Jayapura, WAGADEI – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mewakili rakyat West Papua secara resmi mendeklarasikan bulan Agustus sebagai bulan yang penuh dengan kepahitan bagi bangsa West Papua, sebab bulan Agustus merupakan bulan ujaran kebencian atau rasis dari bangsa Indonesia langsung ditujukan kepada bangsa West Papua.
“Bahwa bulan Agustus memiliki sejarah pahit bagi bangsa Papua, sehingga pada hari ini 15 Agustus 2023, kami mendeklarasikan bulan Agustus sebagai bulan rasis bagi bangsa Papua,” kata ketua umum KNPB Pusat, Agus Kossay saat menggelar aksi damai memperingati hari lahirnya New York Agreement 15 Agustus 1962 di lapangan Zakeus Padang Bulan Abepura.
Akibat persetujuan lahirnya New York Agreement 15 Agustus 1962 itu, kata Kossay, membuat terjadinya pemberontakan rakyat Papua mulai dari 1965 karena dominasi Indonesia dalam segala segi menjelang pelaksanaan penentuan nasib sendiri di tahun 1969 itu.
Ia menegaskan juga rasa ketidakadilan selama 1962 sampai pelaksanaan Pepera 1969 itu membuat bangsa Papua kembali menyatakan kehendak politiknya melalui prokalamasi 1 Juli 1971, deklarasi negara Melanesia Barat di 1988, deklarasi 1997 di Belgia, lahir presidium dewan Papua (PDP) tahun 2000, dekarasi Negara Federal Refpublik Papua Barat (NFRPB) 2011 dan deklarasi Negara Republik Papua Barat tahun 2020.
Rentetan deklarasi Negara Papua pasca Pepera 1969 dan perjuangan rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri adalah bukti penolakan atas klaim kekuasaan Indonesia di Papua. Selain itu, dampak New York Agreement 1962 dan Pepera 1969 itu rakyat Papua menjadi korban kebrutalan militer Indonesia sampai hari ini.
“Karena dampak persetujuan itu rentetan kematian, intimidasi, terror dan bahkan perlakukan rasis terjadi terhadap rakyat Papua menjadi faktor rakyat Papua menjadi tersisih di segala sektor,” katanya.
Selain itu juga, lanjut dia, orang asli Papua menjadi termarjinalkan selama beberapa dekade ini akibat trasmigrasi yang meluas menbanjiri wilayah West Papua, juga banjirnya perusahan-perusahaan illegal loging dan pertambangan telah banyak merusak alam
Papua. (*)