Makassar, WAGADEI – Forum Solidaritas Mahasiswa dan Pelajar Peduli Rakyat Papua (FSMP-PRP) menyuarakan penolakan terhadap program transmigrasi yang direncanakan Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Transmigrasi ke tanah Papua.
Dalam aksi damai yang digelar di depan Kantor DPRD Sulawesi Selatan, pada hari Jumat, (15/11/2024), massa aksi menyerukan bahaya program tersebut terhadap keberlangsungan hidup masyarakat adat Papua, serta dampaknya pada ekosistem Papua yang kaya dan unik.
Aksi ini dimulai dari titik kumpul di Fly Oper pada pukul 12.30 WITA dan dilanjutkan ke lokasi aksi di depan Kantor DPRD Sulawesi Selatan pada pukul 13.00 WITA. Massa aksi membawa spanduk dan poster berisi pesan penolakan terhadap kebijakan transmigrasi dan PSN di Papua.
Kordinator lapangan Efer mengatakan, bahaya program transmigrasi ke tanah Papua membawa berbagai ancaman serius bagi masyarakat adat, lingkungan dan keberlangsungan budaya setempat.
“Kehadiran kaum pendatang (migran) dalam jumlah besar ke tanah Papua berpotensi meminggirkan masyarakat asli Papua dari tanah adat mereka yang selama ini menjadi sumber kehidupan dan identitas budaya,” ungkap Efer dalam orasinya.
Dengan dominasi pendatang, lanjut dia, masyarakat adat dikhawatirkan kehilangan akses terhadap sumber daya alam, tanah dan hak-hak tradisionalnya, sehingga memunculkan ancaman nyata berupa genosida budaya serta marginalisasi ekonomi dan sosial.
Selain itu, transmigrasi ini juga memicu dominasi politik dan ekonomi oleh para migran. Pembukaan lapangan kerja melalui proyek strategis nasional seperti food estate cenderung lebih banyak memberikan manfaat kepada pendatang, sementara masyarakat asli Papua semakin terpinggirkan dari peran-peran penting dalam ekonomi lokal.
“Dominasi ini turut menciptakan ketimpangan yang semakin menggerus hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya,” ucapnya.
Dampak negatif lainnya adalah kerusakan lingkungan yang signifikan. Proyek transmigrasi sering kali disertai pembangunan infrastruktur besar-besaran yang mengancam ekosistem Papua, termasuk habitat flora dan fauna unik seperti burung cenderawasih dan kasuari.
Efer mengatakan, hutan-hutan yang menjadi paru-paru dunia semakin terancam oleh alih fungsi lahan, eksploitasi sumber daya alam, serta pembukaan wilayah baru untuk proyek strategis.
“Kerusakan ini tidak hanya merugikan masyarakat adat, tetapi juga menjadi ancaman global terhadap keberlanjutan ekologi dunia,” ujarnya.
Tanpa melibatkan partisipasi masyarakat adat dan kajian ilmiah yang mendalam, program transmigrasi ini dipandang sebagai kebijakan sepihak yang hanya akan memperburuk konflik sosial, menghancurkan lingkungan, dan mempercepat pemusnahan budaya masyarakat asli Papua.
Dalam aksi yang diikuti oleh sekitar 65 orang, FSMP-PRP menyampaikan enam tuntutan kepada pemerintah Republik Indonesia, diantaranya;
- Menolak program transmigrasi di seluruh tanah Papua.
- Menolak proyek strategis nasional (PSN) yang merusak lingkungan dan mengabaikan hak masyarakat adat.
- Menarik seluruh militer organik dan non-organik dari Papua.
- Membuka ruang demokrasi dan menghentikan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua di berbagai daerah, termasuk Makassar.
- Mengakui dan melindungi hak atas tanah adat masyarakat Papua.
- Membuka akses seluas-luasnya bagi jurnalis untuk meliput kondisi di Papua.
“Kami hadir untuk menyuarakan ketidakadilan yang dialami masyarakat adat Papua. Program transmigrasi ini hanya akan mempercepat penghilangan hak-hak kami sebagai orang asli Papua, sekaligus merusak lingkungan yang menjadi warisan dunia,” ujarnya.
FSMP-PRP menegaskan, perjuangan ini akan terus berlanjut hingga pemerintah menghentikan program transmigrasi dan mulai menghormati hak-hak masyarakat adat Papua secara penuh. (*)