Jayapura, WAGADEI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke, Provinsi Papua Selatan dinilai gagal dalam menyediakan pasar yang mampu menjawab tantangan dan persoalan ekonomi saat ini, sehingga pedagang asli Papua siap berkonsolidasi untuk melanjutkan aspirasi ke Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Selatan.
Hal tersebut disampaikan Rika Debat, ketua pedagang mama-mama asli Papua dalam siaran pers yang di terima wagadei.id Jumat, (15/3/2024).
Rika Debat mengatakan, perjuangan mama-mama yang tergabung dalam Ikatan Pedagang Mama-mama Asli Papua (IPM2AP) kabupaten Merauke terus berlanjut kepada pihak eksekutor dan pengawas kebijakan di tingkat daerah.
Menurut dia, tahun 2023 melalui berbagai siaran pers telah dilakukan mama-mama namun tidak mendapat respon yang baik dari pemerintah daerah.
“Seperti yang kita ketahui bersama adalah mama-mama bukan hanya mengkritisi letak dan penempatan Pasar yang dinilai tidak strategis, tapi juga berkaitan dengan persaingan pasar hingga digitalisasi Pasar. Dengan melihat kondisi dan persoalan yang ada, kami mama-mama Papua telah berkomitmen dan siap berjuang menyampaikan aspirasi mereka,” katanya.
Pihaknya akan terus berjuang untuk mendapatkan pasar yang layak, belajar dari otonomi khusus yang sudah 21 tahun tapi tidak memerhatikan orang asli Papua khususnya mama mama Papua yang ada di Merauke.
“Kami mama-mama pedagang asli Papua yang sudah berjualan bertahun-tahun. Sekian lama semenjak Otsus di tanah Papua, namun tidak ada perhatian dari pemerintah daerah, terhadap kami mama-mama asli papua yang berjualan di pasar Mopa Merauke,” ujarnya.
Pihaknya juga meminta harus ada pasar yang layak untuk kami berjualan, kami minta harus ada pasar tradisonal. Sejak Otonomi khusus tahun 2001 pemerintah daerah tidak jawab aspirasi kami mama-mama Papua” kata Rika.
Ia adalah salah satu perempuan Papua Selatan yang juga menghabiskan waktu berjualan di pasar, juga sebagai ketua Ikatan Pedagang Mama-mama Asli Papua.
Ia mengkritisi terkait dua pasar yang sudah ada yang merupakan bantuan dari pemerintah pusat lewat Kementerian Perdagangan. “Sudah ada dua pasar yang telah di bangun oleh pemerintah namun tidak ada pembicaraan atau sosialisasi terhadap mama-mama Asli Papua terlebih dahulu,” katanya.
Ia menambahkan kedua pasar yang dibangun itu terkesan seperti pasar liar atau tidak sesuai. Rika turut menyarankan kepada pemerintah kabupaten Merauke seharusnya memiliki konsep pasar yang jelas dengan salah satu indikator adalah di pusat padat penduduk seperti lokasi pasar di belakang SMP Negeri 2 Merauke.
“Karena menurut saya, itu sesuai dengan konsep dan keinginan mama-mama Papua guna menjawab tantangan pasar hari ini,” ujar Rika.
Rika kemudian secara blak-blakan menyarankan pemerintah lebih fokus ke Pasar Mopah. “Sekarang pasar Mopah ini pemerintah bisa membantu menjadikan pasar ini menjadi pasar bagus (rehabilitasi) sesuai dengan permintaan mama-mama asli papua atau dengan konsep yang ideal,” katanya .
Aktivis Papua Selatan Yoseph J.K Minipko mengungkapkan pentingnya MRP Papua Selatan menyerap persoalan yang ada.
“Jika MRP tidak berinisatif maka Mama-mama harus siap datang di kantor MRP Papua Selatan untuk menyampikan aspirasi mereka dan Majelis Rakyat Papua Selatan berkewajiban mengawal aspirasi pembangunan pasar serta semua tantangan pasar yang ada kepada Pemerintah Daerah,” katanya.
Yoseph turut menggaris bawahi bahwa pemerintah seharusnya sensitif dan peka dengan setiap aspirasi mama-mama Papua.
“Seharusnya ketika ada suara-suara kritis dari mama-mama seharusnya didengarkan dan diajak dialog,” ujarnya.
Atas berbagai perjuangan mama-mama yang sudah dilakukan, Yosep mengajak semua masyarakat untuk turut serta dalam mengawal proses perjuangan mama-mama untuk mendapatkan pasar.
“Saya berharap dan mengajak seluruh masyarakat tokoh agama, tokoh adat, aktivis kemanusiaan, mahasiswa, organisasi masyarakat sipil serta semua unsur yang ada agar turut serta mendukung dan mengawal mama-mama asli Papua,” katanya. (*)