Kasus penembakan Yulianus Tebai tahap pemeriksaan saksi di PN Nabire, ini harapan keluarga dan Pansus DPRD Dogiyai

Nabire, WAGADEI – Yulianus Tebai, seorang anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah yang tewas ditembak salah satu anggota kepolisian dari Resort Dogiyai pada Sabtu (21/1/2023) siang kini telah masuk pada tahap sidang pemeriksaan saski di Pengadilan Negeri (PN) Nabire, Papua Tengah.

Penembakan diduga dilakukan oleh oknum anggota Polisi dari Polres Dogiyai yang notabene adalah anak buah dari Samuel D. Tatiratu selaku Kapolres Dogiyai, waktu itu kebetulan bersama di tempat kejadian perkara. Selanjutnya, perkara itu kini telah tiba masuk di acara pemeriksaan saksi fakta di PN Nabire. Dengan demikian, dalam fakta persidangan tersebut diharapkan pelaku dapat dihukum setimpal dengan perbuatannya.

Yulianus meninggal dunia di tempat kejadian persis di perbatasan antara kabupaten Dogiyai dan kabupaten Nabire tepatnya di Totoke Tagiya, kampung Tugomani, kabupaten Nabire dengan luka tembak di bagian dada yang tembus hingga ke belakang. Pada saat itu Kapolres Dogiyai Kompol Samuel D. Tatiratu juga berada di dalam mobil namun biarkan bawahannya menembak Yulianus Tebai yang berencana pergi ke kebun bersama saudarinya Marsela Tebai.

Wagadei.id telah mewawancarai keluarga korban yakni Marsela Tebai satu-satunya saksi mata, Pinititus Tebai ayah kandung, Matias Butu tokoh intelektual Dogiyai sekaligus penerjemah bahasa di PN Nabire, Daniel Tebai saudara kandung almarhum, ketua Pansus DPRD Dogiyai Yusak Ernes Tebai bersama anggotanya Bernardus Iyai dan kuasa hukum Yustinus Butu, SH. Sesuai dengan fakta penyelidikan dan penyidikan telah tergambar jelas bahwa penembakan terhadap Yulianus Tebai anggota Sat Pol PP Dogiyai diduga kuat pelakunya dilakukan oleh oknum anggota Polres Dogiyai sehingga adanya unsur kesengajaan.

Cerita awal dari rumah ke kebun, nyawa habis di tengah jalan oleh peluru tajam

Marsela Tebai, saudari kandung almarhum Yulianus Tebai yang juga merupakan satu-satunya saksi mata kepada wagadei.id menceritakan pagi itu ia bersama kakanya Yulianus telah merencanakan ke kebun yang berada di kampung Diyaikunu untuk mengambil hasil bumi demi kebutuhan pihaknya.

Pagi itu, almarhum Yulianus siapkan kendaraan dan mengisi bahan bakar mesin (BBM) sementara Marsela menyiapkan makanan sebagai sarapan sebelum ke kebun. Setelah Yulianus kembali ke rumah usai mengisi BBM sambil makan, sempat mendengar empat kali tembakan senjata di arah jalan raya Nabire – Dogiyai persis di arah kampung Gopouya.  

“Kami dua pagi itu mau ke kebun di Diyaikunu, dia pergi isi bensin sementara saya masih di rumah menyediakan makanan. Dia Kembali ke rumah mau jemput saya, kami dengar bunyi tembakan senjata sebanyak empat kali di sekitar kampung Gopouya. Bunyi tembakan terdengar jelas. Walaupun dengar bunyi tembakan itu tapi kami jalan saja karena dia (Yulianus Tebai) juga anggota Sat Pol PP di kabupaten Dogiyai. Kami dua jalan pakai motor, pas sampai di kampung Togomani, batas antara kabupaten Nabire dan Dogiyai. Kami melihat ada parkir truck berwarna kuning, ada juga parkir mobil mobil berwarna abu-abu, kami tidak bisa lewat,” ungkapnya sambil mencucurkan air mata.

Ia mengatakan, sesampainya di tempat kejadian korban melihat truck dan mobil namun kendaraan lain tak bisa lewat karena sempit, diapit dua kendaraan itu sehingga almarhum meminta izin kepada sopir dan polisi yang ada di situ, namun tanpa bicara dari dalam kendaarn dikeluarkan senjata dan langsung bunyi.

Karena itu takut, lanjut dia, langsung melompat ke belakang untuk berlindung sementara Yulianus membalikan motor ke arah Dogiyai guna balik ke rumah.

“Karena takut, saya lompat ke belakang untuk berlindung, tapi saya sempat lihat dia (Yulianus) membalikkan motor. Dia teriak, ‘adikku, saya terkena tembakan peluru senjata’. Tapi saya tidak menyahut karena saya juga takut dan saya tetap sembunyi tapi saya jalan pelan-pelan di semak-semak, lalu saya lari mau lihat dia,” ujarnya mengenang.

Sambil sembunyi-sembunyi, lanjut dia, berlarian mendekati almarhum di dekat patok batas Nabire – Dogiyai mendapati kakaknya telah jatuh ke tanah. Motor dan tubuh korban pisah, tak ada satu nafaspun yang dihembuskan, dalam sekejap ia telah tak bernyawa. Di tubuhnya didapati berlumuran darah, ada luka di bagian bahu belakang kiri dan ada juga luka besar di dada kiri mengeluarkan darah yang cukup banyak.

“Lalu saya tiba pas di titik patok batas Nabire dan Dogiyai, motor sendiri dan orangnya juga sendiri. Saya lihat, di baju itu banyak darah keluar, saya kaget. Saya kasih naik baju, di bahu kiri belakang ada luka kecil mengeluarkan darah, bagian depan ada luka sobek besar. Saya kasih naik baju begini darah terlalu banyak yang keluar. Jadi luka tembakan peluru senjata itu di dada bagian kiri cukup besar dan mengeluarkan darah banyak. Saya sedih dan menangis, saya peluk dia tapi dia tidak kasih tahu apa-apa, nafaspun memang tidak ada saat itu,” katanya.

Bantuan pengendara motor dari arah Dogiyai  

Ketika itu tak ada kendaraan satupun yang lewat, situasi sunyi dan sepi. Sementara pihak aparat yang mengeluarkan tembakan juga tak melihat korban. Ia mengatakan, ketika itu dia sedang menangis seorang diri namun tiba-tiba seseorang pemuda dari arah Dogiyai muncul dengan menggunakan motor.

Melihat kejadian itu, pengendara motor itupun berhenti lalu menanyakan, setelah dijelaskan pemuda itu langsung membantu Marsela ke Bomomani dengan tujuan memberitahu kejadian itu kepada keluarga maupun masyakarat lainnya.

“Saya minta tolong pengendara motor itu antar saya ke Bomomani untuk menyampaikan kejadian itu kepada keluarga dan orang-orang di sana agar diketahui. Lalu dia antar, saya sambil menangis ke kampung, saya tiba di rumah memang banyak orang, saya sambil menangis jadi mereka semua kaget dan tanya lalu saya menyampaikan hal itu,” cerita Marsela sambil menangis mengingat tragedi memilukan yang terjadi sekitar jam 11 siang.

Reaksi ayahnya mendengar berita kematian Yulianus

Pinititus Tebai ayah kandung alm Yulianus Tebai bercerita bahwa ketika kejadian itu dirinya sedang mencari kayu. Beberapa kali handphonenya berdering. Ia angkat lalu diperoleh berita duka bahwa anaknya yang ketiga itu baru saja meninggal dunia diduga ditembak mati oleh anggota Polisi menggunakan peluru besi.

“Waktu itu saya sedang kerja, hp-ku ada bunyi, ada adik laki-laki telpon lalu saya angkat hp. Dia bilang anakmu Yulianus baru saja ditembak mati oleh Polisi. Saya tarik nafas panjang, lalu saya duduk terdiam,” ucapnya.

Dia sudah mulai emosi sebab anaknya juga adalah salah satu anggota Sat Pol PP aktif di kabupaten Dogiyai namun ditembak tanpa ada alasan. Sambil menggenggam anak panah ia berjalan kaki sambil mengecek situasi di tempat kejadian yang cukup jauh.

“Saya ambil anak panah, saya berjalan kaki ada motor satu datang lalu antar saya ke tempat kejadian. Pas di tapal batas Nabire dan Dogiyai, saya benar-benar melihat anak Yulianus terbanting di pinggir jalan raya dan sedang mengeluarkan darah dari tubuhnya,” katanya.

“Saya langsung peluk dia, darahnya mengenai saya, cukup banyak,” ucapnya.

Selanjutnya, tubuh Yulianus dibawah ke Bomomani bersama-sama sejumlah anggota Polisi yang kebetulan sedang berada di tempat kejadian. “Lalu kami menuju ke Polsek Mapia, bukan ke Puskesmas Bomomani atau bukan juga ke RSU Dogiyai,” ujarnya.

