Menjaga Budaya Sebagai Jati Diri OAP

Oleh: Sepi Wanimbo

BUDAYA daerah adalah budaya yang menggambarkan keadaan, gaya hidup, sifat karakter di setiap daerah, wilayah masing – masing dimana kita manusia berada.

Pelestarian budaya merupakan upaya perlindungan dari pemusnahan atau kerusakan warisan budaya, seperti dikutip dari buku Kemenbudpar bertajuk “kebijakan pelestarian dan pengembangan kebudayaan”.

Maksud dari pelestarian budaya adalah agar nilai-nilai luhur budaya sejak moyang Orang Asli Papua, (OAP) yang ada di dalam suatu tradisi dapat tetap dipertahankan, meskipun telah melalui proses perubahan bentuk budaya.

Sejak dahulu moyang Orang Asli Papua (OAP) hidup selalu menjaga nilai – nilai budaya itu secara baik, benar teratur tetapi ketika, terjadi proses perubahan budaya Orang Asli Papua (OAP) terjadi sejak tanggal 17 Agustus tahun 1945 dimana Negara Kesatuan Republik Indonesia menjatakan dan memproklamsikan kemerdekataan Indonesia. Mulailah terjadi perubahan budaya atau kemunduran nilai budaya yang dimilIki oleh Orang Asli Papua (OAP) sendiri kita liat saja waktu ke waktu sampai detik ini terus ada kemunduran, kehilangan budaya sebagai jati diri Orang Asli Papua (OAP) kita liat di bawa ini.

Pendeta Phil Karel Erari berpendapat bahwa pendekatan pembangunan, a.1. Yang meliputi kebijakan sistem hukum dan pemerintahan serta pendidikan yang diberlakukan dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi di tanah Papua praktis merupakan fotokopi dari seluruh perangkat kebijakan pembangunan di Jawa dan Provinsi lainnya di Indonesia. Dalam dunia pendidikan, seluruh kurikulum dan buku – buku panduan ditetapkan tanpa memperdulikan konteks budaya dan latar belakang sejarah yang berbeda dari provinsi lain di Indonesia. Anak – anak peserta didik di Papua “dicetak” sesuai format yang berlaku umum di Indonesia, tanpa peduli bahwa ada nilai – nilai budaya, seperti bahasa lokal, “nama adat atau nama tanah” yang harus dihormati. Semua bentuk bangunan gedung sekolah disamaratakan seperti di pulau Jawa tanpa mempertimbangkan kondisi dan suku daerah di Tanah Papua.

George Junus Aditjonfro mengemukakan: “Pada penjajah tidak bisah lagi meniadakan penduduk jajahannya secara fisik, dia kemudian mengeliminir mereka secara budaya ( kultural), dengan mengatakan bahwa mereka tidak punya kebudayaan, atau dengan dalih bahwa kebudayaan mereka lebih rendah. Jadi, mitos tentang koteka, Zaman Batu dan lain – lain itu, memang sengaja dipupuk karena mendukung cara berpikir penguasa” (Cahaya Bintang Kejora: 2000: hal. 197).Dewan Adat Papua menyoroti: “pengembangan kebudayaan Papua selama hampir empat tahun perlakuan Otonomi Khusus pun tidak menujukan perubahan apa – apa. Tidak ada upaya yang secara sengaja dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk melindungi apalagi mengembangkan dan mempromosikan kebudayaan Papua. Tidak ada upaya untuk mengembangkan pengajaran dan pemasyarakatan bahasa – bahasa asli Papua di sekolah – sekolah, padahal pasal 58 mengamanatkan hal itu. Ini harusnya menjadi perhatian karena Undang – Undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 mengatur tentang pengembangan jati diri orang Papua melalui pengembangan dan mengunakan bahasa – bahasa daerah”. (2005: hal: 34).

Bahasa juga bagian dari kebudayaan dan mencerminkan indentitas suatu bangsa. Papua terdiri dari hampir 250 suku. Dari jumlah ini mempunyai bahasa sendiri. Bahasa merupakan jati diri suatu bangsa itu dapat dimengerti oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia yang mempunyai semboyang “Bhineka Tunggal Ika” berbeda – beda tetapi tetap satu, hanya omong kosong belaka. Bahasa yang dimiliki penduduk orang Asli Papua benar – benar dihancurkan dan dimusnahkan. Terjadi diskriminasi kejam di Tanah Papua. Bahasa daerah yang seharusnya menjadi bahasa pengantar di setiap sekolah sesuai dengan tempat lembaga pendidikan itu berada tidak pernah digunakan.

Sebaliknya, di pulau Jawa, Sumatra dan daerah – daerah orang Melayu, Indonesia, diajarkan di sekolah – sekolah,bahkan bahasa asli dijaga, dipelihara dan dilestarikan sebagai bahasa ibu. ( Otonomi Khusus Papua Telah Gagal: 2012: hal: 254-256).

Jangan abaikan budaya begitu saja dia pergi karena kemajuan teknologi, tetapi jaga budaya, lestarikan budaya itu secara baik karena budaya itu murni pemberian Tuhan. Yang harus di rawat, dijaga dan lestarikan momentum – momentum tertentu atau iven – iven tertentu misalnya acara gereja, di sekolah dan acara adat lainnya juga tetapi lestarikan. Karena mengenal budaya, mengenal jati dirimu, mengenal budaya mengenal asal usulmu, mengenal budaya, mengenal bangsamu, mengenal budaya mengenal garis keturunanmu, mengenal budaya, mengenal daerah asalmu, wilayahmu, mengenal budaya, mengenal masa depanmu, bangsmu sendiri.

Jaga budaya sebagai warisan moyang Orang Asli Papua (OAP) seperti, membuat pagar, honai, kerja kebun, bersihkan kebun, panen hasil kebun, berburu di hutang, buat busur dan pana, peran, membuat gelan tangan, membuat perahu, membuat koteka merupakan pakaian laki laki, cawatatau tali merupakan pakaian perempuan, kesenian, bahasa dan lainnya.

Bagi Orang Asli Papua (OAP) jangan sante, jangan diam, jangan pura – pura tidak liat tetapi ingat nilai – nilai budaya semakin hari, minggu, bulan dan tahun sudah mulai hilang bertahap dengan kemajuan teknologi sekarang ini sehingga bagi, Orang Asli Papua (OAP). mulai sekarang ajarkanlah generasi emas, muda – mudi Papua pentinyanya budaya maka ajarkan budaya menjaga dan melestarikan budaya sebagai warisan leluhur Orang Asli Papua (OAP).

Dari sekarang menjaga nilai budaya sebagai jati diri Orang Asli Papua (OAP) mengajarkan tentang budaya bagi orang asli Papua secara benar, baik dan teratur maka muda – mudi Papua tidak akan pernah lupa budaya mereka sendiri, abaikan budaya mereka sendiri tetapi akan terus menerus menjaga budaya dengan baik.

Penulis adalah Ketua Umum DPD – PPDI Provinsi Papua Pegunungan, Anggota Departemen Litbang PGBWP, dan Anggota Forum Pemuda Kristen Di Tanah Papua

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *