Nabire, WAGADEI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah telah menemui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada hari Selasa, (23/7/2024) di Jakarta.
Rombongan wakil rakyat Dogiyai berjumlah 12 orang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Dogiyai Yulianus Boga ini diterima oleh Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Tapal Batas Kemendagri, Dr. Safrizal ZA di ruang rapatnya.
Ketua DPRD Dogiyai Yulianus Boga kepada wagadei.id mengatakan, pihaknya terbang ke Jakarta lantaran persoalan tapal batas kabupaten di distrik Kapiraya yang kini menjadi persoalan besar lantaran masuknya perusahaan ilegal yang beroperasi tambang emas.
Berdasarkan aspirasi dari masyarakat, mahasiswa, tokoh intelektual dan berbagai pihaknya sebagai DPRD kabupaten Dogiyai maka telah melakukan kunjungan ke lokasi penambangan emas ilegal di kali Wotai kampung Iyago, distrik Sukikai Selatan, kabupaten Dogiyai, kali Wakia, kampung Wakia, distrik Mimika Barat, kabupaten Mimika, distrik Kapiraya Atas dan kampung Mogodagi, kabupaten Deiyai, kami telah berdialog dengan aparat kampung Wakia, kepala suku Kamoro di kampung Wakia, masyarakat suku Kamoro di kampung Wakia, Wotai, Mogodagi dan Kapiraya Atas.
Pada dialog tersebut telah disaksikan oleh aparat kemanan Polsek Kokonau, Kapol Pos Kapiraya dan intel yang sedang dipakai oleh kepala kampung Wakia untuk mengamankan usah penambangan emas ilegal.
“Berdasarkan dialog dan pantauan terhadap emas ilegal dan kepemilikan emas hak ulayat lokasi penambangan telah menemukan beberapa lokasi penting yang menjadi perhatian secara serius dan segera untuk ditindak lanjuti itulah yang kami datangi Kemendagri dan sudah kami sampaikan langsung kepada Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Tapal Batas Kemendagri, Dr. Safrizal ZA hari ini di Jakarta,” ujar Yulianus Boga melalui selulernya.
Menurut dia, hal yang telah disampaikan kepada Kemendagri diantaranya secara administrasi pelayanan pemerintahan lokasi emas pertambangan terletak di antara kabupaten Mimika, Dogiyai dan kabupaten Deiyai yaitu kampung Wakia berada di distrik Mimika Barat Tengah, kabupaten Mimika. Sementara kampung Iyaago, dusun Wotai, kali Ibouwo antara distrik Mogodagi dan distrik Sukikai Selatan, kabupaten Dogiyai dan kampung Mogodagi berada di distrik Kapiraya Atas, kabupaten Deiyai.
“Yang kami sampaikan itu soal batas-batas wilayah dari tiga kabupaten ini dan soal hak pemilik tanah lokasi penambangan adalah kali Ibouwo bagian muara milik suku Kamoro dari Mimika,” ujarnya.
Usah penambangan emas bukan tambang tradisional rakyat melainkan mengunakan alat berat excavator tanpa surat ijin dari pemerintah.
Akibat adanya usaha penambangan emas ilegal dengan mengunakan alat berat telah merusak, pencemaran alam lingkungan hidup dan sedang merugikan masyarakat pribumi yang mendulang secara manual.
Depan Kemendagri, DRPD Dogiyai juga buka-buka pihak yang telah memasukkan alat berat yakni excavator tidak melalui musyawarah antara suku Mee sebagai hak pemilik lokasi penambangan emas ilegal, namun hanya bermusyawarah dengan suku Kamoro sebagai hak pemilik kali Ibouwo bagian muara.
“Hal ini sangat berdampak potensi terbesar atas perebutan lokasi hak pemilikan hak Ulayat dan tapal batas suku Mee dan suku Kamoro,” ucapnya.
Perusahaan penambangan yang masuk di kampung wakiya kali ibouwo merupakan wilayah kabupaten Dogiyai dan wilayah kabupaten Deiyai berdasarkan hak pemilik adat suku Mee berdasarkan keputusan pengadilan negeri kabupaten mimika nomor : 09/PDT.G/2005/PNtmk dan Pengadilan Tinggi Jayapura perkara perdata banding nomor : 48/Pdt./2005/PT.JPR pada tanggal 29 Januari 2008.
“Dengan adanya tambang emas ini berpotensi konflik horizontal di areal penambangan emas ilegal dengan memanfaatkan kesempatan oleh pihak lain dengan sengaja menciptakan kekacauan stabilitas keamanan sehingga sangat terganggu ikatan persahabatan, kekerabatan, persaudaraan, kerukunan dan kedamaian kehidupan yang membangun sejak misi katolik masuk dari Kokonau ke wilayah Mapiha, Kamuu, Tigi, Paniai, Meuwo dan Kayauwo,” katanya.
Usulan, rekomendasi dan tanggapan Kemendagri Yulianus Boga menegaskan, pertambangan emas ilegal tersebut bakal berdampak konflik sosial dan dampak pengrusakan lingkungan hidup yang timbul atas tidak ada tapal batas antara kabupaten secara resmi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, kepada Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Tapal Batas Kemendagri, Dr. Safrizal ZA, pihaknya mengusulkan sejumlah hal. Yang paling mendesak adalah Kemendagri hendaknya mengundang dan memfasilitasi pemerintah kabupaten Dogiyai, Deiyai dan Mimika untuk tertibkan jaminan kepastian hukum terhadap tapal batas antara ketiga kabupaten secara jelas dan tegas berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Dan pak Dirjen (Dr. Safrizal ZA) sampaikan bahwa dalam waktu dekat akan menyurat kepada Pj Gubernur Papua Tengah agar tengahi persoalan itu,” katanya menirukan ucapan Dr. Safrizal ZA.
Dr. Safrizal ZA sampaikan juga bahwa bulan Mei 2021 pihaknya telah memfasilitasi ketiga kabupaten kabupaten itu termasuk kabupaten Paniai di Jayapura agar bicarakan soal tapal batas, namun Pemda Mimika enggan hadiri rapat tersebut.
“Kami sudah buat rapat tapi Mimika tidak hadir saat itu di Jayapura,” kata Dr. Safrizal ZA.
Menanggapi itu, ketua DPRD Dogiyai Yulianus Boga menegaskan jika Pemda Mimika keberatan dengan biaya transportasi untuk datangi Nabire sebagai ibukota provinsi Papua Tengah, maka pihaknya bakal ke Mimika agar segera selesaikan tapal batas kabupaten tersebut.
“Kami tidak mau larut-larut, beberapa kali Pemda Mimika tidak indahkan undangan kalau besok Kemendagri dan Pj Gubernur Papua Tengah buat rapat lagi, tadi kami sudah usulkan kepada Kemendagri agar dipusatkan di Mimika. Biar kami yang datang ke Mimika saja,” ujarnya. (*)