Polri sudah berusia 78 tahun, tapi penegakan hukum masih ‘kanak-kanak’

Jayapura, WAGADEI – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah merayakan hari jadinya atau HUT ke-78 Bhayangkara pada 1 Juli 2024. Pada momentum tersebut, banyak pihak memuji sejumlah kinerja yang positif yang berdampak pada masyarakat maupun ada juga yang mengkrik atas penegakan hukum yang dilakukan Polri di tanah Papua.

Salah satunya Pastor Izaak Bame, Pr yang selama ini bersuara terkait ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat sipil Papua.

Ia menegaskan, Polri makin tua namun penegakan hukum masih melenceng jauh dari harapan masyarakat Papua.

“Sudah berusia 78 tapi perilaku seperti seorang remaja usia 15-16 tahun. Masih mencari identitas diri dengan sejumlah perilaku aneh. Polri sudah berusia 78 tahun tapi kemampuan untuk menegakan hukum masih jauh dari harapan,” ujar Pastor Izaak Bame, Pr kepada wagadei.id, Rabu, (3/7/2024).

Hal tersebut diungkapkan sekaligus menyampaikan terima kasih kepada Usman Hamid adalah aktivis HAM, advokat dan direktur eksekutif Amnesty Internasional di koran Tempo.

“Terima kasih banyak pa Usman Hamid atas tinjauan kritisnya terhadap penegak hukum yang melanggar hukum. Saya Pastor Izaak Bame menyampaikan rasa hormat saya kepada Pak Usman Hamid selaku kordinator Amnesti Internasional Indonesia yang masih punya mata hati untuk melihat dan menilai dengan tajam kinerja Polri,” katanya .

Usman Hamid mengatakan, Indonesia atas komentarnya Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan sepanjang 2019-2023 terdapat sedikitnya 58 kasus penangkapan sewenang-wenang polisi terhadap 412 orang pembela HAM.

“Sejumlah jurnalis, aktivis buruh dan lingkungan, hingga petani dan nelayan juga ditangkap saat mereka menggunakan hak untuk berpendapat dan berkumpul,” kata Usman melalui keterangan resminya, Senin, 1 Juli 2024 dilansir Tempo.

Pastor Izaak berujar ternyata masih banyak masalah yang dialami masyarakat yang tidak ditangani dengan baik oleh pihak penegak hukum alasan klasik tidak cukup bukti.

“Petugas kurang dan seterusnya dicek-cek, ujungnya harus ada ‘amplop’. Maka hukum tidak bisa berjalan baik. Banyak kejahatan terjadi di mana-mana, Polisi tidak mampu memberi rasa aman kepada masyarakat,” ungkapnya.

Menurut dia, alasan klasik keamanan jadi tanggung jawab bersama. Pada hal Polisi telah ditugaskan okeh negara Indonesia untuk melindungi warga negara dengan baik dan bertanggung jawab.

“Bukan melukai hati warga negara. Sekali lagi terima kasih pak Usman Hamid karena menilai Polri pikiran dan hati jernih,” ujarnya.

kata Usman, aparat kepolisian mendominasi kasus-kasus penyiksaan terhadap warga sipil dalam beberapa tahun terakhir. Pada periode Juli 2019 hingga Juni 2024, Amnesty International Indonesia mencatat aparat Polri terlibat atas dugaan 100 kasus penyiksaan dengan 151 korban dari total 142 kasus dengan 227 korban.

Kasus yang masih dalam ingatan, pada 9 Juni lalu, publik dikejutkan dengan dugaan penggunaan kekerasan berlebihan dan penyiksaan polisi terhadap beberapa anak di Kota Padang, Sumatera Barat, dengan dalih penertiban wilayah dari aksi tawuran. Aksi itu berujung pada salah satu dari remaja berusia tiga belas tahun, meninggal dunia. Polri juga menyundut rokok dan memukulkan senjata kejut istrik terhadap anak-anak yang ditangkap dan dituduh melakukan tawuran.

“Pada Hari Bhayangkara ini Polri harus mengakui kalau mereka telah gagal dalam menegakkan hak asasi manusia,” kata Usman. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan