Suku Awyu Ajukan Banding atas Gugatan Perubahan Iklim ke Pengadilan Tinggi TUN Manado

Jayapura, WAGADEI – Pejuang lingkungan hidup dari Suku Awyu, Hendrikus ‘Franky’ Woro melayangkan banding atas gugatan lingkungan hidup dan perubahan iklim ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Manado pada 22 Maret 2023.

Gugatan banding ini dilakukan setelah Majelis Hakim PTUN Jakarta menolak gugatan yang menyangkut izin lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu Provinsi Papua untuk perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL).

“Upaya banding ini dilakukan agar hakim memperbaiki putusan hakim PTUN Jayapura. Kami menilai Majelis Hakim PTUN Jayapura salah dalam menerapkan pertimbangan-pertimbangan putusan. Dibandingkan putusan-putusan lingkungan lainnya, putusan PTUN Jayapura tidak menggambarkan perlindungan terhadap lingkungan dan keberadaan masyarakat adat. Kami yakin Hakim Pengadilan Tinggi PTUN Manado akan lebih bijaksana memutus permohonan banding ini’ dengan berpedoman pada peraturan yang benar,” kata Tigor Hutapea, salah satu kuasa hukum Masyarakat Suku Awyu.

Emanuel Gobay, SH, MH mewakili Tim Advokasi Selamatkan Hutan Papua mengatakan upaya banding ini berdasarkan keyakinan bahwa PTUN Jayapura sebagai judex facti tingkat pertama telah salah menerapkan hukum.

Diantaranya tentang batas waktu gugatan, aspek prosedur dan substansi perkara pasca Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup (Perma 1/2023), tidak mempertimbangkan fakta hukum bahwa Prosedur Pengumuman Objek Sengketa Bertentangan dengan Pasal 50 Ayat 3 PP Nomor 22 Tahun 2021 dan kesalahan dalam memberipertimbangan terkait partisipasi publik. Lebih jauh sesuai kerangka asas umum pemerintahan yang baik, Hakim PTUN Jayapura luput menganalisis fakta bahwa objek sengketa juga bertentangan asas kearifan lokal, asas kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, kehati-hatian, ekoregion, keanekaragaman hayati, asas tertib penyelenggara negara, asas Kehati-hatian, asas keadilan, serta asas kemanfaatan.

“Putusan ini yang jelas-jelas melanggar hak masyarakat adat yang dijamin pada UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang dilakukan dengan cara menggunakan Surat LMA dan mengabaikan Fakta Hukum Penolakan yang dilakukan oleh Pimpinan Marga Woro. Atas dasar itu, harapannya melalui Upaya Banding ini Majelis Hakim Pemeriksa di PT TUN Manado nantinya dapat menegakkan Hak Masyarakat Adat Papua melalui putusan yang berprinsip pada dasar perlindungan hak masyarakat adat demi memberikan kepastian hukum bagi penerus Marga Woro yang akan mewarisi Hak Atas Tanah dan Hutan diatas Wilayah Adat Marga Woro,” kata Gobay.

Asep Komarudin juga menambahkan bahwa pentingnya bagi publik untuk mengawal perkara ini bersama-sama dan Mahkamah Agung karena perkara ini bukan hanya permasalahan administratif belaka tapi ada hak masyarakat adat yang dirampas bahkan tidak diakui keberadaannya.

“Dan juga potensi dampak terhadap Iklim jika perusahaan melakukan pembukaan lahan yang akan melepaskan setidaknya 23 Juta Ton CO2 yang bertentangan dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis iklim,” katanya.

Bersamaan dengan pengajuan banding dari Hendrikus ‘Franky’ Woro, dua penggugat intervensi yakni Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dan Walhi Eksekutif Nasional juga mengajukan banding atas keputusan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura Nomor 6/G/LH/2023/PTUN.JPR yang telah mengabaikan prinsip in dubio pro natura, yang bermakna ‘jika hakim mengalami keragu-raguan mengenai bukti, maka hakim mengedepankan pelindungan lingkungan dalam putusannya’–demi kelanjutan hutan Papua yang menjadi sumber kehidupan masyarakat adat Papua.

Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua
Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Pusaka Bentala Rakyat Papua, Greenpeace Indonesia, Satya Bumi, LBH Papua, Walhi Papua, Eknas Walhi, PILNet Indonesia, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Perkumpulan HuMa Indonesia. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan