Nabire, WAGADEI – Protokoler pemerintahan dapat dikatakan sebagai garda depan dalam pelayanan terhadap pimpinan daerah entah Bupati dan Wakil Bupati maupun Gubenur maupun Wakil Gubernur serta menjaga martabat dan wibawa pimpinan. Kesan pertama suatu unit kerja di pemerintahan dapat dilihat dari pelayanan keprotokolannya. Baik buruknya citra unit kerja dan pimpinan daerah, tergantung pada pelayanan protokol yang ditunjukkan.
Keprotokolan pimpinan daerah UU Nomor 9 Tahun 2010, peraturan pemerintah nomor 39 tahun 2018 dan yang terbaru peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 tahun 2024,
Hal itu dikatakan Kasubag Protokol Bagian Administrasi Pimpinan Biro Umum Setda Provinsi Papua Tengah, Mikhaela Leonarda Lea Ena saat memberikan materi keprotokolan pimpinan kepada staf Humas dan Protokol Setda Kabupaten Paniai di Nabire, Senin, (18/11/2024).
“Keprotokolan itu bervariasi, tetapi kita ambil kata kuncinya yaitu aturan dan prosedur. Itu intinya protokol. Jadi kita harus tahu posisi kita berdiri ataupun tempat di mana pimpinan berdiri. Prinsip dari protokol, satu benar, dua baik dan tiga indah. Yang benar adalah regulasi keprotokolan tetapi tidak menyampingkan baik yang kita perlu perhatikan adalah adat istiadat, normanya, dan ketiga indah kita harus mengatur situasi, kondisi dan selera pimpinan,” ujar Mikhaela Leonarda Lea Ena.
Mikhaela mencontohkan dalam suatu acara yang menghadiri Bupati, di dalam keprotokolan Bupati lebih tinggi dari pemimpin kerukunan umat beragama, Bupati harus duduk di depan dan pimpinan umat beragama duduk di belakang atau berdampingan atau bisa disesuaikan dengan kegiatan yang berlangsung.
“Adat Istiadat, jika di dalam situ ada kepala suku, ada tua-tua adat dan perhatikan lagi tata duduknya mereka harus di belakang,” ucapnya.
“Di dalam keprotokolan itu mengatur tentang acara kenegaraan seperti pelantikan entah itu bupati, gubernur, eselon 1, 2, acara resmi seperti kunjungan kerja, kunjungan daerah setelah itu kita melihat tata tempatnya contohnya ketika pimpinan turun dari pesawat di mana kita harus menyambut, di mana kita harus berdiri, posisi di mana pimpinan berada,” katanya.
Terkait tata upacara seperti apel pagi, lanjut dia, upacara bendera, dan tata kehormatan tempat duduk unsur pimpinan itu tidak terlepas dari Master of Ceremoni (MC) pembawa acara, protokoler itu lebih banyak ke komunikasi, dan tepat waktu.
Fungsi protokol antara lain ikut menentukan terciptanya suasana atau iklim yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha, menciptakan tata pergaulan yang mendekatkan satu sama lain dan dapat diterima oleh semua pihak, walaupun mengandung unsur-unsur yang membatasi gerak pribadi, terciptanya suatu upacara yang khidmat tertib dan lancar, terciptanya pemberian perlindungan dan terciptanya ketertiban dan rasa aman dalam menjalankan tugas.
“Sebelum pimpinan ada, kita duluan harus ada di tempat. Namun kita harus pahami etika berkomunikasi, kita kejujuran, kecerdasan, kehormatan, tanggung jawab, kerahasiaan, sopan santun dan kehadiran,” ucapnya.
Kasubag Materi dan Komunikasi, Teguh Risal Prabowo mengatakan, di suatu unit kerja, pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari fungsi keprotokolan. Adanya kunjungan kerja pejabat negara atau pemerintahan, kegiatan atau acara pertemuan dengan berbagai unsur dalam organisasi atau lintas oraganisasi, bahkan kegiatan yang diadakan secara daring dikarenakan situasi pandemi tetap dibutuhkan sekali keahlian petugas protokol.
“Petugas protokol dituntut dapat memahami ruang lingkup keprotokolan yang meliputi tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan,” katanya.
Lanjut dia, mengingat urusan tersebut bukanlah perkara yang mudah, dibutuhkan keahlian dan kemauan yang sangat besar dari petugas yang ditunjuk mejadi petugas protokol. (*)