“Pas kami tiba, Kapolsek Mapia sedang berdiri di depan kantor Polsek Mapia. Saya dengan dia kenal, jadi saya langsung bilang, saya akan bunuh kamu kalau tidak kasih tunjuk pelaku pembunuh anak Yulianus, baru dia (Kapolsek) tertawa saja. Waktu itu sedang dalam kondisi emosi atau marah jadi saya ungkapkan begitu,” kata lelaki berkoteka ini.

“Kami kasih naik jenasah di atas motor baru pulang menuju ke rumah. Jadi anak Yulianus ini anggota aktif Sat Pol PP, bagian dari pemerintah dan juga bagian dari anggota keamanan. Waktu itu ada ke kebun, dibunuh tanpa ada masalah. Saya tinggal di Piyaiye jauh sana, tapi karena anak Yulianus adalah anggota Sat Pol PP Dogiyai saya datang tinggal sama dia beberapa hari,” katanya.

Pelaku harus dihukum di Lapas Nabire dan ungkapan Irwasda Polda Papua

Ia meminta kepada majelis hakim PN Nabire agar memutuskan perkara tersebut dengan seadil-adilnya dengan semua bukti-bukti yang telah dilimpahkan bahwa jika diputuskan vonis maka dimasukan ke dalam Lapas Nabire bukan keluar.

“Harus divonis seumur hidup di Lapas Nabire. Saya juga akan datang lihat pelaku itu di Lapas,” ucapnya tegas.

Matias Butu, tokoh intelektual Dogiyai sekaligus penerjemah bahasa di PN Nabire mengatakan, jarak antara mobil yang mengeluarkan tembakan dengan motor korban sudah diukur oleh Irwasda Polda Papua, Brigjen Pol Alfred Papare, S.IK saat melakukan investigasi di tempat kejadian.

“Hasil dari ukur jarak itu Irwasda Polda Papua bilang lima meter berarti jarak yang cukup pendek sehingga saat itu pak Papare bilang bahwa ini tembakan mengarah. Dan ungkapan itu kami semua dengar saat itu. Dari posisi tembak itu, bisa meluncur ke bawah sehingga korban maju kedepan beberapa meter,” kata Butu.

Berkaitan dengan truck yang dibakar oleh massa, kata dia, sebelumnya berada di puncak tapi dikasih turun ke samping kiri. Truck sebelah kanan dan mobil yang keluarkan tembakan itu bagian kiri saling dempet.

“Kendaraan lain tidak bisa lewat. Jadi saat almarhum Yulianus dan saudarinya tiba memang tidak bisa lewat. Jarak dia kena peluru sampai dia mati itu juga Irwasda Polda Papua sudah ukur sekitar 30 meter. Polda Papua sudah melakukan investigasi, kemudian BAP sudah dimuat, apa yang disampaikan saudari perempuan dan bapaknya ini yang kami juga sampaikan di sidang pembuktian saksi di Pengadilan Negeri Nabire. Jadi saya sudah terjemahkan semua itu,” ungkapnya.

Namun penyampaian pihaknya dibela oleh kuasa hukum pelaku tapi dari keterangan yang disampiakan sudah meyakinkan semua. Tidak bisa dibantah. Selain itu, kasus ini sudah dilakukan investigasi oleh Komnas HAM Republik Indonesia dan Komnas HAM Perwakilan Papua.

“Jadi kasus ini paling pertama yang tercepat karena kejadian 23 Januari 2023 tahun lalu. Kami harap majelis hakim jangan pakai pasal karet untuk dibawah ke kasus kriminal biasa untuk meringankan pelaku. Karena bukan tembak peringatan atau melumpuhkan tapi ini langsung mengarah ke sasaran sehingga langsung meninggal dunia. Jadi kami mau pelaku ini diproses hukum sesuai dengan perbuatannya,” katanya.

Konsistensi tim Pansus DPRD Dogiyai dan Kapolres Dogiyai dimutasi setelah 3 hari kejadian

Yusak Ernes Tebai, ketua panitia khusus (Pansus) kematian Yulianus Tebai mengatakan, pihaknya masih konsisten terhadap kasus itu sebab terjadi pada siang hari dan telah menjadi perhatian banyak pihak diantaranya DPR Papua Poksus Otsus, LBH Papua, Komnas HAM Perwakilan Papua, Komnas HAM Republik Indonesia, tokoh HAM Indonesia Natalius Pigai, Polda Papua dan seluruh aktivis kemanusiaan.

Buktinya Komas HAM RI juga telah melakukan penyelidikan, termasuka Irwasda Polda Papua Brigjen Pol Alfred Papare serta banyak pihak. Pihaknya juga telah mendatangi pihak terkait di Jayapura dan daerah lainnya sehingga kasus ini telah berada di meja hijau.

