Bakar 3 unit rumah di kampung Wakia lantaran ‘kepala batunya’ Kakam dan perusahaan

Timika, WAGADEI – Pada hari Rabu (28/8/2024) malam, terjadi pembakaran rumah milik warga sipil suku Kamoro di kampung Wakia, distrik Kapiraya. Pembakaran diduga dilakukan oleh saudaranya suku Mee yang bermukim.

Bacaan Lainnya

Pembakaran rumah dipicu lantaran kepala kampung Wakia Frederik Warawarin dan pihak tambang emas PT. Zoomlion Indonesia Heavy Industry tidak mengindahkan hasil pertemuan DPRD Dogiyai dan Pemda Deiyai saat turun ke Wakia memerintahkan untuk tidak melakukan operasi pertambangan emas.

Baca: https://wagadei.id/2024/08/22/tapem-deiyai-serahkan-dokumen-tapal-batas-deiyai-mimika-ke-pemprov/

“DPRD Kabupaten Dogiyai melakukan kunjungan di tempat penembangan emas ilegal di kali Ibouwo, mereka minta supaya perusahaan tambang emas membatalkan, tidak boleh lakukan tambang saat pertemuan yang dilakukan di balai kampung Wakia, namun tidak diindahkan oleh pihak perusahan tambang emas dan sekelompok orang yang mengatasnamakan suku Mee dan Kamoro. Dan masyarakat emosi,” kata ketua tim penggerak penyelesaian kasus Kapiraya, kordinator Deiyai Hengki Anouw kepada media ini, Kamis, (29/8/2024).

Ia mengatakan, pada tanggal, (28/8/2024) di kampung Wakia distrik Kapiraya, mereka tidak terima dengan adanya penembangan emas di wilayah adat suku Mee.

“Kami menilai bahwa beberapa kali kunjungan dan pertemuan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Dogiyai dan Deiyai, kami anak adat suku Mee menyampaikan bahwa untuk sementara tidak mengizinkan perusahaan emas masuk di lokasi, karena sementara belum ada pernyataan kedua suku Mee dengan Kamoro. Tapi perusahaan tambang emas itu tabrak masuk tanpa seizin dari suku Mee,” ungkapnya.

Sehingga, lanjut dia, pihaknya menurunkan massa lalu melakukan pengusiran secara paksa kepada pihak pengusaha emas di kali Ibouwo.

“Dan terjadi kebakaran yang ada di kampung Wakia, termasuk rumah kepala kampung juga ikut terbakar disebabkan oleh penyebaran api dari alat berat yang parkir di pekarangan rumah,” katanya.

Tim penggerak penyelesaian kasus Kapiraya, kordinator Dogiyai Akulian Bouya mengatakan, sebagai orang adat pihaknya tidak pernah melakukan tindakan kekerasan terhadap warga kampung Wakia.

“Kami anak adat tidak mau dengan adanya perusahan atau pengusaha apapun yang masuk di wilayah ada suku Mee (Kapiraya) tanpa seizin kami suku Mee sebagai pemilik hak ulayat,” katanya.

Pihaknya mendesak kepada Pemkab Deiyai, Mimika dan Dogiyai segera atasi masalah tapal batas.

“Bila perlu dalam waktu dekat ini datang ke Wakia. Karena kami anak adat merasa bahwa kami dirugikan atas potensi alam yang ada di kawasan Kapiraya.

Bukan hal baru lagi

Pada hari Selasa 29 Januari 2023 sekitar pukul 12.12 WP, Kepala Kampung Wakia, Distrik Mimika Barat Tengah, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah kembali berulah.

Setelah sebelumnya diberitakan melakukan pungutan luar (Pungli) terhadap para pendulang, FW pada akhir Januari 2024 lalu dilaporkan mengejar warganya menggunakan parang.

Pengejaran dilakukan oleh kepala kampung tersebut membuat warga panik hingga berlari berhamburan menuju hutan dan kampung tetangga.

Pengejaran terjadi pada Selasa 29 Januari 2023 sekitar pukul 12.12 WIT berawal ketika adanya protes warga terkait satu unit alat berat atau eksavator masuk di Kampung Wakia yang dikerahkan oleh m kepala kampung.

Kepala Suku Kampung Wakia, Kosmas Roi Taponamo berniat melakukan komunikasi dengan baik namun saat itu emosi kepala kampung tak terbendung.

Kata kepala suku, saat itu kepala kampung sudah keluar ke lapangan dengan emosi memegang sebilah parang di tangannya.

Kelalaian Pemkab Mimika

Sejak tahun 2021 silam, tiga pemerintah kabupaten (Pemkab) diantaranya Deiyai, Mimika dan Dogiyai difasilitasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan tatap muka guna menentukan tapal batas kabupaten.

Namun kesempatan yang diselenggarakan di hotel Horizon Jayapura Kota itu tidak dihadiri oleh Pemkab Mimika, entah apa alasannya.

Kini, kampung Wakia atau sering disebut dengan nama Mogodagi, distrik Kapiraya ditemukan potensi sumberdaya alam (SDA) jenis emas. Salah satu perusahaan tambang emas PT. Zoomlion Indonesia Heavy Industry telah melakukan kegiatan pertambangan.

Masyarakat sipil terus menerus bersuara kepada ketiga pemerintah kabupaten agar segera menetapkan tapal batas antar kabupaten, namun hal itu tidak kunjung datang. Kini apa yang terjadi? Apakah pemerintah membiarkan masyarakat sipil tetap jadi korban ataukah segera atasi persoalan ini sebelum merembes ke mana-mana. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan