Dua pekan lagi sidang putusan sela terhadap 3 pemuda Deiyai

Nabire (WAGADEI) – Sidang putusan sela terhadap tiga pemuda Agus Doo, Demia Doo dan Marselus Madai dari Kabupaten Deiyai yang didakwa lantaran diduga sebagai pelaku yang membakar puluhan kios di sekitar Waghete pada 12 Desember 2022 akhirnya ditunda pada 29 Maret 2023 mendatang.

Sidang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Nabire, Papua Tengah, Kamis, (16/3/2023) merupakan sidang dakwaan.

“Sidang selah ditunda hari Rabu 29 Maret 2023. Sidang tersebut ialah sidang pembelaan oleh kuasa hukum dari tiga orang yang diduga terlibat dalam pembakaran puluhan kios di Kabupaten Deiyai 12 Desember 2022 lalu,” kata Richardani Nawipa, kuasa hukum dari ketiga pemuda kepada wagadei.id.

Putusan sela (interim meascure) adalah putusan yang dijatuhkan hakim sebelum hakim memeriksa pokok perkara baik perkara pidana maupun perkara perdata. Biasanya putusan sela diberikan karena terdapat eksepsi dari terdakwa maupun penasihat hukumnya.

Nawipa yang juga sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Talenta Nabire ini menjelaskan, agenda tadi merupakan tanggapan atas dakwaan dari jaksa, maka jaksa tidak tanggapi hal itu.

“Misalkan soal alasan dari pemisahan, padahal ada dari jawaban pengacara, kenapa sampai adanya pemisahan ketiga orang ini. Padahal penyelidikan dari kepolisian itu mereka tiga adalah satu berkas atau satu perkara saja. Tapi tiba-tiba dari pengadilan itu mereka jadikan tiga. Hal ini jaksa tidak tulis dalam jawaban atas tanggapan,” kata Nawipa.

Ia mengharapkan, hakim jangan batasi dengan pasal atau kewenangan yang ada. “Biarkan dia terbuka, yang tadi pihaknya pengacara juga sudah ajukan tolong dicatat, maka soal alasan keberatan kita tim pengacara saya pikir itu,” ujarnya.

Pihaknya mau mengikuti apa yang jaksa tulis, sedangkan tidak sesuai dengan apa yang diajukan.

“Maka yang kita tanya itu tiga orang ini kenapa satu berkas kenapa jadi tiga berkas. Jaksa tidak tanggapi hal tersebut,” katanya tegas.

Keluarga korban yang juga adalah kepala suku Tigi Timur, Deiyai, Obaja Madai mengatakan, salah satu terdakwa tidak bisa berbahasa Indonesia sehingga perlu ada penterjemah setiap kali dilakukan persidangan.

“Ada anak kami yang tidak bisa berbahasa Indonesia, dan hanya bisa memakai bahasa daerah dari suku Mee,” katanya.

“Kalau kakaknya mungkin bisa sedikit bahasa Indonesia, tapi kedua adiknya ini bersama kami keluarga itu biasa hanya memakai bahasa daerah saja. Ini yang tolong dimengerti ya,” kata Obaja.

Ia menambahkan terkait sikap baik dari ketiga terdakwa bahwa mereka sekitar satu minggu sebelumnya telah berkelakuan baik kepada non Papua yang saat itu hendak dikejar oleh orang tidak dikenal (OTK) di Distrik Tigi Timur dekat rumah mereka.

“Kalau niat jahat itu ada dari mereka, pasti mereka tiga ini tidak selamatkan orang non Papua itu. Tetapi, kan mereka selamatkan bahkan motor milik non Papua yang hendak mau dicuri oleh OTK itu justru diamankan oleh mereka. Ini juga diketahui oleh pihak kepolisian dan korban non Papua itu. Kenapa mereka yang dituduh pelaku, padahal bukan oknum yang membakar puluhan Kios di Deiyai itu tapi ditangkap sembarang,” kata dia. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *