Jayapura, WAGADEI – Terpujilah
Wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir
Di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Terpujilah wahai ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir didalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa
Itulah lyrik hymne guru yang sampai sekarang dinyanyikan di sekolahan oleh para siswa.
Ibu Guru Rosalia Rerek Sogen berusia 30 tahun, merupakan seorang guru muda yang berdedikasi di daerah yang jauh dari kampung halamannya itu pulang bukan dalam pelukan hangat keluarga, melainkan dalam peti jenazah yang dibalut bendera merah putih.
Pesawat yang membawa jenazah Rosalia mendarat, membawa serta duka yang mendalam bagi seluruh masyarakat Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Sebab, senja di Bandara Gewayantana, Larantuka, Selasa (25/3/2025) sore itu, berubah menjadi lautan air mata.
Jauh dari tanah kelahirannya, ia mengabdikan diri untuk mencerdaskan anak-anak Papua. Namun, takdir berkata lain. Tepat hari Jumat, (21/3/2025), nyawanya direnggut dalam serangan brutal oleh oknum tak bertanggungjawab. Pada kedatangan jenazah sang bunga Larantuka itu disambut dengan penuh hormat oleh keluarga dan kalangan masyarakat setempat.
Bupati Flores Timur, Antonius Doni Dihen, dan Wakil Bupati Ignasius Boli Uran, beserta jajaran pejabat daerah, hadir untuk memberikan penghormatan terakhir.
Ribuan warga, termasuk para guru berseragam PGRI, memadati bandara. Isak tangis pecah, bercampur dengan lantunan Hymne Guru, mengiringi peti jenazah yang dibawa keluar dari pesawat.
Iring-iringan kendaraan roda empat dan roda dua mengular panjang, mengantar Rosalia menuju Kantor Bupati Flores Timur, sebelum akhirnya dibawa ke rumah duka di Desa Lewotala, Kecamatan Lewolema.
Di sana, di teras depan rumah duka, jenazah Rosalia disemayamkan, dikelilingi oleh keluarga dan kerabat yang berduka.
Hari ini, Rabu (26/3/2025), Rosalia akan dimakamkan secara kedinasan. Sebuah penghormatan terakhir dari pemerintah dan masyarakat Flores Timur, bagi seorang pahlawan pendidikan yang telah gugur di medan tugas.
“Akan dimakamkan secara kedinasan di kampung halamannya di Lewotala,” ujar Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Flores Timur, Felix Suban Hoda dilansir tribunnews.com.
Kisah Rosalia adalah kisah tentang pengabdian, keberanian, dan duka yang mendalam. Sebuah pengingat, bahwa di balik indahnya tanah Papua, tersembunyi luka yang masih menganga. KKB melacarkan serangan secara membabibuta terhadap guru dan tenaga kesehatan di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo.
Serangan tersebut mengakibatkan satu orang meninggal dunia, sementara tujuh lainnya mengalami luka-luka.
Rosalia gugur dalam peristiwa ini.
Kabar kematian Rosalia Rerek Sogen meninggalkan duka mendalam bagi keluarga di Flores Timur. Emanuel Suban Sogen, keluarga korban, mengungkapkan bahwa Rosalia mengabdi sebagai guru di pedalaman Papua sejak 2022.
Emanuel mengungkapkan keluarga sempat berfirasat buruk tentang Rosalia saat membaca pemberitaan media massa.
“Kami kaget, karena dalam berita itu, waktu dan tempat kejadian yang diuraikan sesuai dengan tempat korban merantau,” ungkapnya kepada wartawan di Flores Timur, Minggu (23/3/2025).
Panggilan terakhir Rosalia
Kamis, 20 Maret 2025, siang itu, ponsel Emanuel Suban Sogen (32) berdering. Di layar, nama Rosalia, sang adik, muncul. Panggilan dari Papua Pegunungan, tempat Rosalia mengabdikan diri sebagai guru sejak 2022. Seperti biasa, mereka bertukar kabar.
Tiga tahun merantau, kerinduan akan kampung halaman semakin kuat. “Dia sempat beritahu mau pulang kampung bulan Mei. Sejak 2022 merantau, dia sering telepon orangtua lewat saya,” ujar Emanuel, Minggu (23/3/2025).
Namun, panggilan itu menjadi percakapan terakhir mereka.
Tiga hari kemudian, kabar duka datang. Rosalia ditemukan tewas dalam serangan brutal yang dilakukan oleh KKB.
Guru Dermawan
Rosalia dikenal sebagai sosok yang penuh kasih dan peduli terhadap anak-anak di pedalaman Papua. Gajinya sebagai guru sering ia sisihkan untuk membeli perlengkapan sekolah bagi murid-muridnya.
“Dia selalu membelikan buku dan bolpoin untuk anak-anaknya. Dia sangat peduli dengan pendidikan di Papua,” kata Emanuel mengenang sosok adiknya.
Rosalia sempat bercita-cita menjadi biarawati Katolik, tetapi ayahnya tidak memberikan restu.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Matematika Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang hingga lulus dan memilih mengabdikan diri sebagai guru.
Kabar duka itu awalnya sulit dipercaya oleh keluarga. Emanuel berulang kali mencoba menghubungi nomor Rosalia, tetapi tidak pernah tersambung. Kepastian akhirnya diperoleh setelah berkomunikasi dengan rekan-rekan Rosalia di Papua dan pihak yayasan tempatnya bekerja.
“Firasat sudah tidak tenang, ternyata kabar itu benar,” ujar Emanuel dengan suara lirih.
Sejak kabar kematian Rosalia tersebar, rumah orangtuanya di Flores Timur mulai didatangi warga yang turut berduka. Di sudut rumah, keluarga memasang foto Rosalia dan menyalakan lilin sambil berdoa.
“Kami keluarga sangat memohon bantuan, tolong pulangkan almarhum,” kata Emanuel. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com