Jayapura, WAGADEI – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Jhon Wempi Wetipo kembali melantik delapan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua yang semoat tertunda. Delapan orang itu berasal dari satu kelompok kerja (pokja) perempuan, enam orang dari pokja agama dan satu dari pokja adat.
Pelantikan dan pengambilan sumpah janji anggota MRP Provinsi Papua sisa masa jabatan 2023-2028, berlangsung di kantor Gubernur Provinsi Papua lantai 9, Selasa, (05/12/2023), siang tadi.
Delapan anggota MRP Provinsi Papua yang baru dilantik diantaranya Orpa Nari (Perempuan), Wakius Biniluk (agama), Daud Wenda (agama), Yulius Bidana (agama), Yoel Luiz Mulait (agama), Saiful Islam Al Payage (agama), Robert Wanggai (adat) dan Benny Sweny (agama).
Usai pelantikan, Wamendagri Jhon Wempi Wetipo dalam sambutannya berpesan agar anggota MRP yang sudah dilantik baik di gelombang pertama maupun kedua agar berperan aktif dalam melakukan perlindungan dan protensi orang asli Papua kedepan.
“MRP hari ini sudah lengkap 42 sehingga harus kerja maksimal. Banyak tugas dan pekerjaan sedang menanti kita sehingga perlu kita bekerja sama,” katanya.
Ia berharap kepada anggota MRP yang baru saja dilantik dapat menjalankan tugas dengan baik. Untuk itu atas nama pemerintah, ia mengucapkan selamat kepada mereka yang baru saja sama-sama telah disaksikan prosesi pelantikan dan pengambilan sumpah janji-nya.
“Semoga saudara dapat mengemban tugas selama 5 tahun kedepan,” ujarnya.
Menurut dia, MRP mempunyai peran strategis dalam memperjuangkan dan perlindungan orang asli Papua. Peran tersebut tercermin pada kewenangan yang dimiliki oleh MRP sebagaimana mandat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua, yakni Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, memberi pertimbangan dan persetujuan terhadap rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama dengan Gubernur, memberi saran, pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana perjanjian kerja sama yang dibuat oleh pemerintah dengan pihak ketiga yang berlaku di Provinsi Papua khususnya yang menyangkut perlindungan hak-hak orang asli Papua, Menyalurkan aspirasi, memperhatikan pengaduan masyarakat adat, umat beragama, dan kaum perempuan dan memfasilitasi tindaklanjut penyelesaiannya dan Memberi pertimbangan kepada DPRP, Gubernur, DPRK dan Bupati/Walikota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua. (*)