Untuk itu dia bersama rekannya Bernardus Iyai mengatakan, dalam proses hukum yang berlangsung jangan pernah menggunakan pasal meringankan sebab sebab barang bukti telah mengarah ke hukum berat.

“Jangan pakai pasal meringankan karena pelaku harus diberikan hukum yang setimpal. Karena aparat, negara sudah kasih kepercayaan untuk melindungi dan mengayomi masyarakat tapi bukitnya tidak. Mereka sudah salah gunakan alat negara. Harusnya tahan dulu lalu tanya, tapi tidak pernah terjadi lalu langsung tembak mati,” ujar Yusak Ernes Tebai saat berbicara dengan wagadei.id.

Saat kejadian, kata dia, di dalam monil ada seorang Kapolres Dogiyai Samuel D. Tatiratu namun ia tak mampu mengarahkan bawahannya sehingga langsung mengeluarkan tembakan mengarah. “Harusnya arahkan anak buahnya tapi biarkan melakukan penembakan,” ucapnya.

“Selayaknya Kapolres ini juga haraus menerima hukuman yang berat. Kapolres tidak punya pikiran ketika itu bahwa harus atur anak buahnya, kami dari Pansus DPRD meminta kepada pihak penegak hukum bahwa mereka ini wajib dapat hukuman yang berat,” katanya tegas.

Selama ini masyarakat memandang penegakan hukum di negeri ini lebih memihak kepada kalangan atau kelompok kaya atau penguasa dari pada kelompok masyarakat miskin, Pansus DPRD Dogiyai meminta dengan hormat kepada majelis hakim bisa wujudkan dengan cara kebalikan  

“Hukum yang selama ini tumpul ke atas dan tajam ke bawah tidak boleh terjadi di dalam kasus ini, harusnya tajam ke atas dan tumpul ke bawah. Sebab seorang Yulianus bukan masyarakat biasa tapi dia adalah anggota Sat Pol PP Dogiyai, jadi dia juga bagian dari keamanan,” katanya.

Ia menegaskan, Kapolres Tatiratu punya kelalaian fatal yang dilakukan ketiak itu adalah yang melakukan penembakan adalah anggota Polres Paniai padahal nyatanya adalah anak buahnya sendiri dari Polres Dogiyai.

“Dia alihkan masalah ke orang lain. Awalnya dia katakana pelakunya adalah anggota Polres Paniai, setelah tiga hari kedepan Kapolres Dogiyai dimutasikan oleh Polda Papua. Kami pansus tanya Kapolda, kenapa orang yang punya masalah ini dimutasikan secepat itu, jadi yang sedang berurusan masalah ini dengan kapolres baru. Kapolda katakan bahwa dia harus ditarik, kalau dia masih di Dogiyai agar sulit, sehingga Irwasda dan Propam mereka tangani masalah ini serius,” katanya.

Daniel Tebai saudara kandung almarhum mengatakan, ketika itu ai sedang berada di Nabire. Keesokan harinya ia naik ke Dogiyai, kebetulan bertemu dengan Kapolres Dogiyai Samuel D. Tatiratu dan Bupati Dogiyai di kilometer 100.

Kesempatan itu Daniel menyampaikan bahwa Yulianus bukan anggota TPNPN OPM ataupun KNPB yang diberitakan sebelumnya melalui sejumlah media abal-abal dengan menggunakan narasumber dari kepolisian.

“Saya sebagai kakaknya sangat sedih, karena dia adalah polisi pamong praja apalagi dia tidak menantang. Jadi saya bilang polisi tolong klarifikasi dia bukan OPM dan KNPB tapi dia adalah anggota Pol PP. Dan bersyukur hal itu langsung Bupati yang bicara bahwa dia adalah anggota Pol PP,” kata Daniel.

Pelaku harus diberikan hukuman yang setimpal, keluarga dan seluruh masyarakat juga mau puas. “Hakim harus memutuskan perkara ini seadil-adilnya,” ucapnya.

Kesempatan itu ia menyampaikan kebiasaan di Dogiyai jika hendak cipta kondisi aparat selalu menggunakan sejumlah pemuda untuk memperkeruh situasi sehingga masyarakat yang jadi korban.

“Saya tahu di Dogiyai TNI dan Polisi selalu memanfaatkan anak-anak daerah untuk memperkeruh situasi, masyarakat pribumi maupun pendatang jadi korban, sudah lihat hasil too,” katanya.

Kuasa Hukum, Yustinus Butu, SH menambahkan kini sedang masuk dalam tahap sidang pemeriksaan saksi. “Saksi fakta ada lain belum diperiksa. Lebih rinci akan akan disampaikan setelah pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU),” katanya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *