Tangani Papua tidak harus dengan kekerasan dan senjata, pembebasan Pilot Philips jadi contoh kunci

Nabire, WAGADEI – Tangani persoalan di tanah Papua tidak harus dilaksanakan dengan kekerasan dan tidak boleh ditangani dengan perlawanan senjata.

Bacaan Lainnya

Hal itu diungkapkan oleh Edison Gwijangge, mantan Penjabat Bupati Nduga ketika dihubungi melalui telpon selulernya, Senin, (23/9/2024) menanggapi pembebasan Pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens.

Edison Gwijangge merupakan satu-satunya orang yang negosiasi langsung dengan Egianus Kogoya, panglima TPNPB OPM daerah Ndugama guna membebaskan Philip Mark Mehrtens.

“Satu cara penanganan konflik yang kami lakukan untuk pembebasan Pilot Philips sebagai rujukan untuk semua orang di negara Indonesia, bahwa apabila terjadi hal-hal seperti (konflik atau sandera) ini tidak harus benturan kekerasan atau tidak harus pakai senjata,” kata Edison Gwijangge.

Gwijangge mengatakan, ia ditunjuk sebagai ketua tim negosiasi guna pembebasan Pilot Philip oleh Pj Gubernur Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo pada bulan Mei 2023 pasca Pilot Philips ditahan kelompok TPN-PB OPM di lapangan terbang distrik Paro pada 7 Februari 2023 lalu.

Edison bilang pembebasan Pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens, dari tangan Egianus Kogoya dan kelompoknya melalui pendekatan persuasif justru menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah Indonesia dan aparat penegak hukum.

“Semua itu harus dilakukanlah dengan hati di bawah kendali pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) yang dibackup oleh forkopimda, TNI dan Polri,” katanya.

Bupati lebih berkuasa ketimbang Satgas

Terkait pembebasan Pilot Philip, khayalak menghebohkan bahwa Satgas Operasi Damai Cartenz tahun 2024 yang datang ke markasnya Egianus Kogoya guna menjemput Pilot Philip. Namun isu itu Edison menepis bahwa dirinyalah yang jemput menggunakan helikopter.

“Jadi kemarin itu langsung dijemput oleh saya, seorang diri pakai helikopter. Saya pergi jemput Pilot Philip dari Timika ke Yuguru. Di bandara, saya arahkan masyarakat panggil ketua gereja dan kami dua arahkan masyarakat untuk serahkan kepada kami. Jadi tidak ada siapa-siapa, saya sendiri yang ambil dan bawa keluar ke Timika. Jadi aparat keamanan standby di bandara Timika saja,” ungkapnya.

Pembebasan Pilot Philip, kata Gwijangge merupakan bukti kepiawaiannya dalam kemanusiaan bahwa bupati lebih menguasai daerah ketimbang datangkan banyak satuan tugas (satgas).

“Jadi pemerintah pusat harus mendorong bupati sebagai kepala forkopimda untuk atasi persoalan di daerah. Itu harus diberlakukan di seluruh Papua, harus seorang bupati yang jadi pengendali daerah bukan satgas ini dan sangat itu,”

Ia menegaskan, datangkan banyaknya satgas justru memperkeruh situasi di tanah Papua. Ia harap hendaknya diberikan kepercayaan penuh kepada bupati sebagai kepala daerah.

“Satgas ini membuat permusuhan di daerah, tidak usah saja. Satgas boleh ada di daerah, kita memelihara kewenangan otonomi daerah, kita memelihara integritas bangsa, kita memelihara negara Indonesia, yang sekarang harus ditingkatkan adalah peran forkopimda,” ujarnya tegas.

Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz 2024, Brigjen Faizal Ramadhani melalui keterangan tertulis yang diterima Jubi mengungkapkan, keberhasilan tim gabungan TNI-Polri dan Satgas Damai Cartenz dalam upaya pembebasan Mehrtens mengedepankan upaya soft approach.

Strategi Soft approach dipilih Satgas Damai Cartenz karena masyarakat Papua adalah masyarakat yang menjunjung tinggi adat dan kekerabatan. Hal tersebut merupakan nilai-nilai utama dari masyarakat Papua, sehingga yang pertama kali perlu dilakukan oleh Satgas adalah mengidentifikasi hubungan relasi kekerabatan KKB.

“Soft approach penting dilakukan untuk meminimalisir korban jiwa dari aparat, masyarakat sipil, dan sekaligus menjaga keselamatan dari Pilot Philip,” kata Brigjen Faizal.

Ia menjelaskan, dari awal upaya pembebasan berlangsung, Satgas Damai Cartenz sudah melakukan proses identifikasi terhadap TPN-PB pimpinan Egianus Kogoya ini. Satgas melakukan profiling soal hubungan kekerabatan para anggota TPN-PB tersebut dengan para tokoh di Papua.

“Kemudian kami lakukan profiling secara adatnya bagaimana, siapa dia, orang mana, bapaknya dari mana, ibunya dari mana, dan ini penting identifikasi. Sehingga dari situ kami bisa memahami. Sehingga kami bisa mencari siapa sih yang mungkin bisa diajak bicara untuk jadi tim negosiator dengan kelompok Egianus,” jelasnya.

