Prabowo, Palestina dan Papua

Benediktus Bame, mahasiswa akhir Magister Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan Uncen Jayapura dan Pengurus Pusat PMKRI Sanctus Thomas Jayapura periode 2020–2022. - Dok. Penulis
Benediktus Bame, mahasiswa akhir Magister Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan Uncen Jayapura dan Pengurus Pusat PMKRI Sanctus Thomas Jayapura periode 2020–2022. - Dok. Penulis

Oleh: Benediktus Bame*

Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (Bdk. Mat 7:3).

Kata Yesus di atas mengingatkan kita, terutama Pemerintah Indonesia di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo, terkait rencana mengevakuasi seribu korban di Gaza, Palestina ke Indonesia.

Bacaan Lainnya

Langkah Prabowo mengevakuasi warga Palestina ke Indonesia memang baik, karena terkait kemanusiaan. Kemanusiaan memang tidak memandang siapa pun.

Namun, alangkah lebih baik lagi jika Prabowo melihat masalah kemanusiaan di dalam negeri, terutama masalah pengungsian di Tanah Papua.

Para pengungsi di Nduga, Intan Jaya, Tambrauw, Pegunungan Bintang, dan daerah lainnya di Tanah Papua, belum mendapatkan perhatian dari Presiden Prabowo. Terutama terkait pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kehidupan sosial-politiknya.

Presiden Prabowo, semestinya menuntaskan masalah Papua terlebih dahulu, sebelum mengurus masalah negara lain.

Memang langkah Prabowo patut diapresiasi, tetapi semuanya harus mempertimbangkan setiap aspek, terutama risiko politik.

Jangan sampai keputusan Prabowo mengorbankan rakyat. Apalagi peralatan perang Indonesia tak secanggih Israel.

Sedikit ke belakang terkait perang antara Israel dan Palestina, yang berlangsung selama beberapa dekade, dan merupakan salah satu konflik terpanjang dan sulit dipecahkan di dunia.

Sejarah Israel dan Palestina bermula dari zaman kuno. Kedua wilayah ini memiliki sejarah yang panjang dan kompleks.

Pada abad ke-10 SM kerajaan Israel didirikan oleh raja Saul dan dilanjutkan oleh raja Salomo.

Setelah kerajaan ini dibagi menjadi dua, yaitu Kerajaan Israel dan Kerajaan Yehuda, wilayah ini dikuasai oleh berbagai kerajaan, termasuk Kekaisaran Romawi.

Pada abad ke-16 wilayah Palestina dikuasai Kekaisaran Ottoman, sampai akhir Perang Dunia I. Kekaisaran Ottoman kemudian runtuh dan Palestina dikuasai Inggris.

Kekuatan Inggris telah berhasil mengeluarkan dukungannya, terhadap pendiri tanah air bangsa Yahudi.

Pasca Perang Dunia II gerakan Zionisme yang bertujuan untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina, semakin kuat pada 1947.

Semakin kuatnya gerakan Yahudi membuat PBB mengeluarkan Resolusi 181, yang membagi Palestina menjadi dua negara–Yahudi dan Arab. Akhirnya pada tahun 1948 negara Israel didirikan.

Kini pun terjadi perang antara Israel dan negara-negara Arab sekitar.

Perang Israel dan Arab pada tahun 1948 ini merupakan perang pertama antara Israel dan negara-negara Arab sekitar. Setelah pecah pada 15 Mei 1948, Israel mendeklarasikan kemerdekaan.

Beberapa negara Arab seperti Mesir, Yordania, Lebanon dan Suriah menyerang Israel, tetapi penyerangan tersebut tidak membuah hasil. Israel berhasil membentengi dirinya dari serangan negara-negara lawan.

Israel sudah menghadapi sejumlah perang dengan negara-negara di Timur Tengah. Perang pertama dengan Arab pada tahun 1948, kemudian dilanjutkan perang Israel-Mesir tahun 1956.

Tak hanya sampai di situ, Israel juga berperang dengan negara-negara di Arab sekitar, seperti Mesir, Yordania, dan Suriah pada tahun 1967.

Perang Israel dengan negara-negara Arab sekitar, Mesir dan Suriah pada 1973, dan pada akhirnya konflik pertama 1987–1993 bentrok Palestina terhadap penduduk Israel di Tepi Barat jalur Gaza.

Konflik kedua terjadi pada tahun 2005. Pemberontakan Palestina terhadap penduduk Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza, setelah pimpinan Israel Ariel Sharon berkunjung ke masjid Al-Aqsa.

Kunjungan tersebut akhirnya membuat pasukan Israel ditarik dari jalur Gaza.

