7 tahun diabaikan, pengungsi Nduga bangun posko darurat

Posko darurat pengungsi dari Kabupaten Nduga di Kampung Sekom, Distrik Muliama, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan. Setelah posko dibangun, pengungsi Nduga melakukan bakar batu pada Jumat (9/5/2025). - Wagadei/Yas Wenda.
Posko darurat pengungsi dari Kabupaten Nduga di Kampung Sekom, Distrik Muliama, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan. Setelah posko dibangun, pengungsi Nduga melakukan bakar batu pada Jumat (9/5/2025). - Wagadei/Yas Wenda.

Wamena, WAGADEI – Sejak tujuh tahun lalu masyarakat sejumlah distrik di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan, mengungsi ke daerah sekitar atau gunung-gunung. Salah satunya Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan.

Namun, sudah tujuh tahun lamanya, keberadaan para pengungsi itu seolah diabaikan. Hak-hak mereka tidak diperhatikan, mulai dari pendidikan dan kesehatan, hingga budaya dan hak-hak lainnya.

Pengungsian bermula setelah insiden 2 Desember 2018. Saat itu terjadi penyerangan dan pembunuhan, terhadap sejumlah pekerja proyek jembatan Kali Yigi, Distrik Yigi, di jalan trans Wamena-Nduga, sekitar kawasan Gunung Kabo, oleh pasukan TPNPB-OPM pimpinan Egianus Kogoya.

Bacaan Lainnya

Dampaknya sejumlah warga sipil kemudian mengungsi ke tempat yang aman di sekitarnya. Diantaranya Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan.

Mereka kemudian membangun posko darurat di Jayawijaya. Posko darurat pengungsi Nduga dibangun pada Jumat (9/5/2025) di Kampung Sekom, Distrik Muliama, Kabupaten Jayawijaya.

Posko darurat dibangun karena posko yang lama sudah rubuh. Posko tersebut berbentuk honai, ciri khas rumah adat orang Papua Pegunungan.

Begitu posko darurat selesai dibangun, para pengungsi itu melakukan bakar batu.

Pengungsi dari 32 distrik menyampaikan aspirasi kepada Kementerian HAM RI di Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Kamis (17/4/2025). - Wagadei/Yas Akia Wenda
Pengungsi dari 32 distrik menyampaikan aspirasi kepada Kementerian HAM RI di Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Kamis (17/4/2025). – Wagadei/Yas Akia Wenda.

Salah seorang pengungsi tak mau menyebutkan namanya kepada media. Dia mengaku sedang trauma, sehingga belum bisa pulang ke kampung halamannya.

“Kami belum bisa pulang, karena aparat TNI masih eksis melakukan operasi senyap di kampung kami,” kata pengungsi itu.

Dia bercerita bahwa dirinya bersama ribuan pengungsi lainnya bisa pulang, jika pasukan TNI ditarik kembali oleh negara, dari kampung mereka.

“Jadi, kami minta agar negara segera menarik kembali pasukan, yang sedang melakukan operasi senyap di daerah kami,” katanya, di sela-sela bakar batu.

Bakar batu dilakukan sebagai bentuk syukur, atas pembangunan posko darurat.

Bakar batu dihadiri salah seorang kepala suku, Sakius Lengka dan aktivis pembela HAM Papua Pegunungan Theo Hesegem, serta relawan untuk pengungsi Nduga bernama Raga Kogeya.

Raga Kogeya mengatakan, acara bakar batu hari ini, dilakukan posko pertama pengungsi yang berbahan terpal dan dahan-dahan kayu telah rubuh.

“Kami telah membangun kembali posko tersebut sebagai sebuah honai, sesuai budaya kami,” kata Kogeya.

Raga Kogeya berkata bahwa para pengungsi sangat membutuhkan fasilitas kesehatan. Banyak dari antara mereka yang menderira sakit di tempat pengungsian.

“Di sini banyak sekali anak-anak yang diare, amuba, kudis, cacar air, cacingan, sakit perut, sakit kepala dan lainnya,” kata Kogeya.

“Dengan demikian, kami membutuhkan pos pelayanan kesehatan di tempat pengungsian, petugas kesehatannya harus (orang) yang bisa mendengar dan mengerti kami,” lanjutnya.

Raga mengakui bahwa para pengungsi juga sangat membutuhkan air bersih, untuk kebutuhan makan-minum, cuci, mandi, dan lain-lain.

Raga berujar, setelah penyerahan pilot Susi Air Capt. Philip Mark Marthens di daerah Yuguru, pengungsi susulan mulai berdatangan hingga sekarang.

Pengungsian susulan terjadi karena ada operasi senyap di daerah Yuguru oleh aparat TNI.

“Mereka sangat kelaparan hari ini. Mereka butuh makanan. Saya berharap agar pemerintah Nduga bisa membuka mata untuk melihat hal ini,” kata Raga Kogeya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan