West Papua Army tolak dialog yang difasilitasi oleh Indonesia

Jayapura, WAGADEI – West Papua Army (WPA) atau Tentara Papua Barat yang menaungi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Tentara Nasional Papua Barat (TNPB) dan Tentara Revolusi Papua Barat (TRWP). menginginkan kemerdekaan penuh di West Papua, bukan soal dialog yang difasilitasi oleh negara Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Panglima WPA Damianus Magay Yogi bahwa perjuangan pihaknya dalam memperjuangkan kemerdekaan West Papua atau pisah dari negara Indonesia bukan sekadar soal kebutuhan dasar seperti makanan dan minuman, melainkan tentang hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua.

“Saya atas nama seluruh komponen pro Papua merdeka bangsa Papua, mewakili seluruh angkatan bersenjata di tanah Papua dan warga sipil menyatakan kami mau penentuan nasib sendiri bagi Papua, bukan dialog tentang pembangunan atau kesejahteraan. Sebagai ,” ujar Damianus Magay Yogi, Kamis, (23/1/2025).

Hal itu menanggapi pernyataan Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI Yusril Ihza Mahendra mengatakan, aktivis perdamaian asal Finlandia, Juha Christensen menawarkan bantuan untuk menyelesaikan konflik di Papua.

Menurutnya, Juha menawarkan diri sebagai mediator dialog antara pemerintah Indonesia dengan kelompok-kelompok di Papua, juga kelompok pendukung kemerdekaan Papua di luar Indonesia.

“Namun sejauh ini, Pemerintah berpendapat belum memerlukan adanya mediator untuk memfasilitasi perundingan damai dalam menyelesaikan masalah di Papua, sebagaimana dilakukan di Aceh pada masa Pemerintahan Presiden SBY,” kata Yusril dalam pertemuan dengan delegasi pemerintah Kerajaan Inggris dilansir Kompas, Rabu, (22/1/2025).

Damianus Magay Yogi menegaskan pihaknya menolak dialog yang difasilitasi oleh Indonesia atau negara lain, sebabnya pihaknya menginginkan hanya PBB dan MSG harus menjadi fasilitator dalam penyelesaian masalah Papua.

“Kami menginginkan kemerdekaan penuh. Kami melihat dialog yang selama ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya penundaan dan tidak relevan dengan tuntutan utama kami bangsa Papua,” kata Yogi.

Hari ini lanjut dia, kondisi yang sulit terhadap warga Oksop Pegunungan Bintang di Oksop sebagai bukti ketidakpedulian Indonesia.

” Keinginan kami keluar dari NKRI dan diakui sebagai bangsa merdeka. Kami juga mendesak izinkan dewan HAM PBB kunjung di Papua,” ujarnya.

Ia menyakini jka tuntutan pihaknya tidak dipenuhi, maka kemungkinan besar potensi konflik bersenjata di Papua bakal semakin besar dan luas. “Itu sudah pasti akan meluas,” ucapnya.

“Penanganan keamanan di Papua cukup militeristik. Konflik bersenjata yang terus terjadi di Papua sering kali diperparah oleh pendekatan militer yang dinilai represif, sehingga justru meningkatkan ketegangan antara masyarakat lokal dan aparat keamanan,” ucapnya.

Ia juga mengatakan, banyak masyarakat Papua merasa bahwa pemerintah lebih berfokus pada eksploitasi sumber daya alam di Papua daripada meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua.

“Masalah seperti pelanggaran HAM, ketidakadilan historis dan isu politik (seperti tuntutan penentuan nasib sendiri) sering kali diabaikan atau dianggap selesai dengan pendekatan pembangunan fisik,” katanya.

Menurut Demianus Yogi, penyelesaian konflik di Papua melalui perundingan antara kelompok-kelompok konflik adalah langkah yang bijak dan mendesak. Pihak yang terlibat langsung adalah pemerintah Indonesia, kelompok pro-kemerdekaan seperti ULMWP dan West Papua Army, masyarakat adat Papua, tokoh agama dan akademisi.

Pihak internasional atau pihak ketiga yang wajib dilibatkan adalah mediator independen misalnya dari PBB, MSG, PIF atau negara netral dapat membantu memastikan proses perundingan berjalan adil dan tanpa dominasi. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan