah makan di Kota Jayapura, lalu buruh-buruh diterbangkan keluar Papua dengan pesawat Trigana Air, kemudian tangannya diborgol kendati ia sedang tidak berdaya di kursi roda.
Tidak sampai di situ, sang tokoh ini juga dilecehkan dengan rasis, lalu akses untuk keluarga bertemu sang tokoh ditutup dengan rapat. Benar-benar menyedihkan. Tidak ingin diam, keluarga Lukas Enembe mendesak Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) untuk turun tangan melihat kasus Lukas Enembe yang sudah sangat buruk diperlakukan negara melalui KPK beberapa minggu ini.
Sebagai orang yang pernah dekat dengan Lukas Enembe, langkah yang diambil keluarga melaporkan KPK ke Komnas HAM sangat tepat dan rasional. Pasalnya perlakuan yang diterima Lukas Enembe yang sangat buruk tersebut dapat memicu kemarahan kolektif warga Papua, yang selama ini punya memori passionis yang buruk terhadap negara dalam berbagai kasus yang ditanganinya.
Gratifikasi Penuh Rekayasa
Kebijakan Jakarta yang buruk telah membuat Papua dalam NKRI yang penuh rekayasa, tak kunjung selesai. Tokoh Papua banyak yang mati dan dijebloskan ke penjara sudah tidak terhitung. Yang paling fenomenal, Theys Hiyo Eluay, tokoh pejuang kemerdekaan West Papua dieksekusi mati dengan sangat telanjang dan sadis oleh negara lantaran tokoh ini disebut berseberangan dengan NKRI.
JP Sollosa, Gubernur Papua yang juga aktor lahirnya Otsus juga meninggal misterius karena diduga berseberangan dengan Jakarta. Kematian tokoh-tokoh penting Papua ini, sesungguhnya ada yang lebih besar dan utama dari persoalan Papua yang sangat kompleks.
Media nasional Tempo menyebut kematian tokoh-tokoh Papua di atas termasuk membunuh Lukas Enembe pelan-pelan dengan tuduhan gratifikasi 1 milyar memang bagian diskenario dalam memuluskan kepentingan Jakarta yang ingin menghegemoni Papua dalam semua dimensi kebijakan.
Saya ingin tertawa saat tokoh populis Papua, Lukas Enembe tiba-tiba ditersangkakan KPK dengan alat bukti transfer 1 milyar ke rekeningnya. Tahukah?
Selama berbulan-bulan Lukas Enembe diframing media dengan berbagai pencitraan buruk. Menghabiskan uang di kasino, memiliki harta kekayaan yang fantastis, berkongsi dengan OPM dan lainnya. Semua framing itu dibangun karena gratifikasi 1 milyar terlalu remeh untuk menjebloskan seorang Gubernur yang memimpin dua periode. Negara sontoloyo!!
Pemimpin Berhati Mulia
Suatu ketika Gubernur Lukas Enembe yang msh sehat bertemu seseorang di istana. Di saat di depan pintu, ia berpapasan dengan seorang abdi dalem istana. Saya pikir hanya di kraton ada abdi dalem. Di istana pun ada abdi dalem. Ia membukuk tanda menghormat.
Tugasnya merapikan perabot istana dan pelayan para elit di dalam. Kebiasaan Gubernur Lukas yang ringan tangan, tiba-tiba ia merogok kantong celananya, lalu ia memberi uang segepok kepada sang abdi yang ia tidak kenal tersebut. Spontan, tindakan Gubernur itu, membuat seorang bapak-bapak yang bertugas di istana itu kaget, menangis dan tidak nyangka mendapat rezeki sebesar itu.
Sehari-hari ia hanya menyaksikan para elit negara yang ia layani tapi untuk rezeki sebesar itu, tidak pernah ia temukan. Rasa kemanusiaan Lukas Enembe pada orang-orang sekitarnya, tetangga dan kerabatnya selalu ia perlakukan dengan baik.
Cerita dibalik Gubernur Lukas Enembe yang berhati mulia, sangat dikenal oleh banyak kalangan. Ia tidak segan-segan berbagi, menolong dan memberi, baik kenal dan tidak kenal seperti contoh di atas.
Lukas Enembe tumbuh dari budaya Noken, Big Man dan kasih menembus perbedaan telah mengantarnya sebagai pemimpin yang meletakan persaudaraan, persamaan dan cinta antar sesama, yang memiliki hati dan sikap yang mulia sebagai sosok kharismatik di Papua.
Sayang beberapa minggu ini ketika ditahan karena gratifikasi oleh KPK, ia diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi. Dan, sadar atau tidak itu akan menjadi pemantik kemarahan rakyat Papua atas apa yang diperbuat Jakarta pada dirinya termasuk pada tokoh-tokoh Papua sebelumnya. (*)
*) Penulis adalah Presiden Warga Imigran Pendatang se-Tanah Papua