Salju Abadi di Papua Dikhawatirkan Akan Hilang Tahun 2025 Ini

Puncak Jayawijaya atau sering disebut dengan Carstensz Pyramid - Ist


Jayapura, WAGADEI –
Kondisi es di Puncak Jaya Papua kini semakin mengkhawatirkan. Es di sana diprediksi lenyap dalam beberapa tahun ke depan. Itu lantaran peningkatan suhu panas di bumi tak hanya berdampak pada lapisan es Antartika. Faktanya Salju Abadi di Puncak Jaya, Papua, menyusut sangat cepat.

Es di sini diperkirakan akan benar-benar lenyap pada 2026. Bahkan, penipisan gletsernya diprediksi akan terjadi paling cepat pada 2024.

Menurut laporan, luas tutupan es salju yang berketinggian 4.884 di atas permukaan laut itu menciut sampai 98%. Dari awalnya 19,3 km persegi pada 1850 dan menjadi 0,34 km persegi pada 2020.

Data dari satelit Sentinel-2A menunjukkan penyusutan yang bikin panas dingin. Tercatat penyusuran sebesar 0,27 km persegi pada Juli 2021 dan 0,23 persegi pada April 2022.

Pun hasil penelitian Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersama The Ohio State University, Amerika Serikat. Koordinator Bidang Litbang Klimatologi BMKG, Donaldi S. Permana, mengatakan bahwa selama 2010 hingga 2015, BMKG menemukan es menipis sekitar 5 m dengan laju penipisan 1,05 m per tahun.

Pada November 2015 hingga 2016, penipisan es sangat signifikan hingga 5 m. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh efek El Niño pada 2015 hingga 2016 yang sangat kuat.

Lebih lanjut, pada awal 2021, foto udara menunjukkan ketebalan es telah berkurang 12,5 m lagi sejak November 2016 atau setara dengan laju penipisan sekitar 2,5 m per tahun.

“Kami menggunakan pemodelan CORDEX-SEA dan data observasi untuk memprediksi hilangnya tutupan es Papua berdasarkan proyeksi iklim di masa depan,” kata Donaldi dalam tulisannya di The Conversation.

“Hasilnya, tutupan es di Puncak Jaya diperkirakan hilang pada 2026,” lanjutnya.

Puncak Jaya mempunyai salju karena suhunya rendah, di bawah 0 derajat Celsius. Selain itu, kandungan uap airnya cukup tinggi. Jika terjadi dalam waktu lama, salju akan terakumulasi dan membentuk lapisan es atau gletser.

Diperkirakan, gletser Papua yang merupakan gletser tropis terakhir di wilayah Pasifik Barat ini sudah mencair sejak revolusi industri. Sekitar tahun 1850-an. Emisi dari aktivitas industri menyumbang besar terhadap konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.

Semua hasil pengamatan di atas terangkum dalam artikel yang saya tulis bersama kolega dan terbit di Proceedings of the National Academy of Sciences Amerika Serikat (PNAS) pada 2019. Pada Desember 2022, BMKG mengadakan survei pemantauan gletser lanjutan. Mengukur tiang atau stake dengan mengidentifikasi sisa stake yang nampak di permukaan es melalui foto udara. (*)

Pos terkait