Sungguh miris, 1 nyawa OAP di Wamena dibayar dengan uang

Nabire, (WAGADEI) – Kericuhan yang terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan pada tanggal 23 Februari 2023 bisa dikatakan aktor dibalik itu adalah aparat keamanan sebagaimana yang beredar melalui video ketika penjelasan antara si korban dan yang diduga sebagai pelaku.

Hal itu dikatakan Fransiskus Iyai, ketua Ikatan Mahasiswa Se-Tanah Papua Bandung Jawa Barat (IMASEPA BJB) 2022-2024 melalui keterangannya bahwa, semuanya menggunakan pendekatan main tembak, main hajar dan main pukul.

“Seenaknya saja karena memang mereka (militer) tahu bahwa dari institusi juga tidak akan dikenakan hukuman atau proses hukum. Siapa mau hukum siapa? Padahal dalam video awal mula kejadian itu ada salah satu anggota keamanan yang mengenakan baju sweeter putih menarik salah satu pemuda saat penjelasan antara si korban dan yang (diduga) pelaku sedang bicara,” kata Fransiskus Iyai, Minggu, (5/3/2023).

Menurut dia, aparat keamanan tidak mengamankan massa tetapi justru jadi kompor, hal ini jelas jika dilihat setiap pendekatan yang dilakukan.

Ia mengatakan, akhir dari kericuhan di wamena tersebut empat kepala daerah di Lapago bersama masyarakat dan militer menyelesaikan masalah secara adat dengan istilah bbayar kepala. Sehingga satu nyawa manusia Papua dibayar dengan uang senilai 5 Milyar.

 “Sungguh miris. Saya sebagai orang Papua merasakan bahwa setelah nyawa kami militer cabut dengan senjata, mereka balik menginjak harga diri dan martabat kami sebagai manusia Papua. Seakan kami ini sebagai binatang yang dibunuh lalu dibayar seenaknya begitu saja,” kata Iyai.

Lebih lanjut ia mengatakan, setelah nyawa 10 OAP dibayar dengan puluhan milyar, maka diduga watak kolonial yang akan terwariskan kepada generasi penerus adalah bahwa darah orang asli Papua itu halal.

“Itu seperti yang dikatakan oleh Kapolresta Malang serta nyawa orang Papua itu senilai uang tunai 5 milyar per orang. Jadi kalau kita lihat, kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer Indonesia terhadap manusia Papua ini seakan sudah terencana secara massif, terstruktur dan sistematis sehingga semua kejahatan tersebut tidak pernah ada penyelesaikan secara hukum,” ungkapnya.

Dampaknya, kata dia, pimpinan institusi tak akan diproses secara hukum, bahkan sangksi kode etik dari pimpinan instansi militer terhadap pelaku kejahatan juga tidak ada.

“Nah, hal ini saja sudah menunjukan indikasi genosida yang tersruktur dan terencana,” katanya. 

Untuk itu, pihaknya menegaskan agar segera adili secara hukum semua oknum aparat yang menjadi pelaku kericuhan di Wamena.

“Segera usut tuntas semua kasus kekerasan militer terhadap rakyat west Papua,” ucapnya.

Pihaknya juga meminta kepada empat kepala daerah di Papua Pegunungan stop bersekongkol dengan para pecabut nyawa rakyat Papua.

“Stop selesaiakn kasus kemanusiaan dengan bayar denda. Kami  manusia Papua, bukan binatang,” katanya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *