Meki Nawipa: Kalau masyarakat Papua tolak transmigrasi, saya juga tolak transmigrasi

Nabire, WAGADEI – Calon Gubernur Provinsi Papua Tengah, Meki Nawipa dengan tegas menolak program transmigrasi dari Jawa yang hendak dikirim ke Papua oleh Kementerian Transmigrasi dalam Kabinet Merah Putih.

“Saya tolak program transmigrasi ke Papua, apalagi dikirim ke Papua Tengah. Di sini kami juga butuh hidup aman dan damai,” ungkap Meki Nawipa ketika tatap muka dengan koalisi partai politik, tim relawan dan masyarakat Papua di Nabire, Sabtu, (2/11/2024).

Hal itu diungkapkan secara spontan dalam sesi dialog dengan para pendukung dan masyarakat Papua Tengah terkait menjaga budaya dan tanah adat.

“Saya tidak pusing dengan program Presiden, tapi saya dukung pernyataan masyarakat Papua bahwa tolak transmigrasi ini. Stop transmigrasi ke sini (Papua),” ungkapnya dijemput tepukan tangan yang meriah.

Era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memiliki rencana untuk memperluas program transmigrasi ke Papua sebagai upaya pemerataan pembangunan di Indonesia.

Program ini, menurut dia, dapat mengancam kehidupan masyarakat adat Papua terutama dari segi penguasaan lahan, identitas budaya, dan hak atas tanah adat.

“Bukan pemerataan pembangunan, itu (program transmigrasi) justru genosida bagi kami orang asli Papua,” ujarnya tegas.

Selain Meki Nawipa, banyak pihak diantaranya mahasiswa, organisasi kemasyarakatan, pihak gereja Papua dan sejumlah elemen juga turut bersuara menolak program transmigrasi yang bermuara pada genosida orang asli Papua.

Sejak pertama kali diterapkan di Papua pada era Orde Baru, transmigrasi telah membuka jalan bagi peralihan lahan adat menjadi milik negara yang kemudian diberikan kepada para transmigran.

Program transmigrasi ke Papua pertama kali dijalankan pemerintah pada 1966. Saat itu, Papua telah empat tahun berada di bawah administrasi Indonesia, usai Perjanjian New York.

Transmigrasi itu berlangsung tiga tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) kontroversial yang mengesahkan integrasi Papua ke Indonesia.

Sejumlah anggota DPR Republik Indonesia daerah pemilihan Papua Tengah, Papua Barat Daya dan Papua Pegunungan juga sudah bersuara dalam rapat terhormat di Senayan.

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Komarudin Watubun mengingatkan Negara (Indonesia) untuk melaksanakan amanat UU Otsus Jilid 2 Papua. Dua hal utama yang disinggung Komarudin, yang menurutnya hingga saat ini masih menjadi permasalahan di Papua yang belum terlaksana yakni pembangunan infrastruktur di Papua yang harus gunakan APBN, bukan mengambil dari dana Otsus, dan 80 Persen pegawai di Papua harus diangkat dari Orang Asli Papua.

Hal ini disampaikan Komarudin pada Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, pada Kamis, (31/10/2024)

Komarudin Watubun juga mendukung keinginan masyarakat adat Papua bahwa program transmigrasi bertentangan dengan hukum adat di tanah Papua.

Menurut Watubun, kehadiran transmigrasi membuat masyarakat adat Papua bakal terpinggirkan di tanah mereka sendiri hingga menyebabkan hilangnya hutan dan tanah adat.

“Bahkan akan mengancam keberlangsungan hidup dan budaya mereka,” kata Komarudin Watubun. (*)

Pos terkait