Oleh: Eman Bukamo Muyapa*
Di dunia yang serba digital ini terlihat banyak generasi muda, terutama generasi Papua terjebak doomscrolling, yang dampaknya hingga terganggu kesehatan fisik dan mental.
Doomscrolling membuat seseorang kecanduan terhadap media sosial yang berlanjut, hingga berjam-jam.
Doomscrolling adalah kebiasaan terus-menerus menggulir (scrolling) media sosial atau membaca berita negatif secara kompulsif. Seringkali terkait dengan krisis global, bencana, atau isu-isu HAM Papua, yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mental.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa zaman digital menuntut keaktifan kita, dalam membaca berita, melalui media sosial secara cepat dan aktif.
Namun, sepangkal artikel ini ingin memberi tahu para pembaca agar dapat mengantisipasi agar generasi muda Papua tidak terjebak dalam kondisi doomscrolling.
Berikut dapat dilihat beberapa dampak yang bisa dialami seseorang ketika terjebak dalam doomscrolling.
Kesehatan mental
Doomscrolling dapat menyebabkan kecemasan, stres, depresi, dan bahkan gangguan tidur.
Kesehatan fisik
Stres dan kecemasan yang disebabkan oleh doomscrolling dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, dan menyebabkan masalah kesehatan fisik lainnya.
Kecanduan
Doomscrolling dapat menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihentikan, karena orang menjadi terbiasa dengan sensasi yang ditimbulkan oleh berita negatif.
Penulis ingin memberikan catatan contoh yang mungkin kadang kala tidak kita sadari, bahwa kita sedang terjebak dalam doomscrolling.
Ketika kita menjelajahi media sosial dan dilakukan secara terus-menerus membaca berita tentang bencana alam, konflik, krisis kesehatan, atau masalah HAM di Papua tanpa henti. Ini adalah contoh dimana kita bisa mengalami doomscrolling hingga membuat kesehatan kita secara mental dan fisik terganggu.
Ingat bahwa kita adalah aset masa depan Papua, yang harus siap secara mental, fisik, dan akademik.
Bayangkan kita ingin memberikan kontribusi kepada pembangunan Papua, tetapi jika kesehatan kita terganggu hanya karena dampak dari doomscrolling, maka impian dan goal kita dalam membangun Papua, tidak bisa teraplikasi secara maksimal.
Mungkin ada yang bingung bagaimana cara mengatasi doomscrolling. Penulis menawarkan saran untuk bisa dilakukan. Salah satunya dengan beristirahat.
Selain itu, kita mesti menetapkan batasan, menggunakan aplikasi kesehatan mental, mempraktikkan kesadaran penuh, dan bersikap bijak dalam menggunakan media sosial.
Sebagai kesimpulan penulis ingin titip pesan dengan satu kutipan bahwa “It’s all about you versus you. You do yourself“.
Ingat ini semua kembali ke diri setiap individu, mesti membuat suatu boundary atau batasan agar tidak terjebak dalam doomscrolling di zaman yang digital ini.
Semoga artikel ini mengingatkan para generasi muda Papua, untuk berhati-hati dalam menggunakan media sosial dan agar tidak terjebak dalam kondisi doomscrolling. (*)
*Penulis adalah pemerhati generasi muda Papua