Tuntut tiga Pos Militer segera dipindahkan
Intan Jaya, WAGADEI – Siapa yang tak tahu nama kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah yang selama ini menjadi daerah konflik senjata antara aparat militer yakni TNI dan Polri dengan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) sayap Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Serangan senjata antara aparat keamanan Indonesia dan TPNPB hamper setiap hari saling jual beli, dari serangkaian letusan senjata ini tak sedikitpun nyawa antara kedua kombatan menjadi korban meninggal dunia dan luka-luka.
Namun akhir-akhir ini situasi konflik bersenjata di Intan Jaya bukan lagi saling serang sesama pemegang senjata, namun moncong senjata mengarah ke warga sipil dan cukup banyak yang mati sia-sia tanpa ada perlawanan.
Nonton: https://youtu.be/1l205_x6q5k?si=SI1FKvSA4X_72YoN
“Bukan saling serang antara TNI Polri dengan TPN OPM tapi kami yang jadi sasaran, makanya kami datang aksi di kantor Polres Intan Jaya,” kata Paulina Belau dari perkumpulan perempuan Moni – Migani bersatu maju bersama melalui selularnya, Jumat, (26/4/2024).
Kasus terbaru di mana warga sipil jadi amukan ganasnya aparat keamanan adalah dua anak di Intan Jaya menjadi korban peluru ketika berlindung di dalam rumah, saat aparat keamanan Indonesia dari Satuan Brimob kontak tembak dengan TPNPB-OPM (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka) di Yokatapa, Sugapa, Kabupaten Intan Jaya pada Senin (8/4/2024) sekitar pukul 2 siang.
Ronal Ronaldus Duwitau, siswa Kelas VI SD Ipres Yokatapa di Distrik Sugapa, berumur 13 tahun, kelahiran Yokatapa, 25 Oktober 2010. Ia tewas di dalam rumah setelah peluru menembus dinding rumah tempat ia bersama keluarga mengamankan diri. Peluru itu mengenai kepalanya hingga tewas seketika.
Anak lainnya, Nepina Duwitau, baru berusia 6 tahun dan belum bersekolah. Ia kelahiran Yokatapa, 16 Maret 2018. Peluru mengenak telapak tangan kirinya menyebabkan ia kehilangan jempol tangan kirinya. Ia selamat dan harus dirawat di rumah sakit.
Melihat dinamika ini, perkumpulan perempuan Moni – Migani bersatu maju bersama melakukan aksi spontan di kantor Polres Intan Jaya yang berada di distrik Sugapa pada Kamis, (24/4/2024). Aksi yang dikoordinir oleh mama Paulina Belau dan Regina Belau ini mempertanyakan keberadaan pos militer di tiga tempat yang notabene Kawasan permukiman warga, diantaranya pos TNI di Migata Titigi, pos Brimob di samping Bank Papua atau depan pasar rakyat Yogatapa dan pos Brimob Tigamjidi dekat jaringan Telkomsel.
“Ketiga pos militer ini kami minta dengan hormat kepada bapak Kapolres Intan Jaya segera pindahkan ke tempat lain, kami minta segera kosongkan,” ungkap mama Paulina Belau di hadapan Kapolres Intan Jaya. Penyampain itu diperoleh media ini dalam sebuah rekaman video.
Menuru dia, mama-mana Intan Jaya menyerakan aspirasi ke Polres Ingtan Jaya sekaligus mengungkapkan berbagai perasaan ketidaksenangan terhadap tiga pos militer POS TNI yang ada di tengah Masyarakat.
“Karena adanya TNI dan Polri di Tengah Masyarakat slelau terjadi korban masyarakat sipil, ada juga korban anak sekolah umur enam sampai 12 tahun. Ada juga orang mono (telingan tuli) ditembak mati. Kami hidup dalam suasana serba salah, kalau salin tembak antara TNI Polri dan TPN OPM pasti ujung-ujungnya kami warga sipil yang ditembak bahkan mati di tempat,” ungkapnya.
Pihaknya berharap masyarakat setempat bisa beraktivitas degan baik tanpa ketakutan dan anak-anak sekolah serta guru bisa belajar seperti biasa tanpa ketakutan. Kemudian semua pegawai kantor maupun pegawai yang lain juga bisa beraktivitas bebas melayani masyarakat.
“Masyarakat dari semua kampung datang di kota Yogatapa tanpa ketakutan. Ini tanah kami tapi mama-mama takut ke kebun karena takjut ditembak atau dianiya, anak-anak takut ke sekolah, apalagi bapak-bapak pasti dituduh sebagai mata-mata dari pihak sebelah,” katanya.
Respon Kapolres Intan Jaya dan Kasatgas Humas ODC 2024
Menanggapi pernyataan perkumpulan perempuan Moni – Migani bersatu maju bersama, Kapolres Intan Jaya AKBP Afrizal Asri langsung memberikan tanggapan. Kapolres Intan Jaya yang dikonfirmasi membenarkan adanya aksi spontan tersebut.
“Iya benar,” katanya jawab pertanyaan melalui pesan WhatsApp.
Menurut dia, tuntutan para perempuan Intan Jaya sebanyak tiga pos militer diminta pindahkan, yakni pos di samping bank BPD, pos dekat tower telkomsel dan pos Titigi.
“Tentunya hal ini harus kita bicarakan lago dengan Penjabat Bupati dan semua Satgas yang ada, karena pos-pos tersebut berada di titik-titik rawan seringnya gangguan dari kelompok KKB dan juga berada di samping objek vital speperti Bank Papua yang selama ini sangat terbantu masalah keamanannya dangan adanya pos aparat kamung di sampingnya,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya masih menunggu Pj Bupati kapan akan naik ke Sugapa untuk dibicarakan masalah melalui rapar kordinasi Pemda dengan seluruh aparat kampung yang ada di Sugapa, Intan Jaya.
Kapolres sampaikan keberadaan pihaknya lantaran kambimtas Intan Jaya yang tidak kondusif, sehingga pemerintah pusat berinisiatif hadirkan TNI dan Polri entah organic maupun non organik.
Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz (ODC) 2024, AKBP. Bayu Suseno yang dikonfirmasi meminta wartawan Jubi untuk bertanya lebih dalam kepada Kapolres Intan Jaya.
“Bernan tanya ke Kapolres Intan Jaya ya bang. Karena itu bukan tigas satgas ODC,” katanya melalui pesan WhatsApp.
Imam Katolik Intan Jaya dampingi mama-mama
Pastor Yosep Bunai, Pr, imam agama Katolik dari Dekenat Moni – Puncak Jaya, Keuskupan Timika yang ikut mendampingi mama-mama Moni-Migani kepada Jubi ia berbicara sebagai gembalanya ikut rasakan apa yang disampaikan sebab hal itu adalah kenyataan yang terjadi di Intan Jaya selama ini. Ia juga menyampaiakan semua hal itu kepada Kapolres ketika diserahkan aspirasi.
“Maka itu, saya hadir sebagai perempuan Moni – Migani walapun saya pastor laki-laki. Karena apa yang dirasakan mama-mama saya ikut rasakan dan ikut korban di dalam situasi itu. Mau kunjungi ke Stasi, atau kunjungi pendidikan tanggung jawab kami seperti YPPK yang ada di wilayah paroki kami dalam ketakutan,” kata Bunai.
Pator Paroki St Fransiskus Tititi Intan Jaya ini mengatakan, sebagai pimpinan agama yang bertanggung jawab atas umatnya mencerikan setiap masa Paskah dan Natal sebagai hari besar umat Katolik seluruh dunia selalu saja terjadi terjadi kontak senjata.
“Stop, hargai kami. Kami mau merayakan hari raya besar kami. Stop menganggu kami, pendidikan kami di tempat ini, kami mengajar anak kami berbahasa Indonesia tetapi TNI dan Polri dianggap pendidikan kami bukan milik negara ini,” ungkapnya.
Selain itu kenyataan yang terjadi di Intan Jaya aparat kerapkali mencuri tanaman milik warga di kebun padahal ditanam dalam rasa ketakutan. “Stop curi-curi tanaman di kebun milik mama-mama saya yang tanam dengan jeripaya, ketakutan dan lain tetapi TNI, Polri, TPN OPM curi hasil petani, kamu berkebun to entah TNI maupun TPNPB,” ujarnya.
“Jangan ganggu kami, supaya mau bilang kami musuh kamukah. Dengan emosi pastor ungkapkan perasaan hatiku. Jadi semua ini saya sampaikan kepada Kapolres Intan Jaya saat serahkan pernyataan sikap itu,” katanya.
Pj Bupati Intan Jaya Apolos Bagau yang dikonfirmasi tidak memberikan respon, padahal sudah kirim pesan centang coklat dua serta telpon juga berdering tapi tidak dijawab. (*)