Oleh : Sepi Wanimbo
Robert Isir menyatakan: “Miras adalah virus ganas dan racun yang mematikan banyak jiwa lebih dari pada suatu peperangan, dan hal ini dapat meruntuhkan sendi-sendi bangunan sosial masyarakat Papua. Miras bukanlah budaya Papua; dan janganlah jadikan Miras sebagai budaya dan pembunuh orang Papua. Jika Miras tetap dilestarikan berarti suatu kultur baru yang akan sebagai virus ganas yang menimpa seluruh mayoritas generasi muda Papua yang sangat berbahaya dan membawa maut, bahkan terjadi reruntuhan nilai-nilai adat istiadat dan krisis iman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa” (Isir; 2005: Hal. 161).
Pada 1995, seorang petugas kesehatan dari anggota TNI (Purm) Suyitno pada waktu pulang ke kampungnya mengatakan kepada Demas Taime. “Kamu lihat dipinggiran jalan setiap pagi pada saat anak-anak ke sekolah. Dari sekian anak sekolah, anak Papua hanya dua atau tiga orang bahkan tidak ada. Yang berdiri di sana semua orang-orang pendatang. Saya minta kamu jangan minum minuman keras tulisan yang berlogo khusus Irian Jaya. Kamu juga jangan mengikuti Program Keluarga Berencana (KB). Itu semuanya hanya untuk memusnakan orang asli Papua dan digantikan dengan orang – orang Indonesia. Ada program Indonesia untuk mengislamkan Papua. Walaupun demikian, saya berdoa supaya kamu merdeka dan mengambil kembali tanah – tanah yang diambil oleh orang Indonesia. Numbay, 04 September 2012. Dr. Socratez Sofyan Yoman, MA. Otonomi Khusus Papua Telah Gagal, Hal: 201 tahun 2012.
Kita lihat kebelakan moyang orang asli Papua. Dulunya mereka tidak mengenal namanya minuman keras Miras sejenis Alkohol dan lain tetapi mereka hanya mengenal air putih, ubi, sagu, kelapa, ikan, sungai, laut, danau, gunung, lembah, rawa, goa, pohon – pohon, rumput berhijau dan buah-buahan. Hidup mereka saling menjaga, saling mendukung, sambil menikmati hasil kekayaan alam yang Tuhan kasih kepada orang asli Papua.
Hidup menikmati hasil dari olahan tanah sendiri maka nenek-tetek moyang orang asli Papua. Hidup umur panjang, postur badan gagah, cakap, ganteng, cantik dan kuat dalam aktivitas pelayanan dengan keluarga, gereja dan persekutuan lain.
Nama Miras ini moyang orang asli Papua. Tidak tauh tetapi sejak Belanda, Jepang, Australia dan Indonesia masuk menduduki wilayah Papua. Sejak itulah orang Papua mengenal namanya Miras berbagai jenis seperti, Alkohol, Bir, Whisky, Wiro, Vodka, Anggur serta buatan lokal seperti balo, air nenas dan saguer.
Realita saat ini kita lihat manfaat dari minuman keras Miras ini sangat kurang tetapi yang ada hanya korbang nyawa yang sangat besar nilainya terus meningkat dan nyawa orang asli Papua sia-sia hampir setiap hari, minggu, bulan dan tahun kecelakaan karena Miras, baku tikam karena Miras, bunuh diri karena Miras, dapar tangkap dari keamanan dan disiksa karena Miras, rumah tangga hancur karena Miras, sekolah putus karena Miras, ekonomi rumah tangga rusak karena Miras dan merusak kesehatan karena Miras.
Miras ini penyakit yang paling sangat berbahaya untuk menghancurkan masa depan, membunuh masa depan generasi, merusak kesehatan untuk masa depan, menyiksa diri untuk masa depan, dan memperpendek umur untuk bekerja bagi orang asli Papua.
Miras tidak membawa harapan masa depan, Miras tidak membawa suka – cita, Miras tidak membawa berkat, Miras tidak membawa keuntungan, Miras tidak membawa kesuksesan, Miras tidak membawa kebahagiaan, Miras tidak membawa harapan masa depan yang baik, Miras mempersulitkan masa depan, Miras menghilangkan harapan keluarga, orang tua dan gereja.
Meninggalkan minuman keras Miras supaya masa depan yang cemerlan, hidup diberkati oleh TUHAN hidup penuh dengan berkat, hidup selalu bahagia, hidup selalu damai, hidup selalu harmoni, hidup selalu semangat dalam pelayanan. Dan tinggalkan Miras sayang keluarga, sayang tubuhmu sebagai rumah Tuhan.
Dampak dari pesta minuman keras Miras saat ini sangat berbahaya yang kita bisa lihat angka kematian terus meningkat, angkat terkena virus HIV, 21. 529 lalu AIDS, 30. 601 jumlah total, 52. 130 ini data resmi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Papua tahun 2023. Dari data ini kita bisa lihat bahwa orang asli Papua. Hidup bukan sehat, meningkat tetapi hidup tidak sehat lagi dari dampak Miras dan seks bebas.
Dewan Adat Papua juga menyoroti permasalahan kesehatan “yang terkenal selama ini bahwa Tanah Papua merupakan kawasan yang memiliki penderitaan HIV/AIDS terbesar di Indonesia ini ancaman yang sangat serius terhadap eksistensi orang asli Papua” (2005 : Hal. 34).
Generasi muda Papua stop minum – minuman keras Miras penyakit yang sangat berbahaya, Miras bukan budaya orang asli Papua. Karena Miras menghilangkan nyawa, merusak masa depan, mengecewakan orang tua, membunuh diri sendiri dan merusak dalam rumah tangga.Sayang saudara jangan ajak Miras tetapi ajak jalan beribadah, cinta dengan sahabat jangan ajak pesta Miras tetapi ajak diskusi yang membangung, bangga dengan kecantikan, kegantengan jaga dirimu supaya menjadi terbaik dan contoh buat orang lain. Dan berhenti pesta minuman keras Miras itu hidup sehat, nyaman dan selalu damai dengan sahabat, keluarga, berdamai itu yang dirindukan oleh semua orang di negeri ini karena berdamai itu bersumber dari Tuhan.
Papua saat ini membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai kualitas diri yang tinggi, mempunyai integritas, komitmen, rendah hati pada TUHAN untuk membangun negeri ini. Maka kesempatan emas yang kami hidup sehat menjaga diri, mendekatkan diri kepada Tuhan supaya hidup jadi terbaik dan berguna buat banyak orang di tanah Papua.
Hadirlah kehidupan dan terang yang mampu mengalahkan maut dan kegelapan merupakan hakikat Allah Bapa. Lewat kehadiran dan segala seauatu yang dibuat-Nya, Allah selalu membangun kehidupan. Dan yang disebut kehidupan adalah dimana ada terang dan tiada kegelapan. Itulah cara Allah merawat kehidupan. Terang membuat kehidupan mampu bertahan dan terus berjalan.
“Janganlah kamu mabuk oleh Anggur/Minuman keras; karena Anggur/Miras menimbulkan Hawa Nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh kudus” (Efesus 5 : 18).Semoga catatan pendek ini memberikan pencerahan, kesadaran, penyedaran kepada semua orang di tanah Papua. (*)
*) Penulis adalah ketua umum DPD – PPDI PPP, DPD – PPKL dan AB PPP