Jayapura, WAGADEI – Majelis Rakyat Papua Tengah (MRPT) merupakan lembaga kultural atau lebih luasnya membina pelestarian penyelenggaraan kehidupan adat dan budaya asli Papua, membina kerukunan kehidupan beragama dan mendorong pemberdayaan perempuan namun akhir-akhir ini Agama Katolik melalui Keuskupan Timika menilai lembaga ini telah dijadikan sebagai lembaga politik di pemerintahan Provinsi Papua Tengah.
Hal itu ditegaskan Administrator Diosesan Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo, Pr. Ia menyebut orang berebut kursi MRPT dengan cara yang wajar maupun tidak wajar. Oleh karenanya dirinya meminta agar pemerintah Provinsi Papua Tengah lebih baiknya menghapus saja Pokja Agama dan menggantikannya dengan Pokja Pemuda.
“Maka kami menilai, MRP Pokja Agama tidak cocok lagi, kalau perlu pemerintah ganti dengan Pokja Pemuda. Karena agama tidak bisa diklaim oleh suku tertentu dan kelompok tertentu, agama mesti berada di atas semua kepentingan,” katanya melalui keterangan pers yang diterima wagadei.id, Rabu, (27/9/2023).
Menurut dia, hal ini mengakibatkan lembaga agama sebagai pelindung dan penjaga nilai-nilai moral direduksi fungsinya menjadi sarana untuk merebut kekuasaan.
“Moralitas manusia tidak bisa lagi dikontrol oleh agama, karena fungsi ini diboncengi kepentingan politik,” ucapnya.
Atas situasi itu, pimpinan Keuskupan Timika ini mengatakan, Agama Katolik di wilayah kekuasaannya dengan tegas menarik diri dari keikutsertaan dalam MRPT periode pertama.
“Karena kami tidak mau turut serta meletakan fondasi yang tidak benar pada provinsi baru di Papua Tengah,” ujarnya tegas.
Kuayo bilang, pada Selasa 25 Juli 2023 lalu, sekitar pukul 16.30 WP, tim dari Pemerintah Provinsi Papua Tengah serta Pansel MRP telah melakukan pertemuan dengan Pimpinan Keuskupan Timika di Kantor Keuskupan Timika. Tim dari Provinsi Papua Tengah, yang berjumlah 10 orang tersebut dipimpin oleh Asisten I, Ausilius You.
Maksud pertemuan adalah Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan Pansel MRP Papua Tengah, ingin mendengar secara langsung dari Pimpinan Agama Katolik Keuskupan Timika terkait dengan nota keberatam dan pembekuan rekomendasi dari pihak Keuskupan Timika.
Saat itu pimpinan Keuskupan Timika mengungkapkan empat poin sebagai bukti protes terhadap kebijakan yang tidak menyentuh itu.
Pertama, berkaitan dengan proses seleksi MRP Papua Tengah yang tidak benar, Agama Katotik Keuskupan Timika telah menyampaikan keberatan, melalui Nota Keberatan yang dikirim kepada Pj Gubenur Papua Tengah tanggal 4 Mei 2023.
Kedua, karena Nota Keberatan tersebut tidak diperhatikan oleh Pemerintah Provinsi Papua Tengah maupun Pansel MRP Provinsi Papua Tengah, maka Agama Katolik Keuskupan Timika, melalui Pastor Yuvensius Tekege Pr yang dimandatkan untuk mengawal proses penjaringan calon anggota MRP pokja Agama Katolik menyampaikan surat pembekuan rekomendasi dari pimpinan Agama Katolik untuk semua kandidat utusan agam katolik.
Ketiga, pada tanggal 25 Juli 2023, pada waktu pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan Pansel MRP Papua Tengah di Kantor Keuskupan Timika, pimpinan Agama Katolik Keuskupan Timika, menegaskan lagi pembekuan rekomendasi dan menolak untuk ikut serta dalam keanggotaan MRP pada periode pertama, karena tidak mau turut serta meletakan fondasi, dasar yang tidak benar pada Provinsi Baru di Papua Tengah.
Keempat, kalau ada siapapun yang mengatasnamakan Agama Katolik dan berusaha mengaktifkan rekomendasi Agama Katolik Keuskupan Timika, maka pimpinan Keuskupan Timika menegaskan bahwa orang tersebut, tidak mewakili Agama Katolik Keuskupan Timika pada Pokja Agama. (*)