Jayapura, (WAGADEI) – Aliansi pemuda dan mahasiswa (APM) asal distrik Welesi, Walaik, Napua dan Pelebaga, Kabupaten Jayawijaya menyerukan penolakannya atas rencana pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan di Welesi.
“Daerah pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan hingga saat ini masih ada masalah. Ada pihak yang terima dan ada yang tidak menerima jadi pro dan kontra. Untuk itu pemerintah provinsi Papua Pengunungan harus pertemuan kedua pihak ini untuk duduk mencari solusi hal ini,” katakan ketua APM Wawenap, Ronny Lani kepada wagadei.id pada Kamis, (13/4/2023).
Lanjut dia, pihaknya telah menerima informasi bahkan hari ini, PJ Gubernur Papua Pegunungan akan ke tempat lokasi guna melihat lokasi.
“Kami dengar hari ini ada rencana kunjungan dari pemerintah provinsi Papua Pengunungan yaitu bapak gubernur dan rombongan untuk melihat lokasi di sini. Namun mereka tidak naik, kami dengan informasi itu kami tunggu di lokasi tapi mereka tidak naik,” ujarnya.
Pihaknya telah masukan surat audiensi guna mendengar pendapat kedua bela pihak. “Kami sudah masukan surat Audiensi ke pemerintah provinsi Papua Pengunungan kami mohon untuk kami harus bertemu dengan gubernur,” ucapnya.
“Kami sampaikan polemik yang terjadi saat ini antara tim yang telah dibentuk untuk penyerahan tanah di wilayah Welesi ini tidak sejalan dengan kami beberapa pemuda dan masyarakat yang ada untuk itu kami minta untuk bertemu dan audiensi ulang, kita harus ketemu dan bicara,” katanya tegas.
Pihaknya juga meminta agar pemerintah provinsi Papua Pengunungan harus menjadi orang tengah dan hargai keputusan masyarakat.
“Pemerintah provinsi Papua Pengunungan harus jadi orang tengah untuk dengarkan pihak yang terima dan pihak yang menolak agar selesaikan masalah ini,” ujarnya.
Jika masalah ini tidak diselesaikan, lanjutnya, maka pembangunan kantor gubernur Papua Pegunungan tidak akan terjadi.
“Gubernur segel buka Jalan untuk kita bertemu empat mata dan selesaikan masalah ini,” katanya.
Erwin Kuban, salah satu mahasiswa mengatakan, pihaknya juga sebut hingga saat ini lokasi ini masih dalam masalah.
“Ini tanah adat bukan milik siapa-siapa jadi jangan memberikan janji-janji politik kepada tim kepada semua masyarakat, sehingga kami aliansi pemuda dan mahasiswa agar berikan kami ruang di lapangan terbuka untuk kami berdialog antara pro dan kontra supaya masalah ini di selesaikan,” ujarnya.
Pemerintah juga jangan hanya fasilitasi satu pihak saja, pro atau pun kontra, karena hanya satu pihak saja yang di fasilitas akan menimbulkan masalah besar lagi.
Pihaknya juga meminta lokasi secara jelas beserta ukuran ke publik terutama orang Welesi.
“Kepala suku siapa-siapa yang bertanda tangan juga harus diumumkan untuk masyarakat yang punya kebun di sana akan ke mana apakah pemerintah sudah siapkan tempat. Kalau tidak pemerintah harus bukan diri,” kata dia. (*)