Jayapura, (WAGADEI) – Masyarakat adat Awyu khususnya marga Meanggi dari kampung Anggai, Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan melakukan aksi mendukung perjuangan marga Woro dari Suku Awyu asal kampung Yare Distrik Fofi.
Aksi itu dilakukan sebagai bentuk dukungan kepada Suku Awyu menggugat Dinas Penanaman Modal Pelayan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura atas keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Kelapa Sawit kepada perusahaan PT Indo Asiana Lestari yang diduga melakukan pelanggaran dan mengancam kelestarian lingkungan hidup.
“Kami mendukung Perjuangan Suku Awyu di Kampung Yare Distrik Fofi Menggugat DPMPTSP Provinsi Papua. Menyerukan bahwa alam adalah kehidupan untuk masa depan anak cucu, bukan untuk perkebunan kelapa sawit,” kata Roberth Meanggi kepada wagadei.id pada Jumat, (14/4/2023).
Dia mengatakan, aksi dukungan marga Meanggi terhadap marga Woro didasarkan pada pengalaman kehidupan marga Meanggi.
Menurut dia, marga Meanggi tidak merasakan manfaat dari kehadiran perusahaan kelapa sawit PT Megakarya Jaya Raya yang beroperasi di Kampung Anggai.
“Pada faktanya yang masyarakat rasakan adalah PT. Megakarya Jaya Raya (PT. MJR) tidak memberikan kesejahteraan. Tidak hanya itu, masyarakat juga telah kehilangan hutan dan tanah mereka sebagai sumber peghidupan. Masyarakat juga telah sadar bahwa janji perusahan untuk sekolahkan anak dari SD, SMP dan SMA hingga perguruan tinggi, dan janji-janji lainya semuanya tipu,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan bahwa PT. Megakarya Jaya Raya (PT. MJR), merupakan salah satu dari Tujuh perusahaan yang berada dalam PT. Menara Group “Nah perusahaan ini sudah mulai beroperasi sejak tahun 2015 hingga tahun 2019. Perusahaan PT MJR masih terus berjalan, namun janji lahan plasma 20 persen kepada masyarakat adat pemilik belum terlaksana.
“Masyarakat adat Awyu khususnya marga Meanggi menyatakan bahwa mereka merasa ditipu oleh perusahaan sehingga mereka melakukan aksi penolakan perusahaan PT. Mega Karya Jaya Raya di wilayah tanah adat mereka,” kata Robert.
Dalam aksi mendukung masyarakat adat suku Awyu khususnya marga Woro, masyarakat adat dari kampung Anggai menulis pesan-pesan dukungan di kertas sebagai berikut:
Pertama, Kami masyarakat suku Awyu dari kampung Anggai, distrik Jair mendukung penuh perjuangan Hendrikus Woro dari kampung Yare Distrik Fofi yang sedang melakukan gugatan di PTUN Jayapura Provinsi Papua.
Kedua, Tanah adalah mama kandung, jadi kami tidak jual tanah adat kami suku Awyu.
Ketiga, Tanah adat dan hutan adat, kami masyarakat suku Awyu tidak jual.
Keempat, Kami keluarga besar suku Awyu Kabupaten Boven tidak makan buah kelapa sawit, tetapi kami makan suku. “Kami tidak jual tanah”.
Kelima, Kami minum air bersih, bukan minum air limbah kelapa sawit.
Keenam, Tanah adalah tempat cari makan, bukan untuk dijual ke investor.
Ketujuh, alam kami ini dasar kelanjutan ke anak jujur kami.
Kedelapan, hutan adat Awyu bukan kosong, masih ada harta dan alat pusaka dari moyang dan leluhur kami.
Kesembilan, kami generasi membutuhkan tanah dan hutan adat kami.
Kesepuluh, Kami masyarakat adat suku Awyu marga Meanggi menolak dengan tegas PT. Megakarya Jaya Raja di wilayah tanah adat kami.
Kesebelas, Kami berjanji menolak perusahan tidak masuk di tanah Awyu untuk bongkar hutan atau dusun ini. (*)