Melihat dari dekat Puskesmas Waghete

Kepala Puskesmas Waghete, Fransina Rumbiak Mote, S.KM. - Dok. Humas
Kepala Puskesmas Waghete, Fransina Rumbiak Mote, S.KM. - Dok. Humas

Deiyai, WAGADEI – Kepala Puskesmas atau Kapus Waghete, Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Tengah, Fransina Rumbiak Mote terus meningkatkan mutu pelayanan di puskesmas, yang dipimpinnya ini. Dia mempunyai beberapa strategi.

Pertama-tama dia meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan (nakes) dengan disiplin, dan memperbaiki fasilitas dan sarana pelayanan kesehatan.

Langkah-langkah ini dilakukan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Bacaan Lainnya

“Pertama tidak ada air. Air kan di dalam pelayanan kesehatan kan sangat penting sekali kan? Untuk cuci tangan, untuk pemeriksaan pasien,” kata Mote di Waghete, ibu kota Kabupaten Deiyai.

Fransina Mote baru sebulan pimpin Puskesmas Waghete. Namun, dia berupaya memperbaiki sejumlah kekurangan. Diantaranya saluran air agar tetap lancar.

“Sementara tukang lagi kerja memperbaiki pipa-pipa yang bocor,” katanya.

Mote juga menekankan kedisiplinan bagi para nakes di Puskesmas Waghete. Mereka harus hadir tepat waktu.

Dia bahkan memuji kerajinan para nakes. Mereka sudah berada di Puskesmas Waghete pada pukul 8 pagi. Bahkan ada yang datang sebelum pukul 8 pagi.

Setidaknya ada 23 pegawai di sini. Tenaga kontrak 12 orang, dua diantaranya dari Nusantara Sehat. Sedangkan tenaga cleaning service sebanyak delapan orang.

Mote tetap mendukung visi-misi Bupati dan Wakil Bupati Deiyai. Pertama-tama melakukan pemeriksaan kesehatan gratis, yang di-launching pada 28 April 2025.

Puskesmas Waghete memiliki dua tenaga dokter. Dokter umum dan dokter gigi.

Meski demikian, dia mengharapkan agar ada penambahan nakes. Diantaranya bidang gizi dan farmasi.

“Karena ada pun itu adalah tenaga kontrak yang didatangkan dari luar Papua, seperti Nusantara Sehat,” ujarnya.

“Kemudian kami usahakan ada alat pemeriksaan gigi supaya poli gigi jalan, UGD juga jalan. Kami di sini butuh dokter gigi. Kami punya dokter ada dua. Dokter umum, kemudian dokter gigi,” lanjutnya.

Puskesmas Waghete juga butuh tenaga rekam medik dan tenaga gizi.

Pasalnya tenaga gizi dan farmasi dari Nusantara Sehat. Itu pun masa kontrak mereka berakhir pada Juli 2025.

nakes puskesmas waghete
Para nakes di Puskesmas Waghete, Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Tengah. – Dok. Humas

Dia pun mengharapkan agar perawat maupun bidan mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR). Agar pelayanan sesuai standar Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

“Saya ingin pegawai yang ada di sini itu disiplin, kemudian perawat dengan bidan, saya mau mereka mempunyai STR dan SIP. Karena STR dengan SIP ini kan kalau kami tenaga kesehatan itu seperti SIM (Surat Izin Mengemudi), ya,” katanya.

Menurut dia, nakes di sini harus punya STR dan SIP. Jika tidak, maka mereka tidak bisa melayani pasien.

Selama ini, katanya, Puskesmas Waghete hanya punya poli umum dan poli anak, serta IGD yang berjalan. Maka dari itu, dia berharap agar semua poli dapat berjalan baik. Artinya, sesuai standar Kemenkes RI.

Dia juga mengharapkan agar Puskesmas Waghete akan dijadikan puskesmas rawat inap. Dengan demikian, ada pemenuhan fasilitas yang memadai. Seperti ruang rawat inap dan ruang bersalin.

Meski demikian, dia tidak menampik, bahwa menjadi puskesmas rawat inap butuh proses panjang. Karenanya, harus memiliki fasilitas memadai.

“Saat ini saya masuk di puskesmas ini dari nol. Tidak ada apa-apa, termasuk listrik. Jadi, saya berusaha memperbaiki ini dari tahap ke tahap,” kata Mote.

Mote mengaku masih berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Deiyai, untuk bekerja sama dengan stakeholder atau instansi di luar.

Dirinya telah menyurati sekolah-sekolah yang berada di wilayah pelayanan Puskesmas Waghete, untuk menjalin hubungan terkait pelayanan kesehatan.

Dia meminta data siswa. Karena pihaknya berencana memulai dengan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) pada Mei mendatang, untuk pemeriksaan kesehatan dan penyuluhan di sekolah-sekolah.

“Kami juga kemarin berbicara terkait screening penyakit tidak menular dengan penyakit menular, di kantor-kantor yang ada di wilayah kerja Puskesmas Waghete,” katanya.

Ada pun pembaharuan pelayanan di tingkat posyandu, tim posyandu tidak sendirian. Mereka akan turun bersama, baik bidan dan perawat, maupun tenaga igizi dan sanitasi.

“Setelah saya baru masuk dan tanya-tanya, ada berapa posyandu? Teman-teman bilang ada delapan posyandu. Jadi, akhirnya saya memutuskan, saya buat jadwal. Nanti mulai tanggal 5 (Mei) teman-teman turun posyandu,” katanya.

Tak hanya posyandu. Mereka juga akan mengadakan puskesmas keliling.

“Yang posyandu juga bisa melakukan pengobatan, kemudian yang kesling bisa langsung survei STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), kemudian yang gizi bisa mengecek anak-anak yang stunting untuk memberikan makanan tambahan,” katanya.

Dia mengatakan, untuk pengelolaan keuangan, terkait JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) pihaknya memakai sesuai juknis: 60 % untuk jatah medis, 40% untuk alkes. Kemudian untuk dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), Mote berupaya menjalankan juknis.

“Jadi teman-teman punya insentif UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) itu berikutnya saya akan bagi sesuai dengan kinerja teman-teman di lapangan. Karena dan BOK itu kan tidak membayar orang. Dia kan membayar kegiatan, program. Jadi berikutnya yang turun ke lapangan, berapa kali mereka turun, berapa pasien yang mereka pegang, itu yang akan dihitung,” katanya.

Petugas apoteker Puskesmas Waghete, Asri Masero mengatakan, setiap pegawai sudah dibagi tugas dan tanggung jawab, sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) masing-masing.

“Semua sudah ada, jadi bekerja sesuai dengan tanggung jawab kita masing-masing,” kata Asri.

Ance Degei, salah satu petugas loket Puskesmas Waghete memuji kepemimpinan Mote. Dia menilai bahwa Mote sangat komunikatif dan rileks.

“Sehingga ibu bisa terima kita. Apa yang kita butuh, ya, itu sudah yang kami komunikasikan,” kata Degei.

Dokter Valon Papalangi, yang sudah empat tahun bekerja di Puskesmas Waghete menyatakan, obat-obatan di sini sempat berkurang. Bahkan pasien harus beli di luar.

Kemudian peralatan untuk jahit luka juga tidak ada. Tidak ada listrik dan air.

Akan tetapi, kini banyak perubahan, mulai dari pelayanan hingga sarana dan prasarana.

‘Kemudian macam obat sudah mulai lengkap. Kemudian air juga sudah jalan. Sudah bisa jahit luka karena sudah ada alatnya,” kata dokter Valon.

Pihaknya juga berharap agar Dinas Kesehatan dan IFK (Instalasi Farmasi Kabupaten) turun ke Puskesmas Waghete, untuk memusnahkan obat-obatan yang kadaluarsa. (Adv/*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan