Aksi dukung cabut izin perusahan di tanah suku Awyu dan Moi dibubarkan Polisi di Bali

Wakeitei, WAGADEI – Aparat kepolisian menghadang mahasiswa Papua saat melakukan aksi di jalan Puputan Renon, menuju bundaran plasa renon Denpasar, Bali pada Senin, (10/6/2024). Aksi tersebut dilakukan untuk mendukung perjuangan masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi dalam mempertahankan tanah dan hutan adatnya yang sedang diperjuangkan di Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Suku Awyu dan suku Moi terus melakukan pelawanan untuk memperjuangkan hutan adat mereka yang lagi di keruk oleh investor. Demi Untuk menyelamatkan hutan adat papua. Masyarakat adat suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan dan suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya sama-sama tengah terlibat gugatan hukum melawan pemerintah dan perusahaan sawit demi mempertahankan hutan adat,

“Namun saat aksi damai yang di lakukan, pihak kepolisian melakukan tindakan anarkis untuk membubarkan massa aksi dengan secara paksa, menyemprot gas air mata dan water kanon. Serta pemukulan oleh pihak kepolisian terhadap massa aksi,yang sagat brutal dan terlihat pihak kepolisian melecehkan hukum dan demokrasi di indonesia khususnya di bali,” kata Lingga Murib, selaku jubir dalam jumpa pers melalui zoom meeting, Kamis, (13/6/2024).

Lingga mengatakan pihak kepolisian menangkap empat mahasiswa Papua, kemudian mereka diseret, dipukul dan diborgol lalu dinaikan ke dalam mobil Dalmas. Sedangkan mahasiswa bernama Herri dipukul lalu dilempar ke dalam mobil dalmas. Begitu juga 1 kawan dari Lbh yang tanah lalu di borgol dan di naikan ke dalam dalam.

Namun di sisi lain, media massa di Bali seperti balipuspanews, nusa bali, bali ekspres, detik.com dan beberapa media lainnya memberitakan tidak sesuai dengan fakta. “Mereka lebih memojokkan mahasiswa Papua, seolah-olah mahasiswa Papua yang demo tersebut yang salah bahkan media juga tidak konfirmasi kepada mahasiswa untuk bertanya apa penyebab terjadi pelemparan, bahkan tidak bertanya pada mahasiswa Papua sebagai pelaku yang melakukan aksi,” ujar Murib.

Selain itu, sejumlah mahasiswa lain terkena watercanon, gas air mata dan pukulan dari polisi. Pihak polisi juga melakukan pemukulan tehadap beberapa massa diantaranya HM, SG, MA, LM, IK dan empat massa aksi yang diborgol dan diangkut secara paksa ke Polsek Renon dan akhirnya dikeluarkan kembali yakni AM, MK, MA, HM san satu kawan LBH Bali Borgol dan diangkut ke dalam Dalmas.

“Sebab kami mahasiswa dan masyarakat Papua (IMMAPA) Bali menyuarakan aspirasi untuk mendukung suku Awyu dan Moi yang sedang menggugat di MA. Suku Awyu menggugat pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL),” ucapnya.

PT IAL mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare, atau lebih dari setengah luas DKI Jakarta, dan berada di hutan adat marga Woro–bagian dari suku Awyu. Masyarakat adat Awyu juga tengah mengajukan kasasi atas gugatan PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya, dua perusahaan sawit yang juga sudah dan akan berekspansi di Boven Digoel. PT KCP dan PT MJR yang sebelumnya kalah di PTUN Jakarta, mengajukan banding dan dimenangkan oleh hakim Pengadilan Tinggi TUN Jakarta.

Mirib menegaskan, suku Moi melawan dengan mengajukan diri sebagai tergugat intervensi di PTUN Jakarta pada Desember 2023. Setelah hakim menolak gugatan itu awal Januari lalu, masyarakat adat Moi Sigin mengajukan kasasi ke MA pada 3 Mei 2024 dan menggugat keberadaan perusahaan sawit PT IAL dan PT SAS akan merusak hutan yang menjadi sumber penghidupan, pangan, air, obat-obatan, budaya dan pengetahuan masyarakat adat Awyu dan Moi.

“Hutan tersebut juga habitat bagi flora dan fauna endemik Papua, serta penyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar. Operasi PT IAL dan PT SAS dikhawatirkan memicu deforestasi yang akan melepas 25 juta ton CO2e ke atmosfer, memperparah dampak krisis iklim di tanah air,” ujarnya.

Dengan melihat perjuangan masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi adalah perjuangan menyelamatkan hutan adat papua maka dari itu ikatan mahasiswa dan masyarakat papua (IMMAPA) bali melakukan aksi Mendukung masyarakat Awyu dan Moi.

Kronologis aksi IMMAPA Denpasar Bali 10 Juni 2024

Korlap umum Yomis Kiwo mengatakan, Aksi di mulai Pukul 09:30 massa aksi menuju ke titik kumpul parkiran timur renon. Kemudian korlap mengarahkan massa aksi untuk masuk dalam tali komando dan berbaris secara rapi lalu bentangkan spanduk dan poster- poster. Setelah beberapa menit kemudian korlap mengarahkan massa aksi untuk pergi ke titik aksi di bundaran renon atau depan Konjed AS.

Namun, dalam perjalanan sebelum ke titik aksi pihak kepolisian sudah siaga untuk menghadang massa aksi dengan jumlah personil sekitar 200-an. Aparat kepolisian menghadang massa aksi dengan memarkir mobil dalmas 2 buah dan 1 buah mobil komando. Massa aksi dihadang dengan alasan ada aksi tandingan yang dilakukan oleh pihak Ormas PGN di depan konjend AS/ bundaran Renon.

Ia menjelaskan, Pada jam 10: 30, kawan kawan massa aksi di hadang oleh pihak kepolisian di jalan puputan renon. Pihak kepolisian menghadang masa dengan dengan pasukan yang besar dan lengkap dengan senjata berbaris menutupi jalan puputan renon.

Akhirnya massa aksi tidak bisa untuk lanjutkan aksi damai, karena di palang oleh pihak kepolisian. Kawan ksawan massa aksi memilih untuk bertahan di tempat hampir 4 jam sembari orasi orasi, membaca puisi dan lain- lain.

“Pada jam 11; 20 Kawan kawan di provokasi oleh pihak kepolisian, intel dan preman yang ada di sekitaran massa aksi dengan bahasa rasis, yakni jagan aksi disini, pergi aksi di papua, tukang ikin onar,dll,” ujarnya.

Yomis mengaku, Pada jam 12;30, korlap mengarahkan massa dengan yel yel, “Papua bukan tanah kosong”, “Papua bukan tanah kosong” terus berulang untuk terus menyemangati massa aksi. Karena tidak diberi ruang kepada massa aksi. Korlap mengarahkan massa untuk dobrak barikade aparat kepolisian dengan tujuan untuk pergi ke titik aksi dan hanya membacakan pernyataan sikap lalu pulang.

Namun, pihak kepolisian tetap keras kepala dan tidak mau buka ruang bagi massa aksi untuk pergi ke titik aksi dengan alasan ada aksi dari Patriot Garuda Nusantara (PGN) Namun korlap telah sampaikan bahwa aksi kami adalah aksi damai. polisi juga mempropokasi massa Untuk keos dan anarkis bahkan polisi memerintah pasukanya untuk mengambil tindakan namun korlap mengarahkan masa aksi untuk tetap tenang dan lanjutkan untuk orasi orasi, baca puisi, bernyanyi dan goyang sekitar jam 12;40 sampai 14: 00

“Pada jam 14: 30, ketika massa aksi mau membacakan pernyataan sikap. pihak aparat kepolisian merepresi dan mendorong massa aksi secara paksa serta menembaki massa aksi dengan watercanon dan gas air mata,” katanya.

Setelah massa di pukul mundur oleh polisi. Tindakan polisi makin brutal, penangkapan secara sporadis dan menyiksa massa aksi, penangkapan wenang wenang serta melakukan kekerasan. Empat massa aksi ditendang, dipukul dan diborgol lalu diangkut menggunakan mobil Dalmas kemudian ke Polsek Renon. “Tidak hanya massa aksi namun, satu kawan dari LBH Bali juga diborgol secara paksa dan di bawah ke Polsek Renon,” ucapnya.

Adapun massa yang terkena luka yang di represif oleh aparat kepolisian yakni
HM, SG, MA, LM, IK. Dan empat massa aksi yang di borgol dan diangkut secara paksa ke Polsek Renon dan akhirnya dikeluarkan kembali yakni AM, MK, MA, HM, dan satu orang LBH Bali.

Pada 14: 30 Massa aksi mendatangi polsek Renon dan mendesak aparat kepolisian untuk bebaskan massa aksi yang lagi di tahan. Akhirnya pihak kepolisian terpaksa bebaskan 4 kawan massa aksi dan 1 kawan LBH Bali. Pada 14:30, Seteah pulang dari porles ke kontrakan putra Papua akhirnya masa membacakan pernyataan sikap.

Walaupun kawan-kawan sebelum tiga hari tepat tgl 06 juni 2024 sudah memasukan surat pemberitahuan Tetapi masih saja melakukan kekerasan oleh pihak kepolisian terhadap massa aksi.hal ini membuktikan kalau pihak kepolisian melanggar kebebasan berpendapat diatur dalam UUD 1945 Pasal 28F. dan juga Adapun bunyi Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Serta di jamin juga dalam UU No. 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia.

Melihat dari kronologi peristiwa pembungkaman, pembubaran, dan pemukulan di Atas ini, pihak kepolisian di nilai telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia berkaitan dengan hak kebebasan berekpresi, berpendapat dan berkumpul yang sejatinya telah di jamin dalam pasal 23 (2) pasal 25 undang undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Lebih lanjut, indonesia juga telah meratifikasi konvensi hak-hak sipil dan politik (ICCPR), menjadi undang undang nomor 12 tahun 2005,

Maka pihak kepolisian dalam hal ini harus mampu untuk melidunggi massa aksi bukan malah menjadi aktor untuk membubarkan massa aksi,” ucap Yomis.

Pihaknya mendesak:

  1. Kapolri memerintahkan kadiv Propa untuk memanggil, memeriksa dan melakukan penegakan hukum dengan segera terhadap para anggota kepolisian di wilayah hukum polda bali yang melakukan tindak kekerasan terhadap massa aksi.
  2. Media massa di Bali stop putar balikan fakta terkait aksi tanggal 10 Juni 2024.
  3. Segera copot Porlesta Denpasar dan komandan yang memerintah massa aksi untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap Massa IMMAPA Bali. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *