Jayapura, (WAGADEI) – Kolaborasi Greenpeace Aliansi Masyarakat Adat Nusatara Sorong Raya (AMAN SR), AMAN Malamoi, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat mengelar nonton bareng (nobar) dan diskusi flim dukumenter Amber bertajuk “Perlukah DOB Papua untuk mensejahterakan OAP”.
Acara tersebut dilaksanakan pada Rabu (26/7/2023) di gedung Keik Malamoi, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Dalam flim dukumentar itu tergambar keluhan rakyat aksi Papua yang tidak diajak berdialog menentukan kebijakan dan arah pembangunan tanah kelahiran mereka, utamanya tentang kebijakan otonomi khusus (Otsus).
Menurut Nicodemus Wamafma, juru kampanye Greepeace, flim Amber merupakan hasil kolaborasi Greenpeace dengan TV Tempo yang menceritakan deforestasi yang terjadi di tanah Papua atas kebijakan pemerintah yang tidak berpihak terhadap masyarakat adat di tanah Papua .
“Orang Asli Papua (OAP) sudah geram dan melawan terhadap sejumlah kebijakan pemerintah di Papua yang tidak pernah berpihak pada masyarakatadat. Kebijakan tersebut di antaranya otonomi khusus, pemekaran daerah baru hingga masuknya investor asing yang menjarah kekayaan alam Papua. Termasuk jutaan hektare hutan adat mereka yang terancam deforestasi,” ujarnya saat menjelaskan tentang flim Amber.
Wamafma menceritakan konteks persoalan yang dihadapi masyarakat di Papua. Katanya, flim ini di ambil di tiga wiyalah berbeda dengan tujuan pemutaran flim tersebut untuk menyadarkan masyarakat yang ada di tanah Papua terlebih khususnya di Sorong untuk tetap mengaja tanah dan hutan adat mereka
“Dalam film ini memperlihatkan realita sebenarnya yang terjadi dan bagaimana problematika yang masyarakat adat di sana,” katanya.
Greenpeace menilai, kebijakan Otsus hanya menjadikan orang asli Papua sebagai objek eksploitasi. Pembangunan pemerintah tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat adat Papua, justru menjadi karpet merah buat oligarki. Apalagi setelah dua dekade Otsus, Orang Asli Papua tengah dihadapkan dengan pemekaran daerah otonomi baru (DOB) yang disahkan pemerintah pusat dan DPR di 2022.
Samuel Moifilit, pewakilan AMAN Sorong Raya mengatakan AMAN menilai, DOB akan berakibat pada deforestasi. Apalagi selama ini pembentukan DOB tidak transparan, dan mengabaikan kepentingan masyarakat adat Papua.
“DOB sendiri mengacam ekstensi masyarakat adat Papua terlebih khusus di orang Moi di Sorong ini. Yang mana pemerintah terus berikan ijin kepada perusahan perusak lingkungan,” katanya.
Sementara itu, Silas Ongge Kalami, ketua LMA Malamoi dalam sambutanya mengakatan kegiatan pemutaran flim ini sangat penting sehingga diharapkan akan terus dilakukan untuk menyadarkan masyarakat adat di tanah Papua.
“Generasi muda perlu untuk disadarkan tentang pentingnya hutan,tanah bagi keberlangsungan hidup,” ujar Kalami.
Nobar dan diskusi yang berlangsun sejak pukul 15:00 dihadiri oleh perwakilan DPR Papua Barat, mahasiswa,pemuda, dan berbagai organisasi. kegiatan tersebut diakhiri dengan deklarasi dukungan terhadap masyarakat adat suku Moi dari untuk menolak kehadiran PT. Hutan Hijau Papua Barat (HHPB) yang akan melakukan eksplorasi di wilayah kabupaten Sorong dan Sorong Selatan, Papua Barat Daya. (*)