Setelah mengidentifikasi relasi tersebut, pihaknya kemudian memilih sejumlah tokoh untuk melakukan pendekatan soft approach terhadap TPN-PB. Di antara tokoh tersebut adalah Kapolres Timika AKBP I Komang Budiartha yang sempat menjabat sebagai Kapolres Nduga dan dan eks Pj Bupati Nduga Edison Gwijangge. Keduanya dianggap sebagi tokoh yang mampu menjalin relasi dan menjadi negosiator Satgas Damai Cartenz dengan TPN-PB dalam upaya pembebasan Mehrtens.

“Mereka cukup mampu berbaur dengan masyarakat dan diidentifikasi oleh KKB ini cukup bagus nih hubungan-hubungan kekerabatannya,” ujarnya.

Meski saat ini Philip Mark Mehrtens sudah berhasil dibebaskan, Brigjen Faizal menilai pada prinsipnya Satgas Damai Cartenz tidak bisa berdiri sendiri dalam menyelesaikan seluruh permasalahan di Papua. Pasalnya, Satgas Damai Cartenz ini adalah operasi kepolisian dengan strategi penegakkan hukum, sehingga perlu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan stakeholder lain dalam upaya penyelesaian masalah di Papua.

“Itu sebenarnya sudah dilakukan oleh Damai Cartenz, bukan hanya kita bekerjasama dengan teman-teman TNI atau teman-teman kewilayahan, tapi juga kita bekerjasama dengan pemerintah daerah, kita bekerjasama dengan tokoh adat, tokoh gereja. Karena tidak mungkin bisa sendirian, itu sudah pasti tidak bisa berhasil,” kata Faizal.

Tak ada bargenin pembebasan Pilot Philips, dibebaskan tanpa syarat hanya demi kemanusiaan saja.

Edison dan timnya ujung tombak

Edison mengatakan, sebagai Pj Bupati sudah berakhir bulan Mei 2024 namun lantaran sisi kemanusiaan dan cinta daerah terus menerus membangun komunikasi dan kedekatan dengan Egianus agar Pilot berkebangsaan New Zeland itu segera dikembalikan ke keluarganya.

“Jadi empat bulan ini saya kerja apa adanya demi daerah dan masyarakat tercinta. Karena saya punya akses dan pertanggungjawabkan kepada semua pihak,” ungkapnya.

Ia memulai pendekatan dengan cara membantu masyarakat di daerahnya dengan kapasitas sebagai ketua palang merah Indonesia (PMI) kabupaten Nduga.

Ia juga menjalankan perintah Pj Gubernur Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo bahwa bupati harus bertindak sebagai ujung tombak.

“Jadi kami (saya dan tim daerah) ini tim ujung tombak, yang membuat eksekusi segera terjadi,” ujarnya.

Keberadaan sejumlah Satgas di Papua, lanjut dia, merupakan kekuatan dari negara Indonesia sebagai benteng pertahanan.

“Jadi pembebasan Pilot ini perpaduan kami atau kerja semua pihak. Kami tim daerah tidak kerja sendiri. Kami kerja di bawah kordinasi mereka (TNI dan Polri), jadi kalau ada pernyataan dari Satgas Operasi Damai Cartenz bahwa mereka yang bebaakan itu kekuatan negara jadi silahkan,” katanya.

Ia menegaskan, pasca ditunjuk sebagai kordinator penanganan pembebasan Pilot Philip, pihaknya menetapkan Nduga sebagai daerah tertib sipil.

“Kami tetapkan Nduga sebagai daerah tertib sipil sebelum kami melakukan upaya-upaya pembebasan ini. Kami putuskan tertib sipil dengan SK Bupati Nomor 38 Tahun 2023. Masyarakat sipil di daerah-daerah itu masyarakat Indonesia, kita harus bantu dan kita harus selamatkan, tadinya Nduga daerah merah tapi sekarang kami bikin jadi daerah hijau. Kami (pemerintah) daerah juga ada. Kami punya kekuasaan di masing-masing daerah,” ungkapnya.

“Jadi apa yang kami lakukan ini (pembebasan Pilot), saya harap ini menjadi satu pelajaran baru supaya kedepan tidak melakukan dengan kekuatan senjata atau kekerasan, sebab integrasi bangsa sangat tidak bagus kalau diselesaikan antara senjata dengan senjata,” ujar Gwijangge.

Moderator Dewan Gereja Papua, Pendeta Benny Giay, mengatakan pembicaraan telah terjadi dengan pemerintah dan kepolisian setempat terkait rencana pembebasan.

Ia mengatakan, pihaknya bersama tokoh adat dan tokoh masyarakat juga turut terlibat sejak awal

“Iya memang benar, kami dari pimpinan gereja juga tokoh adat semuanya terlibat dalam negosiasi,” kata Benny Giay.


Terimakasih tuan Egianus Kogoya

Keluarga Phillip Mehrtens mengaku bersyukur dan juga lega akhirnya pilot Susi Air itu dilepaskan oleh kelompok Egianus.

“Dalam 19 bulan terakhir menjadi masa yang sangat sulit bagi kami. Kami berterima kasih yang sebesar-besarnya ke teman-teman, keluarga, dan komunitas atas kasih sayang dan kebaikan selama ini,” kata keluarga Mehrtens, yang dikutip dari keterangan Kemlu Selandia Baru.

Keluarga Mehrtens juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Egianus Kogoya dan kelompoknya.

“Kami juga berterima kasih kepada Jenderal Kogoya dan pasukannya karena telah menjaga Phil tetap aman dan sehat sesuai kemampuan mereka, dan karena telah mengizinkan Phil menyampaikan beberapa pesan selama periode ini untuk memberi tahu kami bahwa dia masih hidup dan baik-baik saja,” katanya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 Komentar