Tuntut bentuk pencari fakta kasus Dogiyai, mahasiswa demo di kantor Komnas HAM RI

Jayapura, (WAGADEI) – Solidaritas Mahasiswa Papua untuk Kasus Dogiyai meminta dan mendesak kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dan Polda Papua untuk segera membentuk dan mengirim tim pencari fakta yang melibatkan praktisi Hukum, HAM, Akademisi dan Gereja.

“Itu untuk menyelidiki peristiwa Dogiyai berdarah ini yang patut diduga telah terjadi pelanggaran HAM,” kata Talis Iyai, mewakili keluarga korban saat menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Komnas HAM Republik Indonesia Jakarta, Senin, (30/1/2023).

Pihaknya menggelar aksi itu lantaran Dogiyai berdarah pada Sabtu, (21/1/2023). Menurut Tiyas Iyai, kasus tersebut merupakan rangkaian peristiwa penembakan dan pembunuhan terhadap warga sipil di Kampung Gopouya, Kampung Tugomani, Kampung Bomomani dan perbukitan Degeidimi oleh aparat Kepolisian yang bertugas di Polres Paniai dan Polres Dogiyai, pada hari Sabtu Tanggal 21 Januari 2023, sekitar pukul 11.00 Waktu Papua hingga 15.30 WP.

“Peristiwa berdarah ini, aparat kepolisian dari Polres Dogiyai telah menembak mati seorang warga sipil atas nama Yulianus Tebai (29) yang sehari-hari bekerja sebagai anggota Satuan Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Kabupaten Dogiyai saat ia bersama adiknya pergi dari rumahnya ke kebun di kampung Ugida dan tiga orang warga sipil lainnya mengalami luka berat dan ringan, ketiga korban masing-masing Vinsent Dogomo (25), Amandus Dogomo (22) dan Thomas Dogomo (22) sementara Alfons Kegiye (29 ) yang berprofesi sebagai sopir angkut lintas Nabire Paniai tak mengalami luka-luka tetapi mobilnya ditembak berkali-kali saat melintas di perbukitan Degeidimi dari Moanemani Dogiyai menuju ke arah Kabupaten Nabire,” ungkapnya.

Selain itu pihaknya meminta kepada Mabes Polri agar selidiki oknum Kapolres Dogiyai dan anggotanya yang diduga terlibat agar diperiksa dengan teliti. “Segera memeriksa dan memecat Kapolres Dogiyai dan anggotanya yang terlibat dalam peristiwa Dogiyai Berdarah,” katanya tegas.

Sekjen AMPTPI Ambrosius Mulait menjelaskan, berdasarkan informasi yang pihaknya terima dari masyarakat, keterangan saksi dan korban bahwa peristiwa berdarah ini dipicu atau disebabkan oleh aksi penembakan yang dilakukan oleh seorang polisi Polres Kabupaten Paniai yang ikut mengawal truk yang melintas dari Paniai menuju ke Nabire.

Di mana aksi penembakan ke arah udara di kampung Gopouya menjadi pemicu atau penyebab terjadinya peristiwa lainnya yakni peristiwa penembakan dan pembunuhan terhadap warga sipil dan kehilangan tempat tinggal bagi para pedagang.

“Menurut keterangan yang kami peroleh dari para saksi, penembakan dan pembunuhan diduga kuat dilakukan oleh Anggota Polres Dogiyai yang berada di TKP (Tempat kejadian Perkara) yakni rombongan Kapolres Dogiyai bersama beberapa anggotanya. Di mana diduga kuat Kapolres berada di TKP dan mengetahui peristiwa penembakan dan pembunuhan terhadap Yulianus Tebai dan warga sipil lainnya sehingga Kapolres gagal mengontrol dan mengarahkan anak buah dalam penggunaan senjata,” kata Mulait.

Pihaknya menilai peristiwa penembakan terhadap warga sipil merupakan tindakan pembunuhan di luar hukum yang merupakan tindakan perlanggaran HAM, dimana para pelaku yang adalah aparat Kepolisian yang bertugas di Polres Paniai dan Dogiyai telah melanggar hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak atas rasa aman, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani para korban.

“Bahwa hak asasi yang dilanggar merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun tetapi aparat kepolisian seenaknya mencabut hak asasi yang paling dasar dan ini merupakan pelanggaran HAM,” kata dia. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *