Wamena, (WAGADEI) – Kunjungan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia dinilai melakukan kinerja dengan sepihak saja, pasalnya kedatangan tersebut ditemui pihak kontra atas tanah adat Wouma dan Walesi, kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.
Pihak pro pembangunan provinsi Papua Pegunungan atas tanah adat Wouma dan Walesi terdiri dari lima suku besar Wilayah adat Walesi yang ada dalam Lembaga Masyarakat Wilayah Adat Welesi (LMWAW) menyatakan menolak atas semua laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Mereka mengakui tanah adat Walesi dan Wouma tersebut milik 5 suku besar Wilayah adat Walesi di daerah Mulinai atau Iluagec Wamena, Ibu kota Kabupaten Jayawijaya.
Di Kantor Distrik Walesi, Rabu (11/10/2023) salam jumpa pers yang dihadiri perwakilan lima kepala suku wilayah adat Welesi itu di antaranya yakni, pertama Suku Yelipele, kedua Suku Yelipele – Elopere Ketiga Suku Lanni – Matuan, empat Suku Lanni – Wetapo, dan suku Asso – Yelipele, serta tokoh pemuda dan tokoh masyarakat setempat.
Ismail Wetapo, ketua LMWAW mengatakan, dalam kunjungan kerja Komnas HAM RI pada 4 – 6 Oktober 2023 telah mengumpulkan data secara sepihak tanpa ada ruang komunikasi atau koordinasi bersama pihak yang pro dalam hal ini tim peduli pembangunan wilayah adat Welesi maupun dari lima kepala suku besar yang ada Walesi terkait dengan lokasi pembangunan kantor Gubernur.
“Kami dari lima suku besar wilayah adat Welesi sebagai pemilik hat ulayat atas tanah menyatakan bahwa Mendukung penuh kepada Pemerintah dan Wakil Presiden untuk Melakukan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan,” kata Ismail Wetapo.
Wetapo mengatakan, pemerintah tidak datang kepada masyarakat wilayah adat Welesi untuk menawar lokasi tersebut, namun LMWAW yang menawarkan kepada pemerintah dan prosesnya berjalan sangat alot sampai bisa ditandatangani Akta Notaris Perjanjian dengan nomor: 7 Tanggal, 30 Agustus 2023 dan Akta Notaris Pelepasan Tanah Adat nomor 8 pada Tanggal, 30 Agustus 2023 antara LMWAW dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan.
“Karena itu kita minta kepada seluruh Masyarakat Wilayah Adat Welesi , kepala kampung dan 5 kepala suku yang ada Distrik Wilayah adat Walesi sepakat dan berkomitmen secara bulat untuk menyerahkan ulayat tanah adat kami kepada pemerintah Provinsi dengan akta perjanjian menerima manfaat,” katanya.
Karena itu jika ada beberapa oknum keluarga yang menyatakan penolakan sebagaimana dilaporkan oleh Komnas HAM RI, sama sekali tidak dapat merubah atau membatalkan akta perjanjian yang sudah ditandatangani antara LMWAW dan Pemerinah Provinsi Papua Pegunungan.
“Secara pragmatis, pengelolaan ulayat tanah adat tersebut sepenuhnya menjadi hak masyarakat wilayah Adat Welesi tanpa harus meminta persetujuan dari masyarakat wilayah adat lain sebagaimana klaim beberapa oknum yang melaporkan kepada Komnas HAM RI,” katanya.
“Sampai kapan pun masyarakat wilayah adat welesi akan menjaga ulayat tanah adat tersebut agar pembangunan perkantoran pemerintah Provinsi Papua Pegunungan bisa terealisasi segera dan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat segera diwujudkan,” kata Wetapo.
Menurutnya, kedatangan Komnas HAM RI ke Wamena tidak menjumpai lima kepala wilayah adat Welesi yang menyerahkan ulayat tanah adat tersebut kepada pemerintah dan data yang diambil sepihak.
“Komnas HAM RI tidak melakukan investigasi mendalam dan hanya berkunjung beberapa jam dan lakukan foto-foto dengan masyarakat yang bukan hak ulayat tanah adat tersebut,” ujarnya.
Oleh karena itu masyarakat Walesi kata Ismail, siap menyambut kedatangan Wakil Presiden RI, K.H. Ma’ruf Amin, pada kamis 12 oktober 2023, untuk melakukan peletakan batu pertama pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan di Wilah adat Walesi.
“Persiapan penyambutan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk peletakan batu pertama sudah dilakukan semenjak 2 pekan lalu dan hari ini masyarakat sedang menyiapkan bakar batu untuk melakukan peletakan batu pertama yang rencananya akan dilakukan oleh Wakil Presiden RI,” pungkasnya. (*)