Jayapura, (WAGADEI) – Perwakilan pemuda bersama masyarakat hukum adat suku Moi di kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, secara bersama dan terbuka menolak tegas kehadiran perusahaan kelapa sawit, PT. Hutan Hijau Papua Barat (HHPB).
Mereka menolak karena meyakini kehadiran perusahaan kelapa sawit hanya akan mengancam eksistensi kehidupan masyarakat adat suku Moi sebagai tuan dusun, pemilik tanah dan hutan adat di wilayah kabupaten Sorong. Atas dasar itu mereka menolak.
Penolakan tersebut dilakukan ketika mereka diminta tanggapan saat menghadiri acara konsultasi publik terkait pembahasan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) antara PT. HHPB bersama KLHK Provinsi Papua Barat Daya yang dilangsungkan di gedung serba guna Drei Kinder, Kota Sorong, Senin (17/7/2023).
“Kami seluruh masyarakat adat suku Moi dengan tegas tolak kehadiran perusahaan kelapa sawit masuk wilayah adat kabupaten kami. Karena kami tahu apapun perusahaan itu, hadir hanya untuk menghancurkan keberlangsungan hidup masyarakat adat setempat. Maka sangat tidak boleh, perusahaan kelapa sawit PT. Hutan Hijau Papua Barat itu, sekali lagi masuk wilayah kabupaten kami,” tegas Samuel Moifilit, juru kampaye Gerakan Selamatkan Manusia, Hutan dan Tanah Malamoi, usai melakukan penolakan.
Penolakan sendiri mereka lakukan dengan membentangkan petisi penolakan dan membacakan pernyataan sikap berisikan empat (4) poin diantaranya:
1. Kami menolak perusahaan PT. Hutan Hijau Papua Barat (PT. HHPB) yang rencana akan beroperasi di tanah adat kami Sub Suku Besar Moi yang berada di distrik Klaiyli, distrik Maudus, distrik Wemak, distrik Sayosa, distrik Sayosa timur, dan distrik Salkma.
2. Kami mendesak pemerintah daerah dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT. Hutan Hijau Papua Barat, seluas ± 92.148 Ha di wilayah adat kami.
3. Kami masyarakat adat di Sub Suku Besar Moi yang berada di distrik Klaiyli, distrik Maudus, distrik Wemak, distrik Sayosa, distrik Sayosa timur, dan distrik Salkma di kabupaten Sorong menolak dengan tegas rencana pembahasan dokumen AMDAL oleh perusahaan PT. Hutan Hijau Papua Barat.
4. Kami menolak Surat Arahan Dokumen Lingkungan Hidup dari Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kegiatan dan Usaha, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nomor : s.40/PDLUK/P2T/TLA4/1/2023. Karena dianggap bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik.
Samuel menyebut hutan rencana disulap menjadi kebun kelapa sawit itu adalah satu-satunya hutan yang dimiliki mereka, masih utuh dan selalu memberi kehidupan. Maka akan menjadi ancaman serius bagi (kehidupan) mereka bila perusahaan masuk.
“Kehadiran PT. Hutan Hijau Papua Barat di wilayah adat suku Moi merupakan ancaman serius terhadap kehidupan sosial kami dan akan menyebabkan hilangnya hutan, spesies dan habitat, serta sumber kehidupan masyarakat adat,” terangnya.
Apalagi, lanjutnya, mengingat luasan perusahaan beroperasi akan memakan puluhan hektar lahan.
Sehingga dia menegaskan, sesuai peraturan daerah (Perda) kabupaten Sorong Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi di Kabupaten Sorong Bab IX Pasal 17 ayat 1 hingga 4, bahwa masyarakat hukum adat Moi berhak untuk menentukan pembangunan sendiri sesuai dengan budaya milik masyarakat hukum adat Moi.
“Dasar hukum kami jelas. Kami masyarakat adat suku Moi punya hak untuk menentukan menerima atau menolak. Kami masyarakat hukum adat suku Moi sudah punya bukti kehadiran perusahaan HPH dan perkebunan kelapa sawit yang merusak hutan dan tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat adat Moi. Yang jelas kami suku Moi menolak tegas PT.HHPB,” tegas Samuel.
Sementara itu, Pilemon Ulimpa, perwakilan dari pemuda suku Moi, mengatakan sudah banyak perusahan yang melakukan ekplsotasi sumber daya alam di wilayah kepala burung tanah Papua tetapi tidak pernah memberikan dampak positif bagi masyarakat adat suku Moi terutama pemilik hak ulayat.
“Lokasi ini sudah pernah ada perusahan beroperasi dan ijinnya sudah dicabut oleh Pemda kabupaten Sorong. Kami sudah trauma karena perusahan tidak pernah berikan kesejateraan bagi masyarakat adat suku Moi. Untuk itu kami dari pemuda suku Moi tegas menolak kehadiran PT. HHPB,” tegasnya.