Jayapura, (WAGADEI) – Kordinator hukum dan ham BEM Husantara (BEMNUS), Salmon Wantik mengingatkan Pj Gubernur Provinsi Papua Pegunungan agar tidak terlalu subjektif memaksa penempatan kantor gubernur daerah otonom baru (DOB) yakni Provinsi Papua Pegunungan di kampung Welesi.
“Mahasiswa se nusantara meminta pemerintah daerah setempat untuk dapat mengakomodir semua pemilik hak ulayat untuk mencari solusi terbaik,” kata Salmon Wandik kepada media ini, Selasa, (18/4/2023).
Jika masyarakat adat setempat, kata Wandik, tidak terima maka disarankan untuk cari dan gunakan di lahan yang tandus seperti lokasi gunung susu atau pohon pinus yang memang orang tidak gunakan.
“Supaya pembangunan ini dapat diterima dan dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat adat wilayah Lapago,” katanya.
Dirinya meminta agar pemerintah buka diri dan hargai pemilik hak ulayat.
“Pemerintah harus buka diri untuk menerima setiap pro dan kontra. Mereka (pemerintah) mestinya harus menghargai masyarakat adat, pemilik sulung tanah adat, yg mana sejak Tuhan ciptakan diperuntukkan bagi orang kulit hitam dan rambut keriting yang hidup dan menetap di lembah agung Baliem (Wamena),” kata Wantik.
Lanjut Salmon Wantik yang juga ketua umum BEM Uncen ini, mengatakan karena Tuhan yang memberikan tanah kepada tiap suku bangsa sesuai kebutuhan tiap suku-suku bangsa di nusantara.
“Bukan negara. Negara republik Indonesia tidak pernah menciptakan dan memberikan tanah adat untuk masyarakat adat di dusun atau pulau tertentu. Maka negara jangan sewenang-wenang, jika tidak, masyarakat setempat (khususnya di Welesi, Wouma dan Assolokobal) kemarin sudah menyatakan sikap bahwa mereka lebih baik mati, ditangkap dan ditembak sebagai ungkapan rasa cinta tanah air warisan leluhurnya. Ini bisa terjadi akibat negara terkesan mengadu domba mereka,” katanya.
Ia menegaskan OAP tetap satu, tidak ada gunung, pantai dan pedalaman atau dataran rendah.
“Kita orang Papua ini, kita punya tanggungjawab untuk menjaga kenyataan masyarakat adat yang satu itu. Negara hentikan tindakan sewenang-wenang untuk rampas tanah adat untuk bangun kantor Gubernur dan lainnya. dengan menggunakan pendekatan aparat keamanan yang militeristik”, ujarnya. (*)