Kemudian Perang Gaza tahun 2008 antara pasukan Israel dan Hamas di jalur Gaza. Perang antara kedua negara terjadi pada Desember 2008. Israel melakukan serangan udara ke Gaza.

Perang antara Israel dan Hamas di jalur Gaza tak pernah berhenti hingga saat ini.

Ulasan sejarah di atas menjadi catatan perang kedua belah pihak, yang berlangsung selama beberapa dekade, dan belum terselesaikan.

Perang kedua negara telah menjatuhkan ribuan korban nyawa, pengungsian, dan korban pembangunan infrastruktur.

Hingga kini upaya perdamaian kedua negara, belum membuahkan hasil yang maksimal.

Oleh karena itu, mengingat konflik Israel-Palestina yang belum terselesaikan, ditambah rencana Prabowo mengevakuasi warga Palestina ke Indonesia, perlu dipertimbangkan lagi.

Pemerintah Indonesia harus melakukan kajian mendalam atas konflik Israel-Palestina, terkait aspek sejarah, politik, agama dan ekonomi.

Kalau Pemerintah Republik Indonesia ingin mendamaikan Palestina dan Israel, maka seharusnya pemerintah Indonesia memberikan solusi yang tepat, agar konflik kedua negara telah usai dan upaya perdamaian tetap jalan demi kemanusiaan.

Di tengah hiruk-pikuknya persoalan tanah air, mulai dari efisiensi anggaran, kemiskinan, pengangguran, banjir, ekologi dan HAM, termasuk Papua yang menjadi isu seksi di kancah internasional saat ini.

Pengungsian kini menjadi bahan diskusi publik tanpa langkah penyelesaian.

Genosida di depan mata

Masalah kemanusiaan di Papua tanpa penyelesaian. Genosida terjadi di depan mata. Hutan dan sumber daya alam Papua dicaplok habis-habisan atas nama negara.

Perdamaian hilang seiring waktu. Hidup di Papua ibarat kucing dan tikus. Namun, Presiden Republik Indonesia hanya fokus mengurus masalah internasional dibandingkan urus masalah di sekitarnya.

Orang Papua menelan janji manis pejabat di Republik ini. Saat menang menjadi kepala daerah langsung lupa daratan.

Sampai kapan masalah Papua di bingkai NKRI diselesaikan? Sepuluh sampai dua puluh tahun ke depan jika pemerintah Indonesia tidak cepat menangani masalah Papua kemungkinan akan terjadi beberapa hal:

Pertama, orang Papua akan habis dan hilang di atas tanahnya sendiri; Kedua, segala hasil alama orang Papua perlahan-lahan dimusnahkan, dan Ketiga; kemerdekaan orang Papua dari NKRI.

Banyak faktor menjadi pemicu di Tanah Papua dan mengakibatkan orang Papua perlahan-lahan habis. Dominasi saudara dari Nusantara yang tinggi di Papua dan menguasai hampir semua sektor, seperti politik, ekonomi dan hutan, kawin silang, HIV-AIDS, konflik politik, sosial, dan lain-lain.

Hal ini semestinya menjadi pemicu dan kesadaran bagi Presiden Prabowo untuk menuntaskan masalah di Papua.

Dari ulasan di atas, penulis merekomendasikan beberapa poin, yang sedianya menjadi bahan permenungan serius;

Pertama, meminta Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto untuk menghentikan upaya mengurus Palestina dan Israel atau mengevakuasi korban Gaza ke Indonesia. Prabowo bisa mengevakuasi korban pengungsian di Papua, untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Itu sudah cukup. Sebab masalah Papua adalah masalah dalam negeri yang harus diselesaikan.

Kedua, Pemerintah Indonesia harus melakukan kajian mendalam untuk mengevakuasi warga Gaza ke Indonesia. Apakah mereka ini ke Indonesia akan kembali lagi ke tanah airnya atau tidak?

Ketiga, Pemerintah Indonesia perlu melihat masalah dalam negeri yang belum diselesaikan. Kemanusia di Papua juga menjadi perhatian, terutama masalah pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain-lain.

Keempat, sejarah di atas mengingatkan Pemerintah Indonesia bahwa Israel adalah salah satu negara dengan peralatan perang tercanggih di dunia. Di belakang Israel ada Amerika. Jika langkah Pemerintah Indonesia salah dan tidak mencermati geopolitik global, maka Indonesia bisa kena imbas dari Israel. (*)

*Penulis adalah mahasiswa akhir Magister Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan Uncen Jayapura dan Pengurus Pusat PMKRI Sanctus Thomas Jayapura periode 2020–2022

Pos terkait