Nabire, WAGADEI – Makna dari peringatan Hari Lahir Pancasila pada Sabtu, (1/6/2024) terbukti dapat mempersatukan keberagaman gelombang tantangan dan ujian sejarah, sehingga sampai dengan saat ini Indonesia terutama di Papua Tengah yang merupakan provinsi baru tetap berdiri kokoh dan tangguh sebagai daerah yang besar walaupun kerapkali dilanda persoalan.
Dalam momentum yang sangat bersejarah ini pemerintah Provinsi Papua Tengah melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) bekerjasama dengan Cendikiawan Awam Papua Tengah menyelenggarakan diskusi publik dengan topik “Papua Tengah Dalam Kebhinekaan” di Nabire.
Kepala Badan Kesbangpol Papua Tengah Thepilus Lukas Ayomi kepada wartawan mengatakan, hari lahir Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia yang tidak bisa keluar, sehingga setiap masyarakat yang mendiami suatu daerah di Indonesia pastilah mempunyai ciri kebudayaan dan pandangan hidup masyarakat yang perlu dilindungi, dihormati, serta dimajukan oleh negara.
“Memajukan Papua Tengah dengan masing-masing perhiasan hidup sendiri, budaya sendiri yang berbeda-beda, itu unik. Tapi kalau kita bicara Indonesia, maka kita tidak bisa lepas dari Pancasila. Pancasila sila itu alat pemersatu kita,” ujar Thepilus Lukas Ayomi usai diskusi.
Menurut dia, dalam diskusi tersebut pihaknya telah menemukan sejumlah pemikiran yang positif guna memajukan untuk Papua Tengah yang berbeda-beda ide tapi diikat dengan wadah Pancasila.”Ini di hari Pancasila untuk berkontribusi terhadap pemikiran yang bagus untuk membangun Papua Tengah lebih baik kedepan,” katanya.
Dalam diskusi tersebut persoalan keberadaan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang belum terdaftar maupun ormas yang menggunakan nama masyarakat Nusantara.
Ayomi mengatakan, terkait ormas merupakan wadah untuk kebebasan berkumpul dan berserikat itu diatur dalam undang-undang.
“Sehingga kebebasan berserikat dan berkumpul ini supaya tidak menggangu hak-hak orang lain, maka lahirlah undang-undang ormas. Nah di situ kita bisa berserikat dan berkumpul bersama,” ujarnya.
Ia sarankan jika ormas tertentu hendak melakukan hak berserikat dan berkumpul, maka wajib mendaftarkan diri kepada pemerintah agar jelas dalam prosedur.
“Kemudian di undang-undang ormas itu diatur supaya setiap ormas mendaftarkan diri kepada pemerintah, tapi ada ormas-ormas yang memilih tidak mau mendaftar diri. Ya itu tidak apa-apa, yang penting dia (ormas) tidak melanggar aturan kalau dia buat kegiatan. Umpanya ormas kegiatan terjadi ribut terjadi tindak pidana di situ nanti ditindak tegas secara hukum. Kalau dia mendaftar lebih baik karena dia bisa bekerjasama dengan pemerintah, kalau dia tidak terdaftar tetap berseberangan,” katanya.
Terkait nama masyarakat nusantara, ia mengatakan, nama nusantara meliputi seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke sehingga tak bisa digunakan nama itu secara sepihak.”Kalau Nusantara itu kita di Papua juga orang yang ada di dalam Nusantara,” ucapnya.
Ketua panitia diskusi dari Cendikiawan Awam Papua Tengah, Adriana Sehempa mengatakan, dilakukannya diskusi guna memberikan pendidikan politik kepada generasi muda sebagai bekal yang terkandung dalam semboyan negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
“Ini cita-cita kami dari masyarakat di Papua Tengah bahwa perlu adil dan makmur agar keseimbangan antara hak dan kewajiban dan menghormati hak orang sesama anak bangsa di Papua Tengah,” ujar Sahempa.
Dalam diskusi tersebut dihadiri perwakilan dari sejumlah ormas yang ada di Papua Tengah khususnya di Nabire diantaranya KNPI, Pemuda Katolik, GMNI, IKASMANSA, IKAL Adhli Luhur, Kompak 07, Komena, forum komunikasi perempuan nusantara, forum komunikasi anak cucu perintis kota Nabire dan sejumlah ormas lainnya.
Diharapkan dengan diskusi yang digelar ini akan ditindaklanjuti dalam bentuk forum group diskusi (FGD) yang akan membahas hal-hal yang yang terjadi di kabupaten Nabire sebagai ibukota provinsi Papua Tengah.
“Jadi bagaimana dalam perbedaan ini kita tidak menjadi sebagai pemecah tapi menjadikan satu keindahan karena kita mau akui bahwa Nabire ini adalah kota cerminan Indonesia kecil sebab seluruh suku bangsa ada di sini, sehingga dengan semua pendapat yang disampaikan oleh narasumber maupun peserta itu bisa menjadi bagian dari masukan kami kepada pemerintah untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan yang lebih baik lagi,” ujarnya. (*)