Deiyai, WAGADEI – Sedikitnya 31 ribu siswa yang berasal dari satuan SD, SMP, SMA dan SMK SMA di Kabupaten Deiyai, Papua Tengah menggelar demonstrasi dalam rangka menolak program makan bergizi gratis (MBG) yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Para pelajar ini justru bilang mereka masih punya kebun untuk hidupi keseharian serta meminta program pendidikan gratis.
“Kami dengan tegas menolak makan bergizi gratis (MBG). Yang kami mau adalah pendidikan gratis, guru berdiri di ruang kelas dan mengajar kami,” kata kordinator aksi Yohanes Kotouki di halaman kantor Bupati Deiyai, Rabu, (26/2/2025).
Aksi para siswa itu dipusatkan di halaman kantor Bupati Deiyai langsung diterima oleh Pj Bupati Deiyai Elimelek Edowai, Pj Sekda Deiyai Melianus Pakage, Ketua Komisi A DPRD Deiyai Yason Edowai, Sekretaris Dinas Pendidikan Deiyai Mikael Edowai, Kapolres Deiyai dan Kepala Distrik Tigi Oktopianus Mote.
Yohanes Kotouki mengatakan, makanan bergizi adalah yang langsung diambil dari kebun, bukan hasil olahan pabrik seperti supermi yang disajikan dalam makan siang.
Sebagai bentuk konkrit orang Papua punya kebun dan pangan lokal yang bergizi, dalam aksi demontrasi para siswa ini justru membawa pangan lokal diantaranya ubi, sayur, bawang daun, buah neny, wortel dan lainnya lalu buat tumpukan di depan para pejabat.
Para siswa membacakan surat pernyataan penolakan MBG sebanyak empat poin. Yohanes Kotouki menegaskan, dengan melihat kondisi Kabupaten Deiyai maka pihaknya tolak MBG.
“Kami siswa dan siswi kabupaten Deiyai dengan tegas menolak makan bergizi gratis di kabupaten Deiyai,” kata Kotouki sambil bertanya kepada massa aksi, setuju? Ya setuju!.
“Kami juga menolak pemangkasan dana pendidikan dari Otonomi Khusus yang digunakan untuk membeli makan bergizi gratis,” kata Kotouki.
Pihaknya juga mendesak kepada pemerintah kabupaten Deiyai dan Provinsi Papua Tengah agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan melalui pengadaan guru kelas dan sarana prasarana pendidikan.
“Kami juga mendesak kepada pemerintah kabupaten Deiyai harus membuka perpustakaan dan taman membaca di setiap sekolah,” katanya.
Pj Sekda Deiyai Melianus Pakage yang menerima aspirasi mengatakan, semua pihak harus bedakan antara program pemerintah dan kebutuhan masyarakat, sebab MGB merupakan program pemerintah pusat untuk kebutuhan masyarakat sehingga dengan dibawanya aspirasi oleh para siswa maka pihaknya akan mempertimbangkan kedepan dalam penerapan program MBG.
“Ini program pemerintah pusat, bukan program pemerintah kabupaten Deiyai. Kalau kami pemerintah daerah yang buat, hari ini kita hapus. Tapi pemerintah pusat punya program apalagi sementara ini pemerintah pusat ada bentuk satu lembaga besar untuk tangani MBG tapi lembaga itu masih belum ada di Deiyai,” kata Pakage.
Nanti, lanjut dia, setelah lembaga yang menangani MBG ada di Deiyai pihaknya bakal mengajak semua pemangku kepentingan diantaranya pemerintah, DPRD, perwakilan siswa dan perwakilan orang tua siswa untuk bicarakan.
“Bagusnya seperti apa dalam penerapan MBG,” ucapnya.
“Tapi siswa juga sampaikan ke kami butuh guru, ternyata mereka mau guru yang mau mendidik siswa yang berdiri di depan ruang kelas. Ini menjadi bahan evaluasi bagi kita di pemerintah,” kata dia. (*)