Dari hari HAM 2024; Papua tanpa masa depan

Jayapura, WAGADEI – Perayaan ke-76 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember 2024, mengusung tema: “Our Rights, Our Future, Right Now”.

Melalui perayaan hari HAM, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) hendak menyampaikan kepada berbagai pihak tentang situasi Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua yang masih memprihatinkan, dan tidak mencerminkan masa depan yang lebih baik. Sejak pendudukan West Papua oleh Indonesia melalui resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 2504 tahun 1969.

“Selama lebih dari tiga dekade pemerintahan Indonesia di bawah rezim Soeharto, berbagai bentuk kebijakan represif diterapkan di Papua, dengan maksud untuk menumpas perlawanan rakyat Papua Barat, melalui pemberlakuan daerah operasi militer (DOM). Kebijakan lain dengan tujuan menerapkan dominasi sosial melalui migrasi dan transmigrasi ke Tanah Papua, penguasaan ekonomi baik sektor tambang, hutan maupun perikanan, telah menyebabkan orang Papua Barat terperangkap dalam kondisi kemiskinan,” kata Presiden Eksekutif ULMWP Menase Tabuni kepada wagadei.id, Rabu, (11/12/2024).

Situasi tersebut, lanjut Menase, semakin diperparah dengan layanan pendidikan dan kesehatan yang buruk sehingga menyebabkan tingginya angka buta aksara dan angka kematian yang tinggi. Arah kebijakan Indonesia terhadap Papua Barat, masih menunjukkan adanya segregasi sosial, dengan lebih memprioritaskan komunitas migran daripada orang Papua Barat.

Pasca runtuhnya rezim Soeharto pada Mei 1998, tuntutan pertangungjawaban terhadap kasus pelanggaran HAM di Indonesia termasuk di Papua Barat mulai mengemuka. Selama periode kepemimpinan baru pasca Soeharto di Indonesia, belum ada penyelesaian kasus HAM yang memberi rasa keadilan terhadap korban di Tanah Papua.

Dalam era kepemimpinan Prabowo Subianto saat ini, pihaknya menilai bahwa kondisi HAM di Papua Barat tidak akan mengalami perubahan yang signifikan. Prabowo merupakan cerminan wajah kepemimpinan Orde Baru yang anti kritik dan mengedapankan pendekatan militerisme.

“Prabowo pernah terlibat dalam operasi militer di Timor Timur (sekarang Timor Leste) dan operasi militer pasca pembebasan sandera Tim Lorentz di Mapenduma. Pembentukan Kementerian HAM dalam administrasi Prabowo, tidak lebih dari upaya pencitraan pemerintah Indonesia terutama Prabowo guna menghindari pertanggungjawaban hukum terhadap pelanggaran HAM di masa lalu,” ujarnya.

Menurut dia, Pemerintah Indonesia juga mempersiapkan argumen diplomasi untuk menghindari tekanan politik internasional terkait desakan atas kunjungan komisioner tinggi Dewan HAM PBB untuk melakukan verifikasi terhadap laporan pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.

Berdasarkan informasi yang dimiliki oleh ULMWP, lanjut dia, menunjukkan indikasi bahwa orang Papua Barat tidak memiliki masa depan yang baik Bersama dengan Indonesia. Hingga Desember 2023, Indonesia telah menempatkan 47.261 personil militer di Papua, sekitar 24 ribu personil telah dimobilisasi ke titik konflik yang masih bergolak.

Selama periode konflik antara 2017–2023, Dewan Gereja Papua melaporkan bahwa 63.490 warga telah mengungsi untuk mencari lokasi aman di kabupaten lain maupun ke Papua New Guinea. Sedangkan di sektor pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, sebanyak 23.830.632 hektar telah dijadikan sebagai area konsesi bagi 445 perusahaan yang mencakup mineral, minyak, gas, hutan dan perkebunan.

“Sejalan dengan tema Hari HAM Internasional 2024, maka kami ingin menyerukan kepada berbagai pihak agar mengambil langkah-langkah strategis untuk memperbaiki situasi HAM di Papua Barat,” ujarnya.

Pihaknya sangat siap mendorong kelompok solidaritas, pegiat dan pemerhati HAM agar membangun kerja sama dalam melakukan advokasi terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua Barat.
Menyerukan kepada anggota Dewan HAM PBB agar membentuk suatu Misi Pencari Fakta yang bertugas melakukan verifikasi terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua Barat, sejak pendudukan Indonesia pada awal dekade 1960-an hingga sekarang.

“Kami menyerukan kepada Pengadilan Internasional untuk mengadili para pelaku dan semua pihak yang terlibat dalam pelanggaran HAM berat yang terjadi di Papua Barat,” katanya tegas. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan