Nabire, WAGADEI – Rakyat Papua peduli alam dari sejumlah komunitas seperti komunitas Green Papua, FIM WP, Garda, SAP, APAP, Akom KPR, THS-THM, mahasiswa Nabire, FKMI, HIPPT dan IPMADO Nabire melakukan berbagai aksi penanaman pohon pada Sabtu, (23/3/2024).
Penanaman itu dalam rangka memperingati hari hutan dan air se-dunia 21-22 Maret 2024. Penanaman pohon dilaksanakan di taman Wakimanor Nabire, Papua Tengah.
Kris Mote, juru bicara komunitas mengatakan dilaksanakannya penanaman itu guna melawan hadirnya sejumlah perusahaan di tanah Papua hingga menghabiskan gunung dan hutan.
“Sejak 1 Mei 1963 Papua Barat dianeksasi oleh kolonial Indonesia yang di motori oleh kepentingan kapitalis-kapitalis internasional. Itu terbukti dengan hadirnya perusahaan raksasa milik Amerika Serikat, yaitu PT Freeport yang disahkan pada 7 April 1967 sebelum bangsa Papua dinyatakan bagian dari kekuasaan kolonial Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 14 Juli-02 Agustus 1969,” ujar Kris Mote.
Ia mengatakan, tanah Papua dijadikan tumbal politik untuk meloloskan kepentingan kapitalisme dan imperialisme guna mengeksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran.
“Perampasan tanah adat dan kerusakan hutan di Papua yang dilakukan secara sistematik dan struktural oleh pemerintah Indonesia seperti yang terjadi dalam kontrak karya PT Freeport Mc Morand Copper and Gold Ink Pada 7 April 1967 yang menguasai wilayah adat Papua sejak 1962-1969 dan penandatangan Hak Guna Usaha (HGU) PT PN II Morowali Untuk Kebun Sawit Di Prafi dan Arso pada tahun 1983 yang di realisasi dengan kebijakan transmigrasi (PIR Trans),” ungkap Kris Mote.
Ia menyatakan memasuki era reformasi, OAP ditipu dengan pemberian Otonomi Khusus merupakan resolusi penyelesaian konflik Papua tetapi kenyataannya Otsus membawa malapetaka bagi masyarakat adat Papua.
“Perampasan tanah adat semakin masif terjadi di seluruh tanah Papua. Masifnya perampasan tanah menyebabkan terjadinya deforestasi hutan skala besar terjadi di Papua,” ujarnya.
Data Forest Watch Indonesia juga menujukan laju deforestasi di Papua pada periode 2000-2009, laju deforestasi di bioregion Papua seluas 60.300 hektar pertahun. Meningkatnya tiga kali lipat pada periode 2009-2013 seluas 171.900 hektar pertahun. Periode selanjutnya, 2013-2017 laju deforestasi pun makin meningkat jadi 189.300 hektar pertahun.
Yayasan PUSAKA juga menunjukkan dalam kurung waktu 1988-2011 luas lahan untuk izin usaha pembalakaan Hasil Hutan Kayu (HPH) di tanah Papua seluas 11.170.416 Hektarhanya untuk 86 perusahaan.
“Saat ini beberapa dari puluhan perusahaan tersebut telah berhenti beroperasi, beberapa di atas berganti kepemilikan atau di kuasai oleh pemilik baru,” katanya.
Riset FWI tahun 2022 mengungkapkan ada 6 perusahaan yang punya lahan konsesi skala luas di tanah Papua yaitu Almindo Grup sebesar 750.150 hektar, Kayu Lapis Indonesia (KLI) group 632.000 hektar, Raja garuda Mas (RGM) Grup 545.000 hektar, Sinar Wijaya grup 547.000 Hektar, Korindo Grup 417.000 Hektar dan Masindo grup 406.000 hektar.
“Rencana eksploitasi SDA di Provinsi Papua Tengah, Papua Pegunungan Tengah dan Papua Selatan yaitu rencana eksploitasi sumber daya alam papua di Blog Wabu, Intan Jaya, Eksploitasi Aneka Tambang Di Pegunungan Bintang, temuan Harta karun Blok Warim (Minyak dan Gas) yang jumlahnya melebihi Blok masela di Ambon,” ucap Kris.
Praktek eksploitasi sumber daya alam di Provinsi Papua Tengah, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) mendeteksi dalam delapan wilayah administrasi kabupaten tersebut terdapat 53 izin KK dan IUP. Ke-53 izin tersebut terbagi dalam 9 izin CNC dan 44 izin Non CNC khususnya batu bara, emas, nikel, dan tembaga yang terletak di beberapa kabupaten yang masuk dalam wilayah provinsi papua tengah, Seperti kabupaten Mimika 5 izin tambang dan emas, Kabupaten Puncak Papua 4 izin emas, Kabupaten Puncak Jaya 4 izin Emas, Kabupaten Intan Jaya 6 izin Batu Bara dan Emas, Kabupaten Nabire 14 izin nikel dan emas, kabupaten Dogiyai 3 izin batu bara dan Emas, kabupaten Deiyai 1 izin batu bara dan kabupaten Paniai 7 izin emas.
“Dengan daerah otonomi baru (DOB) telah menciptakan konflik agraria antara masyarakat adat dan pemerintah,” katanya.
Indonesia bukan cuma menjadi penjahat hak asasi manusia, ataupun penjahat demokrasi, Indonesia juga di kategori Negara penjahat penghancur Hutan berada pada urutan ke lima secara internasional dalam khasus ekosida, kebijakan tersebut telah menghacurkan manusia dan alam diatas Tanah Papua,” kata dia.
Untuk itu pihaknya menolak Block Wabu, Blok Agimuga satu, Blok Agimuga dua, Blok Weiland dan seluruh investasi di atas tanah Papua.
“Negara segera hentikan aktivitas penebangan liar yang dilakukan di atas tanah Papua dan negara segera kembalikan hak ulayat tanah adat karna tanah adat bukan tanah negara,” katanya. (*)