Papua Tengah susun peta jalan pendidikan inklusif, bangun SDM unggul sejak dini

Foto bersama usai kegiatan workshop sebelum memasuki pembahasan. - Wagadei/Musa Dumukoto
Foto bersama usai kegiatan workshop sebelum memasuki pembahasan. - Wagadei/Musa Dumukoto

Nabire, WAGADEIPemerintah Provinsi Papua Tengah terus mendorong peningkatan kualitas pendidikan sejak usia dini, melalui penyusunan kebijakan yang inklusif, berkeadilan, dan sensitif terhadap kelompok rentan.

Komitmen tersebut tercermin dalam pelaksanaan Workshop Pengembangan Peta Jalan Pembelajaran Literasi Dasar dan PAUD Berkualitas yang Sensitif GEDSI (Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial) di salah satu hotel di Nabire, Papua Tengah, 10–11 Juni 2025.

Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik, Marthen Ukago, yang hadir mewakili Gubernur Papua Tengah Meki Nawipa.

Bacaan Lainnya

“Salah satu prioritas pembangunan Provinsi Papua Tengah adalah menciptakan sumber daya manusia unggul sejak dini. Dan tentunya untuk mencapai hal itu, pemerintah tidak bisa jalan sendiri, harus ada sinergi dari pihak lain, terlebih untuk masa depan anak-anak di tanah ini,” ujar Ukago membacakan sambutan Gubernur Papua Tengah.

Ukago juga menyampaikan bahwa tahun ini Pemerintah Provinsi Papua Tengah mulai mengambil alih dan mengembangkan SMA Negeri Meepago di Kimi, Nabire, sebagai sekolah model unggulan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

“Seperti yang saya sampaikan dalam Musrenbang Mei lalu, tahun ini kita akan mulai mengambil alih SMA Meepago di Kimi. Ini akan menjadi sekolah model unggulan di Papua Tengah, yang harapannya mampu memperkuat kualitas pendidikan menengah,” katanya.

Workshop ini didukung oleh UNICEF Tanah Papua yang menghadirkan narasumber dari kabupaten lokus, seperti Paniai dan Nabire.

Education Specialist UNICEF Papua Tengah, Pria Santri Beringin menegaskan, seluruh program ini adalah bentuk kolaborasi nyata dan kepedulian terhadap anak-anak, termasuk anak-anak penyandang disabilitas dan mereka yang tinggal di wilayah-wilayah terpencil.

“Kami hadir bukan membawa nama UNICEF, tetapi sebagai mitra untuk mendukung program-program prioritas pemerintah. Ini adalah tugas kita bersama untuk memberikan manfaat dan menolong lebih banyak lagi anak-anak di Papua Tengah,” katanya.

Ia juga menyampaikan penghargaan terhadap praktik baik dari Kabupaten Paniai yang berhasil menerapkan model PAUD Holistik Integratif (PAUD HI), serta apresiasi terhadap guru-guru di Nabire, yang terus menjalankan program penguatan literasi secara mandiri meski sudah tidak didampingi langsung oleh UNICEF.

“Praktik PAUD HI dari Paniai sudah kami tampilkan di forum Asia Tenggara tahun 2023. Ini bukti bahwa Papua Tengah punya potensi besar dalam pendidikan anak usia dini. Yang kami dorong bukan hanya layanan, tetapi kualitas layanan,” kata Pria.

Workshop ini menjadi ruang strategis bagi para pemangku kepentingan di Papua Tengah, untuk merumuskan peta jalan kolaborasi pendidikan yang konkret dan berkelanjutan.

Dia menyampaikan bahwa program mereka di Papua Tengah akan memasuki fase akhir pada 2026, sehingga diperlukan transisi peran dan penguatan kapasitas daerah agar seluruh inisiatif dapat terus berlanjut.

“Kami ingin dua hari ini menjadi momentum untuk menyusun peta jalan yang konkret. Ini bukan soal brand siapa, tapi soal kemuliaan menolong anak-anak Papua Tengah. Kami percaya, pekerjaan mulia ini tidak bisa dilakukan sendiri,” ujar Pria, mengajak seluruh peserta untuk memperkuat kemitraan lintas sektor.

Hadir dalam kegiatan ini antara lain perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi, Bappeda, Perhimpunan Disabilitas Indonesia, guru-guru PAUD, Bunda PAUD, serta pengelola yayasan pendidikan dari berbagai kabupaten se- provinsi Papua Tengah.

Kegiatan ditutup dengan harapan bahwa hasil workshop ini akan menjadi dokumen perencanaan daerah yang dapat dilaporkan kepada Gubernur dan menjadi acuan dalam pembangunan pendidikan Papua Tengah yang berkelanjutan, adil, dan inklusif. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan