Aktivis HAM Meepago: Kalau warga sipil ditembak mati, itu bagian dari operasi militer

Yones Douw, aktivis kemanusiaan Papua yang berbasis di Meepago sekaligus kordinator investigasi dan monitoring Elsham Papua dan juga kordinator keadilan dan pedamaian gereja Kingmi di Tanah Papua - wagadei/Yamoye'AB

Nabire, WAGADEI – Kasus yang menewaskan dua pemuda asli Dogiyai, yakni Yosua Keiya dan Yakobus Pekei pada Kamis, (13/7/2023) di Dogiyai merupakan salah satu prakter operasi militer yang dilakukan oleh Polisi dan TNI terhadap warga sipil Papua.

Hal itu dikatakan aktivis kemanusiaan Papua yang berbasis di Meepago, Yones Douw bahwa kedua pemuda ini diduga ditembak mati tembak oleh anggota satuan Brimob Polres Dogiyai yang sedang melintasi jalan.

Pasalnya, kata Douw, awalnya ada dua pemuda duduk di pinggir jalan Obayo, distrik Kamuu Utara. Mereka dua tidak tahu kejadian yang terjadi di tempat lain, sehingga keduanya duduk-duduk lalu tiba-tiba mobil toyota hilux berwarna coklat muncul. Salah satu temannya melihat lalu lari, namun korban meninggal dunia Yosua Keiya tidak lari karena dia tidak punya kesalahan apapun. Saat itu juga anggota Brimob lurus menujue Keiya langsung mereka tembak tanpa kata peringatan satupun oleh satuan Brimob.

“Mereka ini ditembak tanpa ada perlawanan, tanpa bawa senjata. Mereka bukan juga anggota TPN-OPM, bukan pelaku kriminal. Bukannya mereka (Polisi) tangkap saja, atau lumpuhkan saja tapi langsung menembak mati. Padahal mereka hanya warga sipil biasa, tapi menembak mati. Ini membuktikan bahwa operasi militer itu masih ada dan sedang berlangusng terhadap kami orang asli Papua,” kata Yones Douw kepada wagadei.id, Senin, (17/7/2023).

Untuk itu, ia menegaskan, pihak yang menciptakan kasus ini merupakan anggota Brimob maka wajib bertanggungjawab di hadapan hukum. Ia menegaskan, aparat kepolisian mengatakan pihaknya diserang dan dipalang warga Dogiyai merupakan sebuah penipuan besar terhadap public, baik itu nasional maupun internasional. 

“Yang fakta lapangan mengatakan bahwa, aparat keamanan satuan Brimob Dogiyai yang menembak lalu masyarakat tidak menerima itu, dan melakukan pembalasan dengan membakar belasan kios dan toko,” ujar Yones Douw.

Douw yang juga kordinator investigasi dan monitoring Elsham Papua ini mengatakan, jika pemerintah Indonesia benar-benar menganggap bahwa OAP juga bagian dari Indonesia, maka pelaku penembakan terhadap pemuda di Dogiyai harus diadili.

“Bukan saja itu, kasus di Bomomani Dogiyai juga pelakunya harus diungkapkan, dan kasus-kasus yang ada di tanah Papua pelakunya harus diadili, terutama pelaku penembakan terhadap Yosua Keiya dan Yakobus Pekei,” katanya. 

Berkaitan dengan bakar rumah dan kios, lanjut dia, merupakan pelampiasan amarah dari warga sipil kepada aparat keamanan sehingga sasarannya rumah warga migran dibakar. “Tapi juga warga migran dibantu aparat keamanan justru bakar kembali rumah-rumah warga as;I di pinggir jalann raya,” ucapnya.

“Itu masyarakat membakar beberapa kios dan took milik masyarakat warga pendatang itu melampiaskan emosi, dan protes masyarakat asli Papua Dogiyai terhadap tindakan aparat keamanan pelaku penembakan itu,” kata Yones. 

Ia menduga kasus ini justru hendak mendatangkan Kodim di Dogiyai, sebab ia kasus terse ut tidak jauh beda dengan awal mendatangkan Polres di Dogiyai. Maka ia meminta kepada aparat keamanan agar Jadi selalu kami orang asli Papua oap itu harus di korbankan entah itu mau datangi kodijika mau datangkan Kodim tidka boleh lagi korbankan warga sipil apalagi menghilangkan nyawa orang dan membakar tempat tinggal.

“Kebiasaan Polisi dan TNI mau hadirkan Polres masyarakat ditembak, mau bikin jalan masyarakat Papua ditembak, mau bikin pemekaran juga masyarakat ditembak. Memangnya kami orang Papua binatang kah? Kalau datangkan Kodim di Dogiyai silahkan saja tanpa ada pertumpahan darah,” ucapnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan