Nabire, WAGADEI – Sejak kampus Universitas Satya Wiyata Mandala (Uswim) Nabire didirikan pada tanggal 6 September 2004, civitas akademika selalu menghasilkan sumberdaya manusia (SDM) dengan mewisudakan setiap tahun kurang lebih 300 hingga 500 orang.
Jika dihitung hingga tahun 2023, satu-satunya perguruan tinggi swasta (PTS) yang berkokoh di wilayah adat Meepago ini telah mencetak puluhan ribu orang asli Papua bahkan Indonesia. Namun kampus ini hingga kini mengalami kendala yang luar biasa yakni sejumlah sarana di lingkungan itu tidak layak disebut sebagai sebuah gedung. Apalagi sudah dua kali berturut-turut si jago merah melahap seluruh fakultas ilmu pemerintahan dan gedung perpustakaan.
Hal itu disampaikan Rektor Uswim Nabire, Dr. Petrus Izaach Suripatty kepada media mengatakan, selama ini delapan pemerintah kabupaten di kawasan Meepago tidak ada kepeduliaan terhadap saran dan pra sarana kampus Uswim, padahal sudah berulangkali menyampaikan keluhan yang dialami selama ini terutama saat dilaksanakan acara wisuda.
“Saya mesti sampaikan kepada pemerintah bahwa ini kita punya tanggung jawab bersama, kenapa harus saya yang tanggung jawab secara keseluruhan? Yang bantu hanya pemerintah kabupaten Nabire yang masih peduli, pak Bupati Nabire merespon kita dengan memberikan bantuan untuk mengatasi permasalah ini. Tetapi kalau dibandingkan dengan persoalan itu sangat jauh. Saya berusaha dengan kondisi yang ada tahun ini kita mau selesaikan minimal 80 persen,” ungkapnya, Sabtu, (12/8/2023).
Ia mengaku jika melihat kondisi gedung kampus yang kurang memadai ini pihaknya tak bisa menampung lebih banyak mahasiswa.
“Kita buat supaya bisa menampung anak-anak kita. Kita semua ketahui bahwa mahasiswa di Uswim ini 80 persen terdiri dari anak-anak asli Papua asal dari beberapa kabupaten di pedalaman yang latarbelakang orang tuanya pas-pasan,” kata dia.
Suripatty mengatakan, sejak ia menjadi rektor beberapa tahun lalu, sejumlah hal telah dilakukan guna meningkatkan kualitas kampus itu namun sering melenceng dari apa yang diperjuangkan. Sama seperti perjuangannya bertemu Pj Gubernur Papua Tengah namun tak berbuah hasil.
“Saya mau sampaikan bahwa kita sudah berbicara cukup jauh, saya juga sudah ketemu dengan ibu Pj Gubernur Papua Tengah tapi sampai saat ini tidak ada respon baik, padahal dalam laporan kami berupaya proposal itu bukan saja kekurangan gedung,” katanya.
“Memang saya sadar bahwa ini adalah perguruan tinggi swasta tapi kami mengasuh anak bangsa yang punya keterbatasan ekonomi yang seharusnya ada kepedulian tapi dari pemerintah memang nol. Tapi saya paham dengan UU Otsus yang direvisi tahun 2022 saya pikir ada celah yang pemerintah daerah bisa membantu perguruan tinggi swasta. Jangan menjadi pelengkap penderita saja,” ucapnya.
Jika kondisi ini berlaku, ia meyakini dengan berat bakal mengurangi penerimaan mahasiswa baru. “Kalau sampai tidak bisa membantu maka kita akan sulit dalam menerima mahasiswa baru dalam jumlah yang banyak,” ucapnya.
Menurut dia, pihaknya tetap membangun daerah dengan mewisudakan anak-anak Papua merupakan bukti peduli terhadap pemerintah. “Sekalipun partisipasi Pemda tidak ada, kami lakukan gerak moral,” ucapnya. (*)