Seruan Pastoral Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik se-Tanah Papua


“Kamu yang harus memberi mereka makan” (bdk. Mat, 14:13-21)


Bertolak dari homili Mgr. Yanuarius Matopai You, Uskup Keuskupan Jayapura, “Kamu yang harus memberi mereka makan”, kami menemukan bahwa Tugas memberi makan kepada orang Papua pertama-tama adalah tugas dan kewajiban pemerintah Indonesia. Akan tetapi tidak berarti gereja tinggal diam. Gereja harus menyerukan suara kenabian akan kebenaran, keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan khususnya di Tanah Papua.


Gereja yang memiliki pengaruh besar di masyarakat, khususnya di Papua dengan mayoritas penduduk beragama Kristen, memiliki peran yang sangat penting sebagai mitra pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan. Secara khusus dalam bidang Advokasi: Gereja sering kali menjadi suara bagi masyarakat yang terpinggirkan, memperjuangkan hak-hak mereka, dan mengawasi kebijakan pemerintah. Hingga awal Agustus 2024 ini, kami mencatat beberapa hal yang memprihatinkan di Papua dalam bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya.


Dalam bidang sipil, kekerasan di Papua telah bertransformasi dari insiden sporadis, sesekali, tidak teratur menjadi suatu sistem yang permanen dan terstruktur, berkelanjutan, terus-menerus, dan meluas. Awalnya, kekerasan fisik mendominasi, namun kini luka psikologis akibat tindakan sistematis di berbagai sektor kehidupan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari realitas di Papua. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan di Papua bukan hanya masalah keamanan, tetapi juga masalah kemanusiaan yang kompleks.


Dalam bidang politik, pemerintah Indonesia telah menerapkan strategi penguasaan politik di Papua yang ditandai dengan: Militerisasi: Penguasaan wilayah secara militer dan intervensi dalam pemerintahan sipil. Pembelahan internal: Melemahkan gerakan perlawanan seperti KNPB dan ULMWP serta memecah belah lembaga agama dan LSM.

Manipulasi politik: Mengendalikan lembaga-lembaga perwakilan seperti MRP, DPRD, dan kepala daerah agar tunduk pada kebijakan pusat. Peningkatan migrasi: Mendorong migrasi penduduk non-Papua untuk mengubah demografi dan melemahkan suara masyarakat asli. Penciptaan konflik horisontal: Memanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk menciptakan konflik internal di masyarakat Papua.


Dalam bidang ekonomi, eksploitasi sumber daya alam di Papua yang tak terkendali, terutama deforestasi dan perampasan tanah adat, telah memicu kampanye global ‘All Eyes on Papua’. Kampanye ini bertujuan untuk menarik perhatian dunia terhadap krisis lingkungan dan sosial yang dihadapi masyarakat adat akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan.

Hashtag #AllEyesOnPapua telah menjadi viral, menunjukkan kepedulian masyarakat internasional terhadap isu yang menyoroti ancaman terhadap hutan dan budaya masyarakat adat Papua.


Dalam bidang sosial, masyarakat Papua merasa termarjinalkan dan tak berdaya. Akibat berbagai permasalahan yang telah terjadi, masyarakat asli Papua (OAP) saat ini merasakan: Kehilangan harapan: Mereka merasa masa depan mereka tidak pasti dan suara mereka tidak didengar. Pelanggaran hak: Mereka merasa hak-hak dasar mereka, termasuk hak atas tanah, sumber daya alam, dan martabat, terus-menerus dilanggar.

Ketidakpercayaan: Mereka tidak percaya pada janji-janji pemerintah dan merasa dibohongi. Ketakutan: Mereka hidup dalam ketakutan akan kekerasan, konflik horizontal, dan ketidakstabilan. Keberdayaan yang terkikis: Mereka merasa kehilangan kendali atas kehidupan mereka sendiri dan tidak tahu bagaimana mengubah situasi.


Dalam bidang budaya, terdapat ancaman yang serius terhadap keberagaman budaya di Papua sebagai dampak dari bidang sipil, politik, ekonomi dan sosial seperti kelangsungan hidup masyarakat adat serta rusaknya nilai-nilai spiritual dan kultural yang terikat erat dengan alam, perubahan lanskap sosial dan budaya akibat migrasi besar-besaran penduduk dari luar Papua ke daerah ini telah mengubah lanskap sosial dan budaya. Dominasi budaya pendatang mengancam keberadaan budaya asli Papua, terutama di wilayah perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Akibat Konflik Sosial dan Politik, banyak pula tradisi dan upacara adat yang terbengkalai.

Selain itu, proses modernisasi dan globalisasi yang cepat telah membawa perubahan besar dalam gaya hidup masyarakat Papua. Akibatnya, banyak generasi muda yang meninggalkan tradisi dan nilai-nilai leluhur. Akhirnya, diskriminasi terhadap masyarakat adat Papua dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, telah menyebabkan rendahnya harga diri dan hilangnya semangat untuk melestarikan budaya.


Oleh karena itu, berdasarkan situasi sipil dan politik, ekonomi, sosial dan budaya di atas, maka kami SKP se-Tanah Papua menyerukan:
1. Hentikan Kekerasan dan Militerisasi: Akhiri segala bentuk kekerasan dan intervensi militer. Prioritaskan jeda kemanusiaan dan gencatan senjata.

2. Pulihkan Hak Asasi Manusia dan Demokrasi: Jamin kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berorganisasi. Tegakkan prinsip negara hukum dan akhiri impunitas.


3. Prioritaskan Kesejahteraan Rakyat: Kembangkan ekonomi rakyat yang berkeadilan, kurangi kemiskinan, dan distribusikan sumber daya secara adil.


3. Buka Ruang Dialog: Fasilitasi dialog politik yang inklusif untuk mencari solusi damai atas konflik.


4. Lindungi Hak Masyarakat Asli: Atur migrasi, cegah diskriminasi, dan lindungi hak-hak masyarakat asli Papua.


Demikianlah seruan pastoral ini kami buat sebagai bagian dari kerja advokasi kami SKP se-Tanah Papua dan berharap bahwa seruan ini menjadi perhatian semua pihak di Tanah Papua dalam usaha menciptakan suasana yang damai, adil dan berkeutuhan ciptaan bagi semua pihak.

Jayapura, 10 Agustus 2024
Salam dan Hormat Kami

RP Alexandro Rangga OFM,  Direktur SKPKC Fransiskan Papua
                                                  RD Lukas Lega Sando, Direktur SKP Keuskupan Agats. 
Saul Wanimbo, Ketua SKP Keuskupan Timika.
                                                       RP Heribertus Lobya, OSA, Direktur, SKPKC OSA Christus Totus Papua.
Elias Gobay, Sekretaris Komisi KPKC Keuskupan Jayapura.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *